Esai Afifah Nadhirah | Tidak Menjadi Melankolia Bangsa - Suara Krajan

 

Masih saja terdengar ditelinga, bisikan-bisikan atau bahkan teriakan yang melukai hati. Terkadang aku heran, mengapa kejelekan seseorang mudah sekali tampakkan di permukaan, sedangkan kebaikan dan prestasinya seringkali  dianggap buram, sehingga menyulitkan untuk dilihat. Ini adalah Sesuatu yang penting bagiku, tentang bagaimana cara orang-orang memandang siapa itu anak muda.

Saat itu di kampungku. Terdapat sebuah acara yang melibatkan tetangga dan orang-orang sekitar kampung itu. aku menghadiri, serta ikut membantu pekerjaan di sana. Bermula dari perkumpulan ibu-ibu yang sedang gotong royong memasak masakan yang akan menjadi hidangan dari acara tersebut.
Memanglah saat itu yang mendominasi pekerjaan dikampung  ialah para bapak-bapak dan ibu-ibu. bapak-bapak sibuk mendirikan tenda, tempat bernaung dari panasnya sinar matahari atau prediksian terpaan hujan. Dan ibu-ibu mendapati tugas memasak hidangan acara. Namun acara yang seharusnya melibatkan seluruh warga kampung, berubah menjadi acara yang hanya melibatkan bapak-bapak dan ibu-ibu. Itulah kesimpulan yang kuambil dari percakapan para ibu-ibu saat memasak hidangan.
Anak-anak muda sedikit sekali ikut serta diacara kampung itu, namun bukan itu menjadi kesedihanku. Akan tetapi sederet kalimat yang terlontarkan dari mulut ke mulut sehingga sampai ke telingaku menjadi suatu kesakitan. “Anak muda sekarang, tidak tahu apa-apa, tidak bisa diandalkan, kerjaannya hanya dikamar sibuk dengan dunianya. MAKMUR PANCASILA, emak nya dijemur anaknya bersila.”  Berkali-kali kalimat itu terdengar ditelingaku. Entah, hanya sebatas itukah cara masyarakat menilai anak muda zaman sekarang.

Meski tidak dapat dipungkiri saat ini, degradasi moral atas remaja bangsa memprihatinkan. Kehadiran globalisasi membuat dampak yang begitu dahsyatnya, baik dilihat dari sisi negative begitu juga dari sisi positif. Kenakalan remaja dan berbagai Penyimpangan yang dilakukan ditengah-tengah masyarakat, itu semua tidak terlepas dari pengaruh daripada globalisasi itu sendiri. Era globalisasi yang kita hadapi saat ini, tentunya menuntut kita sebagai anak bangsa untuk kuat dan tidak mudah digoyahkan. Meski telah diketahui, dengan adanya era globalisasi ini, pertumbuhan  global ekonomi semakin kuat, mendorong perkembangan industri global, perkembangan budaya dan masih banyak lagi dampak positif lainnya.

Keikutsertaan anak muda dalam membantu persiapan acara besar dikampungku saat itu, sangat minim bahkan jumlahnya dapat dihitung, sehingga membuat keberadaanku ditengah-tengah ibu-ibu  nyaris tidak dianggap. Fokus mereka hanya tertuju pada kekesalan, yang mereka buat sendiri sehingga melupakan anak muda yang bersungguh-sungguh sadar akan tanggung jawab.
Marilah kita lihat jiwa-jiwa murni penuh ketulusan yang masih memiliki kesadaran akan status dan perannya sebagai anak muda. Tengoklah ke sana, Negeri ini masih banyak dikelilingi oleh generasi muda yang menjadikan perkataan pahlawan Bung Karno “Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia” menjadi terpatri dihati mereka, serta merasa  rugi jika tidak dapat mengeksekusikan perkataan tersebut.
Pengeksekusian yang dibuktikan dengan berbagai prestasi yang diperoleh anak muda bangsa menjadi tolak ukur bahwa saat ini, yang mendominasi negeri tidak hanya anak muda yang penuh kenakalan, rendah moral dan adab, akan tetapi masih banyak terdapat generasi yang pantas disebut sebagai generasi penerus bangsa yang sebenarnya.
Saat ini Kaum anak muda  yang kita kenal, adalah penggerak majunya suatu bangsa yang kehadirannya sangat dinantikan bersama dengan inovasi-inovasi yang dibawa. Terlebih lagi saat ini, dimana Indonesia sendiri didominasi oleh kaum setelah generasi milenial, yaitu generasi z.  yang mana generasi z ini di identikkan sebagai generasi yang multitasking, dengan kecenderungan sangat dekat dengan teknologi, dalam artian mampu menguasai teknologi. Hal ini menjadi kabar baik, sebab masih banyak generasi bibit unggul bangsa yang mampu menetralisir arus daripada globalisasi.
Kita tidak bisa membanding-bandingkan antara anak zaman dulu dengan sekarang, sebab kehadiran mereka berada pada dimensi yang berbeda. Akan lebih baik fokus kita saat ini ialah mampu menyesuaikan dan memanfaatkan dengan baik peluang nyata yang ada di hadapan. Sehingga dapat menjadi bekal untuk ke depannya.
Mampu memilah-milah sisi baik dan buruk yang ada ditengah-tengah masyarakat, harus menjadi bagian dari kemampuan anak muda, tidak hanya dari pengaruh internet, tapi dalam aspek lingkungan dan pertemanan juga perlu diperhatikan. Sehingga status dan peran anak muda sebagai generasi penerus bangsa atau generasi penentu majunya suatu negara tidak hanya sebatas perkataan dan harapan, akan tetapi benar adanya.

*Penulis merupakan Mahasiswi IDIA, Asal Sumenep Masalembu

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak