Dahulu saat masih
menginjak bangku sekolah dasar, bersama kesombongan kupamerkan kepada
teman-teman mengenai sebuah hafalan lima isi dari pancasila yang merupakan
sebuah kewajiban untuk dihafalkan. Sebatas Menghafal tanpa tahu makna dari
setiap silanya, Sebab bagi ku saat itu menghafal saja sudahlah cukup. Hingga
waktu menuntunku ke langkah yang lebih jauh. Saat kedua mata melihat realitas
bangsa, benakku mengatakan ingin memahami dan mencintai makna sakti itu.
bagaimana tidak, ketika berbagai penyimpangan terlihat di mataku mulai dari
kasus besar seperti korupsi keuangan Negara dengan jumlah besar yang seharusnya
mendapatkan hukuman tidak terampunkan karena telah merugikan banyak pihak
sampai kepada kasus yang terkecil namun perlu untuk dicegah. Sesal terlintas di
kepala karena pernah menjadi orang yang pernah tidak menghiraukan arti dari
pancasila.
Keberadaanku saat
ini dilingkungan lembaga pendidikan yang berbasis pesantren. Disinilah aku
tersadar akan makna sakti pancasila. Aku memahami apa itu toleransi saat
teman-teman yang datang untuk menuntut ilmu berdatangan dari berbagai wilayah,
daerah yang pastinya memiliki perbedaan bahasa, suku, ras, adat dll. Aku senang
berada di tempat ini, tempat yang bagiku menghadirkan ketenangan tersendiri.
Mengubah watak yang dulunya selalu meremehkan sesuatu menjadi pribadi yang peduli
akan hal sekecil apa pun itu.
Keberagaman
menyelimuti keseharianku dari berbagai kepala yang berbeda bernaung dalam satu
atap yang sama. Karakter teman-teman telah menjadi salah satu hal yang perlu
juga untuk aku hafal. Tak jarang dari kami ada yang berbeda pendapat ketika
saat berdiskusi mengenai pelajaran atau saat musyawarah mengenai organisasi.
Namun keberadaan perbedaan ini
menunjukkan akan kemajemukan bangsa Indonesia. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sila kedua dari pancasila
yang memilki arti bahwa setiap manusia saling membutuhkan satu sama lain untuk
menjadi satu sistem yang kuat. Dan memperlakukan setiap orang dengan adil dan
setara sesuai hak serta kewajiban asasi manusia.
Bagian
dari sikap toleransi yang biasa ku temui diasramaku adalah saat beberapa
temanku, mereka tengah asyik menunggu giliran untuk saling menceritakan dan
mendengarkan bahasa khas daerah masing-masing, atau dengan penuh semangat
mereka memperkenalkan makanan khas daerah masing-masing sehingga menyihir para
pendengar untuk ingin mencicipi makanan yang disajikan dalam penyampaian yang
sempurna. mulai dari temanku yang berasal dari Lombok, jawa, flores, Madura,
Palembang, Sulawesi, juga Kalimantan. Rasa ingin tahu mereka membuat teman-teman
tidak segan mempraktikkan bahasa daerah mereka masing-masing. Bentuk duduk
lingkaran yang mereka tata, serta isi pembicaraan mereka terlihat sangat renyah
di dalam kelas, makin sadarlah diriku bahwa saling menghargai dalam kebersamaan
itu sangat penting.
Suara tangis
terdengar di sudut kamar asramaku, sontak aku bertanya-tanya apa yang membuat
salah satu santriwati itu menangis? “Dia
dikeluarin dari pondok karena udah menggelapkan uang orang tuanya” Rika menyahut. Mendengar hal itu aku tentunya
merasa tidak percaya bahwa adik dari salah satu mahasiswi terbaik yang telah
menjadi alumni melakukan tindakan yang tidak seharusnya, terlebih lagi
statusnya adalah sebagai santri. Namanya Nabila, dia adalah tipe orang yang
begitu memperhatikan penampilan dari yang lainnya. Setiap ada sesuatu yang
trend dia berprinsip harus memiliki apa yang menjadi trend itu. contohnya sepatu
bermerk, baju, sampai kepada skincare
yang dijual dengan harga yang membuat para orang tua tercengang jika mengetahui
harganya.
Begitu jelinya
Nabila dalam memperhatikan arus gaya penampilannya. Hingga tak sadar yang
seharusnya menjadi utama telah dikesampingkan. Saat Gina datang ke kamar asrama
menghampiri Nabila dengan membawa benda kecil ditangan yang tampaknya selalu
bisa ditebak oleh Nabila “ produk baru
lagi Gin? ” dengan ekspresi bahagianya ia bertanya.
“ iya, ini ada produk baru lagi. Sudah banyak
loh orang yang pakek skin care ini, muka mereka jadi glowing. ” Gina menunjukkan benda kecil penyebab Nabila
tersenyum senang, yang ternyata itu hanya salah satu bagian dari satu paket skincare itu. berarti jika ingin
membelinya tidak cukup dengan hanya membeli satu bagian saja, sebab serum, cream siang/malam, toner dan yang lainnya akan merasa iri
jika Nabila hanya memilih facial wash
saja. Sehingga hati Nabila tertuntut untuk memiliki semua bagian dari satu
paket skin care baru itu tanpa tau skin
care yang baru saja sebulan lalu dia beli masih tersisah banyak di lemarinya
yang terpaksa dilengser posisinya dalam lemari sebab ada yang lebih baru dihati
Nabila.
Gina yang berasal
dari keluarga pas-pasan sudah bisa menebak bahwa dia akan selalu merasa senang
jika menawarkan berbagai barang-barang baru kepada Nabila, sebab karenanya lah dia
akan mendapatkan untung dari barang yang dijualnya. Yang kemudian hasil untung
dari penjualannya itu kembali dia kelolakan untuk dapat juga membeli
barang-barang baru serta skincare
untuk menyamakan gaya penampilan Nabila.
Dengan penuh kehati-hatian
Nabila merapikan berbagai alat make up nya. Satu paket skincare produk baru tak lupa dia susun di posisi paling terdepan.
Ketika sedang merapikan lemari dia menemukan dua lembar kertas kuitansi
pembayaran semester lalu. pembayaran uang semester kuliah, spp pondok dan
termasuk biaya lainnya, yang karena itulah kemudian dia ingat jika dirinya
memiliki tunggakan pembayaran pada pondok selama enam bulan. Dengan penuh
kehati-hatian pula dia membuka isi dompet untuk memastikan berapa uang yang
tersisa di dalamnya. Namun sangat disayangkan. Setelah rasa gembira yang baru
hitungan jam dia rasakan, sekarang digantikan oleh perasaan takut. Prediksi
buruk mulai melintas di pikirannya, tentang bagaimana kalau bapak zaid bagian
administrasi kembali memanggil dirinya untuk segera melunasi utang-utang lalu.
Sedangkan isi dompetnya sekarang tidak akan cukup untuk membayar uang spp walau
hanya satu bulan.
Pagi hari adalah
waktu di mana para santri diselimuti semangat untuk melangkahkan kaki menuju
kelas pada dirosah sobahiyah, setelah sebelumnya saat setelah subuh pergi
ke rumah Nyai untuk mengaji kitab dengan panggilan populernya “ kitab kuning”.
Diskusi dikelas yang baru saja di mulai dalam pengawasan ustadzah. Pembahasan
diskusinya mengenai ” peran lembaga pesantren di Indonesia “. Diskusi itu
berjalan dengan sempurna, para santriwati yang dalam satu kelas itu berjumlah
tiga puluh orang rata-rata aktif memberikan argumen mereka. Namun mandet ketika
ustadzah melontarkan pertanyaan kepada Nabila dan juga Gina yang sedari tadi
saling sibuk menunjukkan punggung tangannya yang sedikit berubah menjadi lebih
cerah setelah memakai body lotion
yang juga bagian dari produk baru yang ia beli.
Sebentar
lagi kita akan ikut memeriahkan hari ulang tahun Indonesia tanggal 17 Agustus, ustadzah
ingin bertanya “apakah santri Indonesia
telah menerapkan nilai sila pertama? “ sungguh mudah menjawab pertanyaan
itu bagi mereka anak muda yang benar-benar mengerti dan memahami akan pentingnya pancasila. Namun pertanyaan itu
tak kunjung mendapat jawaban dari Nabila ataupun Gina dikarenakan tidak tahu
apa yang seharusnya mereka ucapkan perihal pertanyaan dari sang ustadzah.
Tidak jarang
kebohongan Nabila lakukan ketika hendak meminta uang saku bulanan. Menelpon
orang tua dan kemudian rela berbohong untuk bisa mendapat uang saku lebih
dengan berbagai alasan ada kebutuhan
organisasi, ada kitab ini yang harus dibeli dll, padahal kenyataannya uang
itu digunakan untuk menyenangkan hatinya sendiri dengan menuruti nafsu. Tindakan korupsi ini tercela dilakukan
lantaran mau memenuhi kebutuhan dirinya yang sebenarnya bukanlah suatu hal yang
harus diutamakan jika dibandingkan dengan pendidikannya. Dan sekarang dampak
dari perbuatannya itu baru terasa, dikeluarkan dari pondok dengan meninggalkan
rasa malu serta tunggakan uang yang berbulan bulan sudah tidak dibayar.
Generasi muda sekarang ini pemberani, bahkan
dia bisa melakukan apa yang tidak bisa dilakukan anak zaman dahulu. Tak jarang
pada zaman ini kita lihat perlakuan seorang murid terhadap gurunya yang tidak
sopan, memperlakukan guru layaknya teman sebaya. Teringat cerita guruku akan
murid-murid pada masa lampau yang begitu ta’dzim terhadap gurunya. Jangankan
terhadap gurunya, ayam milik sang guru saja mereka sayangi apalagi terhadap
guru mereka.
Berbeda dengan
anak zaman sekarang ini, yang ditakuti bukan lagi seperti apa yang ditakuti
anak zaman dahulu tetapi yang ditakuti adalah ketinggalan gaya hidup yang
modern. Yang tanpa disadari menuntun kepada perusakan moral generasi bangsa.
Melintas di pikiranku suatu kemirisan, tindakan
itu seharusnya tak dilakukan seorang yang di setiap zaman selalu disebut sebut
sebagai penerus bangsa ini, besar harapan Para pejuang negeri ini kepadamu.
Bung Karno pernah berkata “beri aku
seribu orang tua, niscaya kan kucabut semeru dari akarnya, dan berikan aku
sepuluh pemuda niscaya kan kuguncangkan dunia”. Kata penuh makna itu
bertujuan untuk mendorong anak muda terlibat aktif dalam memajukan bangsa, agar
menjadi Negara yang maju, beradab dan berdaya saing. bukan malah untuk
melakukan penyelewengan.
Afifah Nadhirah, Asal Sumenep. Mahasiswa Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan
(IDIA)