"An!
Ana?" Suara itu membuyarkan lamunanku. "Kamu kenapa?" tanya
lelaki itu.
"Nggak
kenapa-kenapa," jawabku.
"Nggak
usah bohong, aku tahu kok kalau kamu kenapa-kenapa. Kamu kenapa hmm?"
tanyanya sekali lagi.
"Huft.
Sebenarnya, aku nggak tahu sampai kapan aku bisa bertahan, aku nggak tahu
sampai kapan aku kuat menghadapi rasa sakit ini. Jujur, aku udah nggak kuat, Al.
Hari demi hari, luka-luka ini semakin bertambah, tapi..." Aku
menggantungkan perkataanku. Sungguh, aku tak mampu untuk mengucapkan kalimat
itu. Kalimat yang selama ini selalu aku sembunyikan darinya. Namun mungkin saat
ini yang tepat untuk mengatakannya.
"Tapi?"
"Tapi
perasaanku malah semakin dalam."
"An,
maaf."
"Untuk
apa?"
"Karena
telah memberimu luka seberat itu."
Hening...
Ya, kita memilih diam satu sama lain. Tidak ada lagi pembicaraan di antara
kita. Mungkin rasa canggung yang sedang bertahta, sehingga hanya ada keheningan
di antara kita.
"Al!"
Aku terpaksa membuka pembicaraan.
"Ya?"
Dia menoleh kepadaku, meski aku masih setia menatap lurus kedepan.
"Aku
tahu kamu tidak mengikatku, dan memang tidak ada ikatan apa pun di antara kita.
Tapi, selama ini aku merasa seakan aku adalah milikmu, tapi kamu bukan milikku.
Selama ini aku diam, karena sungguh aku tidak tahu harus berhenti atau
bertahan. Namun sekarang aku sadar, bertahan pun akan menambah rasa sakit yang
kurasa. Jadi mulai sekarang, aku memohon kepadamu, lepaskan aku."
"Kamu
kenapa sih, An?" tanyanya kaget.
"Mungkin
selama ini aku yang salah, Al. Aku terlihat tidak menghargaimu. Aku terlihat
terlalu egois. Aku yang terlalu mengikuti egoku. Aku yang terlalu pengecut
untuk itu semua. Namun jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku sungguh
sangat menghargaimu, bahkan aku berharap lebih terhadapmu. Mungkin cara yang
aku ambil itu salah menurutmu, dan menurut orang lain. Tapi itulah caraku, aku
hanya mampu mengutarakannya dengan diam. Mungkin itu yang membuatmu seperti
ini. Mungkin itu yang membuatmu beralih. Mungkin karena itu. Aku minta maaf
untuk itu semua. Dia... dia lebih baik daripada aku. Aku tahu itu, iya kan? Aku
tahu mungkin mengikhlaskanmu itu sulit, tapi jika kebahagiaanmu ada padanya, aku
rela. Dia bisa lebih membahagiakanmu. Dia..."
"Kamu
ngomong apa sih, An? Dengar, dia hanya teman dekatku, tidak lebih. Iya, aku
akui, aku menyayanginya, tapi itu hanya sekedar sayang, gak lebih,"
ucapnya memotong pembicaraanku.
"Maaf,
Al. Mungkin sekarang kau hanya sebatas sayang kepadanya, tapi suatu saat, siapa
yang tahu? Aku tahu kok, ada rasa lebih di antara kalian. Aku tidak mau
menuntutmu, karena aku masih sadar siapa diriku. Bukankah kamu sendiri yang
bilang, jika aku tidak boleh melarangmu dekat dengan dia? Aku mengerti arti
dari kata-katamu itu, Al. Aku paham. Aku tahu, kamu pasti bahagia bersama dia.
Jadi, kumohon hentikan ini semua. Mungkin, ini memang jalan terbaik yang Tuhan
berikan. Jika memang Tuhan telah menakdirkan kita berdua, Dia pasti akan
menyatukan kita kembali. Namun satu hal yang harus kamu tahu, anganku masih
tetap sama. Aku masih berharap, meskipun jalan yang kita ambil berbeda, namun
tujuan kita masih tetap sama. Lagi pula, kita juga akan segera lulus, kan?
Mungkin itu akan membantuku menyembuhkan luka-luka ini. Aku yakin, aku akan
sembuh."
"Kenapa
kamu melakukan ini semua, Ana? Kenapa?"
"Maaf,
Al. Sekali lagi, maaf."
"Oke
kalau itu maumu. Aku akan melakukannya. Meskipun aku tahu itu akan sulit,
bahkan tidak mungkin untuk aku lakukan, tapi yang harus kamu tahu, An, rasaku
masih tetap sama, masih sama seperti dua tahun yang lalu, rasa ini tidak
berubah. Dan aku yakin sampai kapan pun tidak akan berubah. Tapi kalau memang
maumu demikian, aku akan melepaskanmu. Aku akan melakukan apa yang kamu
minta."
"Terima
kasih, Al. Terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan kepadaku, dan semua
kebaikanmu. Aku tidak akan melupakan hal itu."
Selasai.
Kata itu yang mampu menggambarkan semuanya. Sungguh, aku tidak berharap
kata-kata itu muncul dari mulutku, namun aku harus bagaimana? Aku sudah terlalu
lelah dengan semua ini. Aku lelah. Mungkin dengan ini, rasa sakitku akan
berkurang, dan bahkan akan hilang. Terima kasih atas segalanya.