Cerpen Ayu Lestari | Seutas Percuma - Suara Krajan


 
 
Aku, perempuan yang sedang beranjak dewasa dengan sangat abu-abu. Hidup berliku-liku menyusuri penat yang tiada henti. Sebut saja aku, Dini. Aku terlahir di keluarga sederhana. Ini ceritaku, saat masih di bangku SMK.
 
Aku alumni SMK Bakti Ceria 12. Aku mengambil jurusan Keperawatan. Dimana semuanya tentang etika, kode, tanda-tanda vital, disisi obat, pasien, dan lain sebagainya. Semuanya aku telateni, dan harus aku turuti. Dimana lelah dan bosan pun sering menghinggapi.
 
Hingga suatu masa, tibalah aku naik ke kelas XI (dua) SMK. Saat-saat tegang pun dimulai, praktek kerja lapangan di berbagai instansi pun ku lakukan. Beberapa lokasi yang diajak tersebut, aku mendapatkan tiga titik lokasi untuk PKL. Pertama, aku menempati Puskesmas Citayam 2, Panti Asuhan Marga Asih 1, Puskesmas Cilandak 2, dan Panti Jompo Mojotingkir.
 
Ya, semua bervariasi tantangannya. Berkelompokkan dengan orang yang tidak menyukaiku. Karena, ya. Aku adalah siswi cupu pada saat itu. Dijauhi, dibully, karena aku terlalu kaku, culun, dan membosankan. Itu menurut dia.
 
Singkat cerita, aku yang semula tidak pernah menaiki bus jurusan Citayam – Cilandak, aku beberapa kali di antar oleh ayah, ibu, maupun temannya ayah yang dulunya sangat dipercaya. Namun, tidak segampang itu, pahit.
 
Suatu ketika, aku dapat shift malam hari dua kali, betapa bingungnya aku. Bagaimana aku bisa berangkat malam hari seperti ini? Sedangkan ayah dan ibuku sangat khawatir kalau aku pergi sendirian.
 
“Din, kamu ga boleh ya berangkat sendirian. Takut ada apa-apa,” sahut bapak.
 
“Lah, terus ayu naik apa pak?” tanyaku.
 
Bapak masih berpikir dengan tangan yang menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
 
“Sama temannya bapak saja, kamu juga kenal,” jawab bapak.
 
Ternyata, om Santo lah yang akan mengantarkanku, membersamaiku naik bus malam hari.
 
“Gimana, Nduk cah ayu. Siap tak anterke om?”
 
“S...s..iap om, sebentar. Dini pamitan dulu,”
(Sambil memanggil ayah dan ibu untuk mencium kedua telapak tangannya).
 
“Hati-hati, ya,”
“Iya Bu, pak, Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam,”
 
Selesai bersalaman, sepanjang perjalanan Om Santo selalu bercerita masa mudanya yang dahulu.
 
“Om itu dulu ganteng loh, Din. Banyak cewek-cewek menyukai om. Om sampai bingung mau pilih yang mana. Cantik-cantik semua, sampai om bertemu istri om yang sekarang. Beeh, cantiknya bukan main, Din. Ngalahin kamu, hehehe,”
 
“Hehehe ya lah om, Tante Cintya lebih cantik daripada Dini. Aku kan ga pinter bersolek,”
Pintalku.
 
“Tapi, kamu cantik, Din. Pasti banyak yang naksir,”
 
“Ih apaan sih Om, Ndak ada,”
 
“Hahaha, bukannya ndak ada, kamu aja yang ga pede,”
 
“Mungkin om,”
 
Di tengah-tengah perbincangan, sudah ke -15 kali tangan Om Santo mengelus pahaku yang sedikit sintal dan berisi. Aku sangat risih sekali.
 
“Lain kali, kalau mau ke tempat PKL. Sama Om Santo saja ya, biar gak kesasar,” ucap Om Santo sembari mengelus dan menepuk pahaku. Tatapan mata yang mesum, itu sangat jelas sekali di ingatanku.
 
Aku hanya terdiam dan menunduk. Hanya bisa berdoa dalam hati, karena malu kalau aku bertingkah, karena semua penumpang yang ada di bus sudah pada tertidur pulas.
 
Akhirnya aku tiba di lokasi, aku berpamitan dan bergegas masuk tanpa menghiraukan Om Mesum Santo.
 
Kejadian di bus, tidak ingin ku ingat saat PKL, takutnya mengganggu aktivitasku selama PKL. Jadi, aku simpan saja semua yang aku alami beberapa menit yang lalu dan paginya aku mengadu dengan ibu.
 
Apakah menurut teman-teman pembaca, hal itu bukanlah suatu pelecehan. Tentu benar. Pelecehan bukan hanya pemaksaan memasukkan rudal kewanitaan pada laki-laki. Akan tetapi, hal seperti bersiul, menyentuh, menepuk bagian sensitif, mencium orang yang bukan mahramnya itu suatu tindakan pelecehan bagi perempuan.
 
Untuk itu, hati-hati. Sekalipun itu orang terdekatmu, jangan sampai kamu mengalami seperti Dini. Efeknya, Dini tidak lagi percaya dengan dirinya sendiri dan menghindari si Om Santo tersebut tanpa melapor ke pihak berwajib. Karena apa? Lemahnya bukti-bukti pengaduan. Berbual dan bercerita saja tidak akan cukup menaruh perhatian pihak berwenang untuk mengusut pelecehan yang bersifat tabu seperti yang dialami oleh Dini.
 
 
 
Ayu Lestari : Penyair ini berasal dari Kota Lasem. Lahir pada tanggal 23 Agustus 2001. Ia menekuni hobi menulis sejak tahun 2019 silam. Kelihaiannya dalam menulis cerita fiksi dan sastra menghasilkan sebuah karya yang berjudul “Seorang Pecinta Yang Kaku” pada tahun 2020 lalu. Pembaca bisa mengenal lebih lanjut kepada penulis di beberapa media sosialnya.
FB: Aeyu Loestari
Instagram: @ayu_lestari230801, @inisastra__ @ayusastracom
WA: 085-848-957-560
E-mail: kompeten345@gmail.com
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak