6 Puisi Jamaludin GmSas | Kompor Minyak Tanah - Suara Krajan

Kompor Minyak Tanah
Melihat Pagi Ibu
 
#1
Ibu sedang istirah sebentar dari perjalanan
yang panjang dan melelahkan. Malam menjelma
gubuk yang selalu dijadikannya tempat untuk berteduh
atau hanya tempat merebah badan serta pikiran-pikiran
dari sebuah pertengkaran yang tak diketahui usainya kapan.
 
#2
Biasanya Ibu sudah menyuruhku tidur. Namun,
kali ini malah Ibu yang ketiduran. Aku membiarkan
mata ibu terpejam dari hujan-hujan yang selalu dijatuhkan
di setiap bekas-bekas telapak kaki perjalanan,
sedangkan aku menggantikannya berjaga
dan berharap melihat pagi ibu yang begitu lega
karena lilin-lilin doanya masih tetap menyala.
Al-Ikhsan, 2020
 
 
Dunia Pawon
 
#1
Terdengar ada yang sedang mengeruk tanah
di buritan rumah. Sepertinya itu Ayah.
Aku melongok ke belakang, ternyata benar,
Ayah sedang membuat tungku
dari tumpukan-tumpukan batu
sambil ditemani oleh Ibu.
 
"Jangan terlalu dalam," seru Ibu.
"Bukankah semakin dalam semakin enak?"
Ibu tersenyum geli dan malu.
"Tapi boros kayu," timpal Ibu kemudian.
"Tak perlu khawatir. Tulangku masih kuat
untuk menahan panasnya api.
Sewaktu-waktu kayu habis, tulangku pun jadi."
"Jangan bercanda."
"Tak ada waktu untuk bercanda.
Menghangatkan rumah harus serius;
menghidupi anak-anak harus fokus."
 
#2
Tanah selesai dikeruk, batu-batu sudah
terpasang 3 sisi mengelilingi lubang kerukan dengan rapi,
kayu-kayu mulai dimasukkan, dan api pun siap dinyalakan.
 
Ibu mencangking dandang dan ditaruhnya
di atas tungku yang sudah menyala itu.
"Pak, tolong pegang dandang ini.
Aku mau cari pecahan batu kecil untuk
megganjal dandang biar bisa seimbang."
Ayah mengangguk sambil meraih dandang.
Dalam hatiku bergumam paham,
semuanya harus benar-benar seimbang,
tak ada yang boleh jomplang,
sekecil apa pun batu, sangat dibutuhkan.
 
#3
Aku khusyuk sekali melihat ayah dan ibu
bekerjasama. Walau sudah ngantuk, aku penasaran,
sebenarnya mereka berdua sedang memasak apa.
 
Terlihat ayah sedang memegang semprong
dan meniupi onggokan kayu supaya api
tetap nyala walau keningnya dipenuhi keringat
dan wajahnya hitam dipenuhi jelaga.
Ibu pun aktif sekali mondar-mandir mengambil air,
membawa sutil dan membuka dandang kemudian
mengarau masakan, memasukkan bumbu-bumbu
sambil mulutnya berkomat-kamit menzikirkan entah,
dan lain-lain dan lain-lain.
 
#4
Malam semakin malam,
mereka berdua masih sibuk di belakang.
 
Mataku sudah ngantuk sekali.
Walau masih penasaran dan dipenuhi pertanyaan,
aku lebih memilih membaringkan tubuh di atas amben.
 
Sebelum aku tidur, aku hanya bisa berdoa,
"Tuhan yang baik, walaupun aku tidak tahu
Ayah dan Ibu sedang memasak apa,
tapi tolong awasi mereka berdua.
Jangan biarkan Ayahku memasukkan tulang-tulangnya
ke dalam tungku hanya untuk menjaga api tetap nyala
dan kuatkanlah kaki ibuku supaya tidak mudah patah,
ia sering mengelilingi rumah 1000 kali dalam sehari.
Aku masih kanak-kanak, Tuhan,
tak mampu melek terlalu malam,
apalagi mengawasi Ayah-Ibu selama 24 jam. Amin."
 
Belik, 2021
 
Catatan           :
1.      Pawon adalah tungku dengan bahan bakar kayu. Bisa juga berarti dapur.
Semprong adalah alat tiup yang terbuat dari batang bambu yang berfungsi untuk menghidupkan api dan menjaga nyalanya.
 
 
Menjaga Nyala Api
 
Walau nafasnya sudah pendek-pendek,
Ayah tetap meniup-niup pawon dengan semprong
untuk menghidupkan api dan menjaga nyalanya.
Tak peduli dengan usianya yang sudah senja,
ia mati-matian menjaga seisi rumah tetap hangat,
walau wajahnya sudah kepanasan,
dan kakinya terlihat gemetaran.
 
Belik, 2021
 
 
Sebelum Liwet Nasi
 
Aku selalu membawa kepala yang sangat kotor
ketika mengetuk pintu rumah.
 
Wajah yang tertekuk, mata yang layu,
juga tubuh yang kurus dan lesu
 
: seperti sedang menemukan jalan buntu,
aku berniat untuk istikharah di atas pangkuan ibu.
 
Sambil memainkan rambut keritingku,
Ibu juga memainkan pikiranku.
 
Aku mengingat tampah yang digerakkan naik-turun
oleh Ibu untuk membersihkan beras dari kutu.
 
"Apakah tak hanya di kulit kepala,
kutu-kutu juga berkeliaran di dalamnya?"
 
Aku bertanya-tanya, tapi tak ada jawaban yang ngena.
Sepertinya pelajaran liwet, pelajaran hidup juga.
 
Ibu sengaja menjadikan pangkuannya sebagai tampah
untuk menampi pikiranku dari rasa galau dan gundah.
 
"Bersihkan dulu pikiran-pikiranmu, Nak,
biar langkahmu jadi pulen dan enak."
 
Belik, 2021
 
 
Kompor Minyak Tanah
 
Sebelum ujung sumbu dimasukkan,
ia membiarkan tubuhnya terulur panjang,
telentang, dan pasrah dipeluk rafia.
 
Tali rafia adalah wahana menuju kesunyian.
Setiap sumbu harus segera masuk
dan merasakan minyak yang terteguk
lewat tali rafia yang telah dikulum basah
oleh bibir perempuan yang selalu bergairah.
 
Sepasang mata tengah menerawang kegelapan,
mengira-ngira apa yang ada dan api supaya nyala.
Dari kedua mata itu, sebuah gunting keluar
dan bergerak-gerak dan memotong sebuah usia
yang sudah menghitam dan jadi arang.
 
Bila tiba waktu di mana sumbu itu habis,
akan kukenang perempuan itu sebagai nyala api
yang mencahayaiku setiap hari.
 
Al Ikhsan, 2022
 
 
Ibu Mencipta Kolam Renang
 
Ceruk tangan ibu yang menghadap
awang-awang seperti kolam renang.
Setiap malam aku terjun,
membersihkan tubuh dari getun.
 
Mata ibu selalu memandangiku
dengan wajah penuh semringah
sambil bibirnya menzikirkan entah.
 
"Ayah, sini ikut berenang,"
seruku saat tiba-tiba ayah terlihat
mengendap di antara gelap yang pekat.
"Hahaha. Tidak, tidak.
Ayah selalu tidak kuat berada di situ
: berada di kolam dingin buatan ibu."
 
Al Ikhsan, 2022
 
 
 
Jamaludin GmSas
adalah nama pena dari Jamaludin. Lahir di Pemalang, 20 Juli. Ia adalah mahasiswa pascasarjana UIN SAIZU Purwokerto sekaligus santri di Pondok Pesantren Al Ikhsan Beji, Banyumas. Laki-laki pecinta kopi ini puisi-puisinya pernah disiarkan di laman: Koran Tempo, NusaBali, Pos Bali, Medan Pos, Tanjungpinang Pos, Fajar Makasar, Radar Banyumas, Radar Cirebon, Radar Pekalongan, Harian Sinar Indonesia Baru, sabah360online Malaysia, LP Maarif NU Jateng, langgampustaka.com, suarabanyumas, riausastra.com, Metafor.id, lensasastra.id, Marewai, Kami Anak Pantai, dan lain-lain. Tersebar juga di beberapa antologi bersama. Ia juga pernah menjadi juara 2 pada Lomba Cipta Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Catatan Pena (2021). Facebook: Jamaludin GmSas. Instagram: @jamaludin-gmsas. Email: jamaludingmsas2@gmail.com. WhatsApp: 085601885058.
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak