MENYEDUH KOPI BALI
menyeduh kopi bali, dunia pagi
embun membelai daun
daun menimang embun
menyeduh kopi bali, teringat
masa pakansi
arus selat dan pengap ventilasi
keringat para penari
senyum mbok dan bli
selalu menarik-narik
ingatan untuk kembali
menyeduh kopi bali, mengingatkan
pada ketelanjangan nurani,
yang tulus dan berani
yang tak cukup sekadar dihalangi
oleh bikini
menyeduh kopi bali
sesaat melenakan dari situasi
gonjang-ganjing politik
yang debu-debunya mengotori
ruang hati, menyeduh pagi
menyeduh kopi bali
Bojanegara, 15/07/2022
BELAJAR MENGAJI
aku baru belajar mengaji
tolong aku mengeja nurani
dari alif ba ta hingga kukenal isi dunia
mulai kueja meski dengan lafal terbata
aku ingin belajar mengaji
dengan suara seindah burung kenari
tolonglah aku agar fasih mengaji
dengan tanpa mencaci
aku ingin mengaji, tanpa menuding
kanan ataupun kiri, mengaji dengan
mata tertunduk searah farji
nurani menengadah mengharap berkah
ajari aku mengaji
dengan tanpa menyakiti
ajari aku mengaji
seperti gemulai tubuh penari
agar aku fasih mengaji dengan kaki
yang masih menapak
bumi
Bojanegara, 16/07/2022
MALAM HANYA GARDU
malam hanya gardu
menunggu pagi lembayung
dengan tatapan sendu
terjaga dengan kopi di tangan
rokok yang mulai berpuntung
dan udara yang mulai mencubit
kartu gaple bergelimpangan
dengan buku tulis lusuh
mencatat kekalahan yang
lebih unggul daripada
kemenangan itu sendiri
malam hanya gardu
sempit kepongahan
seorang tua membungkuk
meneliti catatan jimpitan
bersama dinginnya malam
seorang pemuda menyuruh
--mungkin tidak sengaja--
seorang tua untuk mengelap
tempat duduknya
selamat malam harmoni
selamat malam ego diri
angin telah membaca
kelakuan anak zaman
sambil mengunyah ketela keju
yang hampir beku
Bojanegara, 12/07/2022
embun membelai daun
daun menimang embun
masa pakansi
arus selat dan pengap ventilasi
keringat para penari
senyum mbok dan bli
selalu menarik-narik
ingatan untuk kembali
pada ketelanjangan nurani,
yang tulus dan berani
yang tak cukup sekadar dihalangi
oleh bikini
sesaat melenakan dari situasi
gonjang-ganjing politik
yang debu-debunya mengotori
ruang hati, menyeduh pagi
menyeduh kopi bali
tolong aku mengeja nurani
dari alif ba ta hingga kukenal isi dunia
mulai kueja meski dengan lafal terbata
dengan suara seindah burung kenari
tolonglah aku agar fasih mengaji
dengan tanpa mencaci
kanan ataupun kiri, mengaji dengan
mata tertunduk searah farji
nurani menengadah mengharap berkah
dengan tanpa menyakiti
seperti gemulai tubuh penari
agar aku fasih mengaji dengan kaki
yang masih menapak
bumi
menunggu pagi lembayung
dengan tatapan sendu
terjaga dengan kopi di tangan
rokok yang mulai berpuntung
dan udara yang mulai mencubit
dengan buku tulis lusuh
mencatat kekalahan yang
lebih unggul daripada
kemenangan itu sendiri
sempit kepongahan
seorang tua membungkuk
meneliti catatan jimpitan
bersama dinginnya malam
seorang pemuda menyuruh
--mungkin tidak sengaja--
seorang tua untuk mengelap
tempat duduknya
selamat malam ego diri
angin telah membaca
kelakuan anak zaman
sambil mengunyah ketela keju
yang hampir beku
aku tak kan mau larut
dalam adukan nostalgia
semanis gula
membuatku menetes air waspa
setelah tahu bahwa embun pagi
tak sesejuk dahulu, kicau burung
tak seramai pasar baru
karena kau tanam beton
di sebalik gunung-gunungku
bisa menahan pilu, derai-derai
tawa sederhana, yang tak bisa
tergantikan oleh gemerlap harta
sabtu teronggok menjadi saksi bisu
harapan-harapan yang bertumpu
pada iklan lowongan pekerjaan
tanpa doa untuk ibu
menghadapi meja kerja seharian
bukan maksud tunduk atasan
sekadar memungut
butir-butir pikiran
kekurangan huruf, apakah makna itu
sudah bertaaruf dengan nurani
yang penuh debaran hidup
memungut remah-remah untuk diramu
dalam cawan-cawan kontemplasi
berlagak seolah penyair sejati
cerita seharian tadi, hendak mengaduk
menjadi adonan puisi yang sedap
sesuai selera nurani yang takluk
