(1)
Berbondong warga datangi kelurahan
Kabarnya hari ini mereka dapat batuan
Sejumlah uang dan aneka kebutuhan
Dari
yang bersepeda, bermotor, serta bermobil
Dipakainya
kalung, gelang, dan cincin untuk tampil
Tak
peduli uang rakyat yang bakal diambil
Sementara di sebuah gubug reot
Seorang nenek renta menyangga pipinya yang kempot
Sang nenek menatap sambil melotot
Bertanya
sang nenek kepada RT-nya
Mengapa
namanya tak ada dalam daftar penerima dana
Pak
RW sarankan si nenek datangi kelurahan
Tapi
Pak Lurah bilang itu pusat yang tentukan
Sang nenek pulang dengan tangan hampa
Duduk di balai bambu pasang wajah nelangsa
Bagaimana bisa bantuan salah sasaran
Ia yang lebih pantas mendapat malah terabaikan
Saksikan
warga tersenyum pulang dari kelurahan
Dengan
banyak perhiasan menempel di badan
Pada
Tuhan sang nenek adukan nasibnya
Atas
bantuan yang tidak sentuh namanya
(2)
O apa sebenarnya yang terjadi di
negeri ini
Mengapa kesenjangan tiada pernah henti
Sampai kapan bantuan salah sasaran
Sampai kapan subsidi salah dialamatkan
Sang
nenek renta duduk melongo
Saksikan
warga penerima bantuan pada swafoto
Dalam
hati sang nenek berdoa
Semoga
mereka sadar itu bukan haknya
Tanpa belas kasih warga pamer perhiasan
baru
Jerit hati sang nenek semakin pilu
Bukan bukan lantaran dirinya iri
Ia hanya merasa belum punya rejeki
Sang
nenek renta bawa sedihnya ke dapur
Perut
sudah melilit saatnya minta isi
Tapi
sang nenek harus kembali tepekur
Sebab
hari ini ia tak punya nasi
Kembalilah ia ke balai bambu depan
Segelas air putih ia teguk perlahan
Sekadar pengganjal perut yang
keroncongan
Sedang sebutir beras pun ia tak punya persediaan
Tanpa
terasa jatuhlah air mata
Basahi
pipi keriput berlapis duka
Hanya
pada Tuhan ia meminta
Semoga
lain waktu datang bantuan untuknya
(3)
Hingga petang datang ia masih termenung
Tanpa perhatikan langit mulai mendung
Saat hujan gerimis mulai menyapa
Ia terhuyung masuk gubug reotnya
Kontradiksi
ini sungguh menyayat hati
Jadi
potret buram yang perlu dikaji
Wahai
penguasa mutakhirkan data bantuan
Agar
kisah sedih sang nenek tidak berkepanjangan
Meski hatiku terketuk pilu
Ingin menolong tapi aku tak mampu
Hanya aku puisikan kisah sedihmu itu
Dalam rangkaian diksi pengingat kalbu
Semoga penguasa perhatikan nasibmu
Lain waktu
Blitar, 2022
Heru Patria adalah nama penadari Heru Waluyo seorang novelis dari Blitar
yang juga menulis cerpen dan puisi. Novel terbarunya berjudul Dalbo : Basa Basi Bumi (Elexmedia,
2021) dan Kerontang Kesaksian Pohon
(Hyang Pustaka, 2022). Buku puisinya yang baru terbit berjudul Senyawa Kopi Sekeping Hati (IA
Publisher, 2021). Beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat diberbagai media
cetak dan online di antaranya Harian BMR Fox, Bhirawa, Sinar Indonesia Baru,
Radar Malang, Radar Banyuwangi, Tanjung Pinang Pos, NegeriKertas.Com,
Ngewiyak.Com, Gokenje.Id, ProNusantara.Com, SuaraKrajan.Com, Radar Madiun, dll.
Penulis bisa dihubungi di FB. Heru Patria, IG. @heru.patria.54, Twitter
@HERUPATRIA3, WA. 0813 5746 5016