Oleh Firman Panipahan
Secara teoritik manusia adalah makhluk
kreatif, berbeda dengan makhluk lainnya yang monoton. Sejak zaman dahulu kala,
seekor kambing tetap mengembek tidak peduli berasal dan lahir di kota mana.
Akan tetapi manusia dengan kreativitasnya, mampu menciptakan banyak hal, secara
organik juga mempengaruhi perilaku, sikap, karakter hingga bahasa. Lihat saja
misalnya, manusia yang hidup di berbagai negara dan bahkan di berbagai daerah
kota, masing-masing kelompok manusia memiliki keunikan dalam hal bahasa yang
telah diciptakannya. Di Jepang, orang akan berbahasa jepang dan mengikuti
aturannya, intonasi, ekspresi dan lain sebagainya, apalagi kita berbicara di
Indonesia yang setiap daerah memiliki dialektika yang berbeda-beda, yang mana
setiap orang tunduk pada aturan tersebut.
Michel Foucault menyebut bahasa adalah
kuasa yang ada dimana-mana. Awalnya bahasa diciptakan oleh manusia namun
kemudian mengusai manusia. Sejauh mana penguasaan bahasa terhadap manusia?
Bagaimana bisa ciptaan manusia justru mengusai manusia? untuk menjawab hal
tersebut, kita harus menyelami beberapa literatur yang berkaitan dengan sejarah
bahasa itu sendiri, epistemologi bahasa sebagai kebutuhan, dan terakhir menilik
teori permainan bahasa.
Sejarah kuasa
bahasa
Dalam buku RH Robins yang berjudul Sejarah
Singkat Linguistik, pada bagian pendahuluan menyebutkan bahwa tidak tahu
persis kapan mulanya muncul bahasa manusia dan bahasa apa pertama kali yang ada
di dunia ini. Yang jelas, dalam buku tersebut Robins menceritakan bagaimana
bahasa itu berubah menuju kesempurnaan, dalam arti menemukan aturan-aturan atau
perangkat dalam bahasa untuk kepentingan manusia dalam memahami sesuatu.
Peristilahan kata dalam bahasa, selalu digunakan untuk mengidentifikasi suatu
makna pada benda atau pun sikap dan fenomena-fenomena.
Awalnya dalam membuat satu kata dalam
bahasa merupakan hal yang sangat sulit, karena tidak adanya pemahaman terhadap
huruf, sehingga yang menjadi acuan hanyalah bunyi dan gerak. Dari sini pula
penulis menemukan pengertian bahwa bahasa secara normatif dipahami sebagai bunyi
dan gerak, karena setiap bunyi dan gerak memiliki makna. Bahkan sampai pada
sebuah titik dimana ketika seseorang ditanya akan suatu hal, lalu dia hanya
diam, maka diamnya adalah jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Tentu alasan
diamnya seseorang bisa macam-macam, bisa jadi tidak mendengar karena kekurangan
dalam pendengaran, bisa juga disebabkan oleh ketidakmengertian bahasa yang
disampaikan, atau mungkin diam itu sendiri adalah jawabannya.
Bahasa menjadi identifikasi yang
mutlak di zaman primitif dahulu kala sebagai golongan tertentu. sekelompok
manusia yang hidup di pesisir pantai memiliki logika bahasa yang berbeda dengan
sekelompok lainnya yang hidup di pegunungan, akibatnya muncul ketidaksepakatan
antara dua kelompok tersebut, dengan demikian tidak ada yang bisa dibicarakan
antar kelompok tersebut, bahkan meraka identik bermusuhan.
Begitulah bahasa bekerja dalam
kehidupan manusia, bahwa bahasa adalah alat komunikasi namun bahasa menentukan
golongan-golongan. Bahasa memiliki kekuasaan untuk mengidentifikasi manusia
dalam kelompok-kelompok.
Asal-usul aturan
bahasa (epistemologi)
Munculnya aturan bahasa merupakan hal
yang niscaya terjadi, karena manusia memahami bahwa bahasa adalah satu-satunya alat
untuk menerjemahkan segala sesuatu. Pengalaman manusia dijadikan tolok ukur
utama dalam pembentukan aturan bahasa. Dalam buku tersebut (sejarah singkat
linguistik) juga menjelaskan bahwa aturan bahasa awalnya diatur oleh setiap
penggunanya, namun pada perkembangannya terdapat kata yang banyak digunakan dan
jarang digunakan. Sehingga muncul kesepakatan tidak langsung dari sekumpulan
manusia yang banyak. Lalu pada perkembangannya munculnya simbolisasi terhadap
sebuah kata, ini juga yang mendasari Erns Cassirer menyebut bahwa manusia
adalah makluk simbol (homo simbolicum).
Aturan-aturan terhadap bahasa menjadi
semakin ketat, karena munculnya simbol-simbol terhadap bahasa, sehingga jika
seseorang ingin mengubah satu kata dalam bahasa dia harus memahami epistemologi
dari simbol tersebut, dan kiranya hal tersebut akan menjadi sulit dilakukan.
Seperti simbol “love” dalam bentuk segi tiga yang tidak tajam dua sisi, serta
memiliki lekuk di antara dua sisi yang tidak tajam itu. Jadi, munculnya aturan
bahasa tidak lain hanya untuk mengamankan makna yang telah ada. Meskipun secara
teoritis memungkinkan seseorang mengkritik secara kritis, sebuah simbol yang
melekat pada kata dalam bahasa.
Permainan bahasa
(language game)
Permainan bahasa merupakan sebuah
konsep bahasa yang kemudian menjadi teori, yang ditemukan oleh seorang filsuf
Inggris ternama Lugwid Witgenstein. Awalnya L. Witegenstein menganggap bahwa
bahasa adalah gambar realita dalam teorinya logika gambar (Logical Picture), jika dikatakan “batu” maka menurut tersebut
batu harus memiliki wujud. Akan tetapi pada perjalanannya teori tersebut
dibantah oleh dirinya sendiri karena menemukan suatu bahasa yang tidak memiliki
gambar. Seperti kalimat “gunung emas” sepanjang usianya dia tidak pernah
menemukan gunung, karena gunung hanyalah bongkahan batu. Namun di sisi lain
kalimat tersebut muncul berdasarkan makna yang bisa dipahami sebagai alat bagi
manusia untuk menerjemahkan sesuatu. Maka sejak itu teori logical picture
ditinggalkan olehnya.
Witgenstein memahami bahasa adalah
sebagai aturan yang konsisten, sebagaimana dalam sebuah permainan. Seseorang
akan mendapat peringatan jika melanggar aturan dalam sebuah permainan, kalau
dilakukan secara konsisten maka dia bisa dikeluarkan dari permainan sebagai
konsekuensi tertinggi.
Bahasa adalah aturan yang ketat,
setiap kata memiliki makna yang siap menerkam seseorang jika itu sampaikan
tanpa aturan. Meskipun bahasa identik dengan manusia, tapi dengan kepentingan bersama
bahasa dirangkai dalam aturan-aturan simbol. Oleh karena itu bahasa menjadi
hewan buas yang ketika keluar dari mulut manusia maka dia akan menerkam suatu
makna dan juga tidak menutup kemungkinan menerkam diri sendiri sesuai dengan
simbol-simbol yang telah dibuat dalam bahasa. Adanya bahasa yang baik dan buruk
itu juga karena simbol-simbol yang diatur oleh manusia dan untuk mengatur
manusia.
_________________________________
*(Kaum akademisi dan salah
satu anggota Komunitas Tikar Merah.
Si firman mulai anu
BalasHapusBahasa hati untuk mengungkapkan rasa pada sidia yg agak susah ini bang🤭
BalasHapus