KETIKA KARNAVAL
mengatar anakku
karnaval
memperingati kemerdekaan
wajahnya dihias lucu
aku sampai lupa
kalau dia anakku
yang biasanya merengek-rengek
minta dibuatkan susu
jangan-jangan dia bukan anakku
pernah membuat perjanjian apa denganku
mungkin dia lebih nyaman
jadi anak waktu
yang tidak dibentak-bentak
menit dan detik pun tidak pernah menipu
aku harus membiasakan diri
dia bukan anakku
--biar ia terampil menyeduh susu
Ponorogo, 17 Agustus
2022
KETIKA
BERANGKAT KERJA
pagi jalanan bising
kecepatan terpapar pusing
tergesa-gesa kucing
dikejar anjing
sepeda ontel tua
melaju terbatas
dikayuh ibu tua
mengantar anaknya
diuji keterbatasan
berangkat ke sekolah
tunggu dulu semangatnya
kurasakan tidak terbatas
menderu-deru menggelora
mengejar impian tidak terbatas
aku malu
di ribuan kilometer jauhnya
pejabat-pejabat negara
pesta berjoget ria, memeriahkan
kemerdekaan negara katanya
di pinggir kemeriahan itu
masih banyak rakyat
yang berjoget nestapa
Ponorogo, 18 Agustus
2022
PENGAMEN
TUA
gitar tua
membalut lagu senja
dinyanyikan terbata-bata
yang bernyanyi
ditimpa musim merana
pengamen tua
melangkah
di trotoar lantai cor-coran
yang tidak lagi muda
lagu nada-nada lirih
menempel di hotel kelas lima
selera musik penduduk kota
mengoyak-ngoyak nalurinya
naluri menghidupi
anak sejumlah lima
pengamen tua menolak pensiun
merangkai nada-nada
digilas terik mentari
bermandi keringat air mata
pengamen tua menarik nada-nada
berat dari pita suara
mencoba mengaransemen
kenaikan berbagai harga
dengan bergembira
Ponorogo, 19 Agustus
2022
PUISI
bermula dari mimpi
memasuki lorong
panjang nang sunyi
tempat bersembunyi jutaan puisi
menghindari
kebisingan teknologi
yang natural terkapar
tertutup daki
lelah menulis puisi
tidak ada inspirasi
semua menjelma
kegagahan mesin-mesin api
dan puisi telah terbakar cemburu
terseok-seok dari kastil yunani
sampai makam
al ghazali
Ponorogo, 21 Agustus
2022
JAM
DINDING
kurasakan detiknya
jauh ke detak jantung
setiap ketukannya nasihat
untukku orang yang lalai
akrab meminjam waktu
tapi lupa mengembalikan maknanya
dermawannya ternyata
tidak menghabiskan harta
nasihati aku karena orang lalai
tangkap penjarakanku
sebelum bersua illahi rabbi
Ponorogo, 20 Agustus
2022
DUNIA
dunia semakin diam
membisu melayani
pesta manusia
dengan cara apalagi
memberi peringatan
telinga berdaki, hati buta dan tuli
kelembutan kesunyian
berubah kebisingan
ambisi pujian, demi egois
profesionalisme manusia
dunia tertatih-tatih
keriput menua
menunggu ajal
tanpa kasih sayang
terasing di apartemen
di tengah-tengah kota
Ponorogo, 23 Januari
2022
======================
memperingati kemerdekaan
wajahnya dihias lucu
aku sampai lupa
kalau dia anakku
yang biasanya merengek-rengek
minta dibuatkan susu
jangan-jangan dia bukan anakku
pernah membuat perjanjian apa denganku
mungkin dia lebih nyaman
jadi anak waktu
yang tidak dibentak-bentak
menit dan detik pun tidak pernah menipu
aku harus membiasakan diri
dia bukan anakku
--biar ia terampil menyeduh susu
kecepatan terpapar pusing
tergesa-gesa kucing
dikejar anjing
melaju terbatas
dikayuh ibu tua
mengantar anaknya
diuji keterbatasan
berangkat ke sekolah
tunggu dulu semangatnya
kurasakan tidak terbatas
menderu-deru menggelora
mengejar impian tidak terbatas
aku malu
di ribuan kilometer jauhnya
pejabat-pejabat negara
pesta berjoget ria, memeriahkan
kemerdekaan negara katanya
di pinggir kemeriahan itu
masih banyak rakyat
yang berjoget nestapa
membalut lagu senja
dinyanyikan terbata-bata
yang bernyanyi
ditimpa musim merana
di trotoar lantai cor-coran
yang tidak lagi muda
lagu nada-nada lirih
menempel di hotel kelas lima
selera musik penduduk kota
mengoyak-ngoyak nalurinya
naluri menghidupi
anak sejumlah lima
pengamen tua menolak pensiun
merangkai nada-nada
digilas terik mentari
bermandi keringat air mata
pengamen tua menarik nada-nada
berat dari pita suara
mencoba mengaransemen
kenaikan berbagai harga
dengan bergembira
memasuki lorong
panjang nang sunyi
tempat bersembunyi jutaan puisi
menghindari
kebisingan teknologi
yang natural terkapar
tertutup daki
lelah menulis puisi
tidak ada inspirasi
semua menjelma
kegagahan mesin-mesin api
dan puisi telah terbakar cemburu
terseok-seok dari kastil yunani
sampai makam
al ghazali
jauh ke detak jantung
setiap ketukannya nasihat
untukku orang yang lalai
akrab meminjam waktu
tapi lupa mengembalikan maknanya
dermawannya ternyata
tidak menghabiskan harta
nasihati aku karena orang lalai
tangkap penjarakanku
sebelum bersua illahi rabbi
membisu melayani
pesta manusia
memberi peringatan
telinga berdaki, hati buta dan tuli
berubah kebisingan
ambisi pujian, demi egois
profesionalisme manusia
dunia tertatih-tatih
keriput menua
menunggu ajal
tanpa kasih sayang
terasing di apartemen
di tengah-tengah kota
Tri Cahyadi, guru Bahasa Indonesia sekaligus pegiat literasi di SMKN Mlarak, Ponorogo. Beberapa puisi diterbitkan
dalam antologi bersama. Ia lebih cenderung menulis puisi dengan kritik sosial.
Salah satu punggawa Sanggar Interlude ini bisa di hubungi via HP: 085233645823
surel: tricahyadi3166@gmail.com.