6 Puisi M. Hari Nurdi | INTERLUDE 6.0 - Suara Krajan

SETAJAM RINDU
 
Setajam apa rindu yang melukaimu? Tanyamu. Sepanjang sembilu yang perlahan kau iriskan di sepanjang kenangku. Sepanjang mata yang menelanjangi kebebalanmu menafsirkan rindu. Setajam hujan yang menderas di sudut matamu.
Melati. Rindu apa ini yang sedemikian melukai.
 
Sumenep, 10/08/2022
 
 
AKU MENAMAIMU SENJA
 
Aku menamaimu senja. Geletar merah perkasa yang surup di sepanjang cakrawala. Yang menyuguhkan getar cinta sekaligus pahit duka dalam fragmen cuaca. Yang mencelup setengah raga Matahari dalam lekukan Samudera. Yang pelan-pelan berpendar sebelum pekat malam meraja.
 
Aku menamaimu senja. Karena aku tahu. Dirimu yang melaju dalam remang perahu. Menitip rindu yang ku tak tahu sampai kapan bertahta. Bahkan ketika semampai tubuhmu runduk dan mengisyaratkan sayonara. Melati.
 
Sumenep, 11/08/2022
 
 
DI MALANG
 
Di Malang seperti waktu yang pernah kita kenal. Aroma sejuk beradu dengan kerudung rambutmu. Mencipta replika rindu yang entah sudah bait keberapa, aku lupa. Tapi di Puncak itu, di gemeretak jagung bakar yang menuntunku kepadamu, aku tahu. Ada geletar cinta yang membekas di ujung musim. Memberiku seikat kembang tuk disemat di leher malam. Ah, betapa Malang adalah cinta yang lemak manis.
 
Sumenep, 12/08/2022
 
 
SEBELUM KORONA
 
Sebelum korona. Sebelum jarak dijaga tiba-tiba. Sebelum mata-mata saling curiga. Sebelum masker dan hand sanitizer wajib dibawa. Sebelum kutemukan sebaris kata berkerumun di beranda. "Tetaplah hidup, walaupun tak berguna."
 
Sumenep, 13/08/2022
 
 
INTERLUDE 6.0
 
Dia menyukaimu, Me. Diam-diam dia menjulurkan kepalanya ke jendela kelas mencari bayangmu. Suatu waktu dia menunggu lama sekali di depan pintu hanya untuk melirik kilas senyummu. Dia bisa berhenti begitu saja dalam sebuah perdebatan panjang saat angin membawa harum kerudung rambutmu. Lalu matanya pejam mendayu. Tarikan napasnya panjang teramu. Mata itu adalah mata para perindu yang tak butuh lagi kata-kata semu.
 
Dia mencintamu La. Lihatlah. Sepanjang hari dia bisa bercerita tentangmu tanpa jeda. Dia tumpahkan cintanya pada goresan di meja, bangku, papan, pohon dan segala yang ridha pada sayatan tangannya. Dia kirimkan lagu-lagu lewat radio, WA, atau status instagram. Lewat lagu-lagu dia bicara indah dan sakitnya cinta. Dia menangis dan tertawa di lagu-lagu untukmu.
 
Dia merindukanmu, Ti. Setiap hari dia datang lebih pagi hanya untuk melihatmu terburu-buru masuk ke kelasmu. Jika tak melihatmu sehari dia bingung sendiri. Mondar-mandir dia setiap hari di depan rumahmu hanya untuk meyakinkan dirinya sudah menyetor rindu. Dia nikmati jatuh dalam ketidakberdayaan padamu. Dia nikmati sakitnya mencintaimu. Meskipun dia sadar. Bagimu, dia hanyalah jeda. Setarik hela sebelum kata, Melati.
 
Sumenep, 14/08/2022


APA KABAR
 
Apa kabar malam yang tak henti dilamun sepi. Apa kabar hati yang tak sunyi-sunyi dirisau pandemi. Apa kabar sepatu, kaos kaki, dan baju keki yang sudah lama antre di lemari. Apa kabarmu, Melati?
 
Sumenep, 15/08/2022
 
 
=====================

M. Hari Nurdi, guru Bahasa Indonesia sekaligus pegiat literasi di SMAN 1 Sumenep. Selain di buku-buku antologi bersama, jejak puisi-puisinya bertebaran di sosial media dengan nama yang sama. Ia populer dengan puisi dengan diksi “melati” yang begitu kental akan nafas rindu yang berpilin mesra dengan elan kehidupan. Salah satu punggawa Sanggar Interlude ini bisa di hubungi via surel: harinurdi98.hn@gmail.com
 
 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak