SETAJAM RINDU
Setajam apa rindu yang melukaimu?
Tanyamu. Sepanjang sembilu yang perlahan kau iriskan di sepanjang kenangku.
Sepanjang mata yang menelanjangi kebebalanmu menafsirkan rindu. Setajam hujan
yang menderas di sudut matamu.
Melati. Rindu apa ini yang sedemikian melukai.
Sumenep, 10/08/2022
AKU MENAMAIMU
SENJA
Aku menamaimu senja. Geletar merah
perkasa yang surup di sepanjang cakrawala. Yang menyuguhkan getar cinta
sekaligus pahit duka dalam fragmen cuaca. Yang mencelup setengah raga Matahari
dalam lekukan Samudera. Yang pelan-pelan berpendar sebelum pekat malam meraja.
Aku menamaimu senja. Karena aku tahu.
Dirimu yang melaju dalam remang perahu. Menitip rindu yang ku tak tahu sampai
kapan bertahta. Bahkan ketika semampai tubuhmu runduk dan mengisyaratkan
sayonara. Melati.
Sumenep, 11/08/2022
DI MALANG
Di Malang seperti waktu yang pernah
kita kenal. Aroma sejuk beradu dengan kerudung rambutmu. Mencipta replika rindu
yang entah sudah bait keberapa, aku lupa. Tapi di Puncak itu, di gemeretak
jagung bakar yang menuntunku kepadamu, aku tahu. Ada geletar cinta yang
membekas di ujung musim. Memberiku seikat kembang tuk disemat di leher malam.
Ah, betapa Malang adalah cinta yang lemak manis.
Sumenep, 12/08/2022
SEBELUM KORONA
Sebelum korona. Sebelum jarak dijaga
tiba-tiba. Sebelum mata-mata saling curiga. Sebelum masker dan hand sanitizer
wajib dibawa. Sebelum kutemukan sebaris kata berkerumun di beranda.
"Tetaplah hidup, walaupun tak berguna."
Sumenep, 13/08/2022
INTERLUDE 6.0
Dia menyukaimu, Me. Diam-diam dia
menjulurkan kepalanya ke jendela kelas mencari bayangmu. Suatu waktu dia
menunggu lama sekali di depan pintu hanya untuk melirik kilas senyummu. Dia
bisa berhenti begitu saja dalam sebuah perdebatan panjang saat angin membawa
harum kerudung rambutmu. Lalu matanya pejam mendayu. Tarikan napasnya panjang
teramu. Mata itu adalah mata para perindu yang tak butuh lagi kata-kata semu.
Dia mencintamu La. Lihatlah. Sepanjang
hari dia bisa bercerita tentangmu tanpa jeda. Dia tumpahkan cintanya pada
goresan di meja, bangku, papan, pohon dan segala yang ridha pada sayatan
tangannya. Dia kirimkan lagu-lagu lewat radio, WA, atau status instagram. Lewat
lagu-lagu dia bicara indah dan sakitnya cinta. Dia menangis dan tertawa di
lagu-lagu untukmu.
Dia merindukanmu, Ti. Setiap hari dia
datang lebih pagi hanya untuk melihatmu terburu-buru masuk ke kelasmu. Jika tak
melihatmu sehari dia bingung sendiri. Mondar-mandir dia setiap hari di depan
rumahmu hanya untuk meyakinkan dirinya sudah menyetor rindu. Dia nikmati jatuh
dalam ketidakberdayaan padamu. Dia nikmati sakitnya mencintaimu. Meskipun dia
sadar. Bagimu, dia hanyalah jeda. Setarik hela sebelum kata, Melati.
Sumenep, 14/08/2022
APA KABAR
Apa kabar malam yang tak henti dilamun
sepi. Apa kabar hati yang tak sunyi-sunyi dirisau pandemi. Apa kabar sepatu,
kaos kaki, dan baju keki yang sudah lama antre di lemari. Apa kabarmu, Melati?
Sumenep, 15/08/2022
=====================
M. Hari Nurdi, guru Bahasa Indonesia sekaligus pegiat literasi di SMAN 1 Sumenep. Selain di buku-buku antologi bersama, jejak puisi-puisinya bertebaran di sosial media dengan nama yang sama. Ia populer dengan puisi dengan diksi “melati” yang begitu kental akan nafas rindu yang berpilin mesra dengan elan kehidupan. Salah satu punggawa Sanggar Interlude ini bisa di hubungi via surel: harinurdi98.hn@gmail.com
Melati. Rindu apa ini yang sedemikian melukai.
INTERLUDE 6.0
APA KABAR
M. Hari Nurdi, guru Bahasa Indonesia sekaligus pegiat literasi di SMAN 1 Sumenep. Selain di buku-buku antologi bersama, jejak puisi-puisinya bertebaran di sosial media dengan nama yang sama. Ia populer dengan puisi dengan diksi “melati” yang begitu kental akan nafas rindu yang berpilin mesra dengan elan kehidupan. Salah satu punggawa Sanggar Interlude ini bisa di hubungi via surel: harinurdi98.hn@gmail.com