Barangkali Saat Sunyi Menimang
Barangkali saat sunyi menimang
Engkau pulang kerahim ingatan
Menjelma sebuah kampanye kenangan
Almanak memutar masa silam
Engkau beriak seperti ombak
Mengguncang laut sajak
Diantara lokan dan ikan
Diantara riang dan gelombang
Mungkin hanya kepada sunyi
Aku bisa memelukmu kembali
Kukenang segala yang pernah
tumbuh dan patah di hatiku
Segala cakar tengkarmu, cumbu
rayumu dan seluruh tantangmu
Kulumat habis dengan tangis
yang memuisi
Barangkali waktu memburu pertikaian lain
Tentang hujan dan awan
Tentang angin dan dingin
Tentang malam dan kenang
Tentang puisi dan engkau
Berkali hati
Berkali-kali sepi
26 Juli 2022
Mari Menari Bersamaku
Mari menari bersamaku
Di bawah bentang langit
Ketika bulan terbit
Di padang kesunyian
Ketika puisi membangun lengang
Mari berpuisi:
Di senja yang berdansa
Ketika umur mendaras cakrawala
Di zaman yang tak lagi melepas pelukan
Ketika rindu lebih ibu dari iba kata-kata
Mari berpelukan:
Di bawah langit yang senja
Di bawah bulan yang berdansa
Sebab pelukan kita adalah penakluk zaman
Dan kita adalah pahlawan kesunyian
Bagi mereka yang kalah pada sunyi
Bagi mereka yang mencintai puisi
26 Juli 2022
Telah
Datang Kepadaku
Telah datang kepadaku
Sekelopak mawar di ruang tamu
Merah merekah
Semesta bercerah-cerah
Kusebut ia cinta
Di bawah langit purnama
Duhai kesunyian yang berdandut
Sampaikan salam ini agar ia menyaut
Agar sepi segera bersulang riang
Disebuah ruang bernamakan kasih sayang
Ruang Pena, 2022
Kau Ajak
Aku Berpuisi
Kau ajak aku berpuisi
Menikmati hari yang akan pergi
Terbang bersama harapan-harapan
Menitipkannya betapa segala kenang
Suatu saat akan kita baca ulang
Dalam paragraf malam yang panjang
Kau ajak aku berpuisi
Menyerahkan irama hidup
Kepada arus deras degub
Yang tak henti menantang maut
Sambil menyusuri isyarat rahasia sunyi
Lalu menjadikannya kalimat yang tak ingin mati
Kau ajak aku berpuisi
Ketika hari hampir habis
Dikikis tangis dari gagal mimpi
yang bertebaran di langit malam
Sedang ibu masih menanam
harapan sebegitu menjulang
Ruang Pena, 2022
Kepada
Sepasang Mata
Izinkan aku berteduh di sepasang matamu
Memilih jalan tirakat
Seperti potre koneng
Di goa payudan
Rela melepas kemegahan
Demi ketenteraman
Izinkan aku berkunjung pada kedua matamu
Membawa duka dan kelemahan
Membawa kesedihan dan kehampaan
Yang setia mengiringi kesunyian
Sebab aku memutuskan diri dari jerat waktu
Dengan berkunjung kedalam semestamu
Lantaran mekar senyummu adalah madu
Melepas darimu aku harus bertarung melawan rindu
Maka jika berkenan sekali lagi
Aku ingin berteduh pada sepasang matamu
Ingin kujadikan rumah sajak
Tempat taman cintaku berkembang biak
Ruang Pena, 2022
Kepada
Pemilik 17 Juli
Selamat ulang tahun duhai engkau yang bertubuh
puisi
Semoga doa-doa yang menjelma kota dalam dada kita
Menjadi tempat bermain bagi rindu dan iba ibu kata-kata
Mari rayakan ulang tahunmu
Seperti merayakan tawa masa kanak-kanak
Mimpi-mimpi mereka tidak pernah berhenti melangitkan sajak
17 juli adalah minggu yang lucu, katamu
17 juli adalah rindu, kata ibumu
17 juli adalah sajak pertamaku untukmu
Selamat ulang tahun
Duhai pemilik 17 juli
Tempat aku berpuisi
Dan tempat memainkan sajak
Sampai senja umurku nanti
Minggu, 17 Juli 2022
Aniyatin
Asdabi Basyir, santri PP. Annuqayah Latee II asal
Lenteng Sumenep, Mahasiswi semester akhir, jurusan Hukum Ekonomi Syariah,
Instik-Annuqayah.
Engkau pulang kerahim ingatan
Menjelma sebuah kampanye kenangan
Almanak memutar masa silam
Mengguncang laut sajak
Diantara lokan dan ikan
Diantara riang dan gelombang
Aku bisa memelukmu kembali
Kukenang segala yang pernah
tumbuh dan patah di hatiku
Segala cakar tengkarmu, cumbu
rayumu dan seluruh tantangmu
Kulumat habis dengan tangis
yang memuisi
Tentang hujan dan awan
Tentang angin dan dingin
Tentang malam dan kenang
Tentang puisi dan engkau
Berkali-kali sepi
Di bawah bentang langit
Ketika bulan terbit
Di padang kesunyian
Ketika puisi membangun lengang
Di senja yang berdansa
Ketika umur mendaras cakrawala
Di zaman yang tak lagi melepas pelukan
Ketika rindu lebih ibu dari iba kata-kata
Di bawah langit yang senja
Di bawah bulan yang berdansa
Sebab pelukan kita adalah penakluk zaman
Dan kita adalah pahlawan kesunyian
Bagi mereka yang mencintai puisi
Sekelopak mawar di ruang tamu
Merah merekah
Semesta bercerah-cerah
Di bawah langit purnama
Sampaikan salam ini agar ia menyaut
Agar sepi segera bersulang riang
Disebuah ruang bernamakan kasih sayang
Menikmati hari yang akan pergi
Terbang bersama harapan-harapan
Menitipkannya betapa segala kenang
Suatu saat akan kita baca ulang
Dalam paragraf malam yang panjang
Menyerahkan irama hidup
Kepada arus deras degub
Yang tak henti menantang maut
Sambil menyusuri isyarat rahasia sunyi
Lalu menjadikannya kalimat yang tak ingin mati
Ketika hari hampir habis
Dikikis tangis dari gagal mimpi
yang bertebaran di langit malam
Sedang ibu masih menanam
harapan sebegitu menjulang
Memilih jalan tirakat
Seperti potre koneng
Di goa payudan
Rela melepas kemegahan
Demi ketenteraman
Membawa duka dan kelemahan
Membawa kesedihan dan kehampaan
Yang setia mengiringi kesunyian
Dengan berkunjung kedalam semestamu
Lantaran mekar senyummu adalah madu
Melepas darimu aku harus bertarung melawan rindu
Aku ingin berteduh pada sepasang matamu
Ingin kujadikan rumah sajak
Tempat taman cintaku berkembang biak
Semoga doa-doa yang menjelma kota dalam dada kita
Menjadi tempat bermain bagi rindu dan iba ibu kata-kata
Seperti merayakan tawa masa kanak-kanak
Mimpi-mimpi mereka tidak pernah berhenti melangitkan sajak
17 juli adalah rindu, kata ibumu
17 juli adalah sajak pertamaku untukmu
Duhai pemilik 17 juli
Tempat aku berpuisi
Dan tempat memainkan sajak
Sampai senja umurku nanti
