jalan jalan sepi
seperti bilik insomnia
dalam benak letih seorang penyair
tak ada yang lewat
kata kata entah ke mana
hanya garis tipis dan tebal
bergantian mengisi ruang
pertunjukan yang begitu saja
ada tanpa tahu siapa meminta
lantas menjelma sketsa
sebentar saja
sekilas merupa
lantas memendar membuyar
seperti asap yang keluar
dari perapian yang hilang nyala
dan hendak menuju arang
dengan retak retak menghitam
tersisa gigil dalam diam
jalan jalan kini
merasa sendiri
dihela jarak yang dingin
tersapih dari langkah para perajin
hari yang dulu kerap melalui
sembari berujar lirih sekali
di sini ada sekelumit riwayat
sebagai bagian dari pencarian alamat
Bekasi, 2020
buku buku bertumpuk
berdiam diperam kesepian
menafikan percakapan
memberat di punggung waktu
lembar lembarnya sulur memanjang
lapis lapis pencarian
mereka kini dicekam waswas
oleh pendatang dengan sinyal sinyal
kerlap penggulung jarak
ada pertarungan dan ledakan
di ruang kedap kesendirian
saat sihir gambar dari pendatang itu
kelewat genit dan lucah
merangsek ke ambang cuaca
merampas arah baca
saat ruang mulai mengelam
kilat kegelisahan menyambar
buku buku itu pun merutuk:
"kapan lagi kita berkencan
bukankah letup gairahku
nyalakan ruang kelas di tubuhmu"
Bekasi, 2020
padamu kutitipkan musim yang rajin mengeja cuaca,
meski bukan sebagai senarai peramalan. barangkali
semacam arus yang membawa bermacam gugus
perumpamaan, dikekalkan lewat takzim doa dan
puasa penyucian. bukankah mesti ada yang terus
mengaliri hari, sebagai kepanjangan dari tangan
tangan mimpi.
barangkali nanti akan banyak kota menyinggahi
tahun tahun yang kaurunut, dan terlalu banyak buat
disebut. riuhnya mengantarkan mosaik warna benua,
dengan tetap menyisakan pernik pertanyaan berjela.
gambarnya menandai kalender dengan bermacam
kejutan, tetapi mungkin tak kirimkan banyak
percakapan.
kejauhan sebagai alias dari jarak, menjadi jembatan
bagi ingatan untuk berdetak. seperti jeda antara kata
dan makna, ataupun desir dengan tafsir. demikian
juga pertentangan, kecamuk masa lalu dan cemas
masa depan. bagaimanapun, kau akan mengulur
galur lewat silsilah, seperti air yang terus melangkah
ke lembah manah.
padamu kusampaikan matahari masa kecil yang
kuperam, sebagaimana amanat semesta untuk
membagikan terang dan salam. pagi akan menjadi
pengasuh yang sabar bagi kegembiraan, lalu akan
berbiak perjumpaan yang mengekalkan sejarah
kebaikan. semoga masih ada namaku, di rentang
riwayatmu sebagai puisi puisi yang menghidupi
waktu.
Bekasi, 2020
membawa selembar malam
bapak pergi ke dalam telepon genggam
ia melewati gang gang sempit
dengan sinyal sinyal terjuntai
merambati mata dan telinga
membuat hambur pesta pora
gambar gambar dan nyanyian berjela
yang diimpor dari surga
rekaan harum taman taman
dengan buah yang konon disebut terlarang
tubuh tubuh mengerlap benderang
tak jelas irama menguar
hanya gema yang ingar
lagu lagu menjadi ayat yang kirimkan
gejala panggilan lagi dan lalu ketagihan
gaduh terus saja bertumbuh
tak terdengar lagi suara bapak
entah bagaimana dapat ditemukan jejak
tiba tiba bapak muncul di kamarnya
telentang tanpa rencana
terlihat pecahan pagi berkeping
menancap di lingkar dinding
wajah bapak lebam kepucatan
tertindih pesan ibu yang tak terbaca semalaman
Bekasi, 2020
usia tak pernah mendewasakan keinginan
tetap sebagai anak anak yang rewel
dan banyak merengek
minta macam macam
katamu waktu itu di bawah pohon jambu
yang kini putik bunganya subur
menyerbuk di rambutmu
ia yang mengalir dalam darah
teramat pintar merunut di wajah perubahan
sering berjingkat dan lalu melesat
seperti menemukan kebaruan
dari petualangan selalu memikat
menua adalah mencari jalan mengingat masa kanak
barangkali masih terasa manis tersisa
dari hal hal kecil dan sederhana
namun kau pun pasti bingung dan tak menghitung
telah berapa tahun melupakan limun
Bekasi, 2020

Terima kasih redaktur Suara Krajan. Salam progresif
BalasHapus