Metamorfosis Perpisahan
/1/
Semenjak kau pergi
aku seperti telur
—timbul retakan
lalu keluar lebih buruk
/2/
Tak terasa lima hari kita pisah
Di instagram, kau peluk mesra pria lain
Jemariku bak kena ulat bulu
mengirimkan komentar:
“Semoga berbahagia,
daun hijau yang telah kubuat berlubang”
/3/
Cinta kita telah jadi kepompong
menggantung di ranting masa lalu
/4/
Kucoba terbang ‘tuk dekati langit ungu
Tapi kenangan adalah angin
mengoyak-ngoyak sayap kebebasanku
2022
Hal-hal yang Membuat Kau dan Aku tak Sama
/1/
Kau ombak
kerap kali menggoda bibir pantai
kadang tenang, kadang garang
sedang aku pohon kelapa
yang pasrah tiap kali angin ingin
mengembuskanku ke kanan-kiri,
ke depan-belakang
/2/
Kau perahu dengan layar putih
menjala hal tak pernah cukup
sedang aku batu karang
yang hitam dan pendiam
/3/
Kau burung camar yang terbang
melihat sesuatu besar
menjadi tampak kecil
sedang aku kelomang
senang bersembunyi
dalam diri sendiri
2022
Pengabdi Mantan
Beberapa tahun lalu, hatiku bertamu ke hatimu.
Aku seperti tamu tak tahu diri. Masuk lebih dalam ke kamar, berbaring di
kasur—kehilangan daya gerak. Sebab cinta melumpuhkan waktu, melumpuhkan aku.
Kita berteman, lalu berpacaran, kemudian berpisah, tidak saling komunikasi, menjalin hubungan pertemanan kembali, dan tak menemui titik (begitulah lingkaran setan berputar)
Hari ini kita berada pada posisi tak saling komunikasi. Rasa rindu dan benci tumbuh jadi puisi. Dan bagaimana aku dapat melupakanmu? Kau seperti bunyi lonceng, seperti kursi roda bergerak sendiri menghantui malamku (sebelum aku mengantuk dan mengutuk kau).
Aku berharap besok pagi terbangun sebagai anak berusia 7 tahun. Setelah aku membuka mata yang terlihat senyum ayah-ibu. Bukan wajah kesedihan yang hidup kembali tiap kali ia mati.
2022
Rudi Setiawan
,
pria introvert yang tinggal di Kota Depok. Kadang-kadang menulis puisi,
kadang-kadang tidak menulis puisi. IG: @rudi_setiawan36
Semenjak kau pergi
aku seperti telur
—timbul retakan
lalu keluar lebih buruk
Tak terasa lima hari kita pisah
Di instagram, kau peluk mesra pria lain
Jemariku bak kena ulat bulu
mengirimkan komentar:
“Semoga berbahagia,
daun hijau yang telah kubuat berlubang”
Cinta kita telah jadi kepompong
menggantung di ranting masa lalu
Kucoba terbang ‘tuk dekati langit ungu
Tapi kenangan adalah angin
mengoyak-ngoyak sayap kebebasanku
Kau ombak
kerap kali menggoda bibir pantai
kadang tenang, kadang garang
sedang aku pohon kelapa
yang pasrah tiap kali angin ingin
mengembuskanku ke kanan-kiri,
ke depan-belakang
Kau perahu dengan layar putih
menjala hal tak pernah cukup
sedang aku batu karang
yang hitam dan pendiam
Kau burung camar yang terbang
melihat sesuatu besar
menjadi tampak kecil
sedang aku kelomang
senang bersembunyi
dalam diri sendiri
Kita berteman, lalu berpacaran, kemudian berpisah, tidak saling komunikasi, menjalin hubungan pertemanan kembali, dan tak menemui titik (begitulah lingkaran setan berputar)
Hari ini kita berada pada posisi tak saling komunikasi. Rasa rindu dan benci tumbuh jadi puisi. Dan bagaimana aku dapat melupakanmu? Kau seperti bunyi lonceng, seperti kursi roda bergerak sendiri menghantui malamku (sebelum aku mengantuk dan mengutuk kau).
Aku berharap besok pagi terbangun sebagai anak berusia 7 tahun. Setelah aku membuka mata yang terlihat senyum ayah-ibu. Bukan wajah kesedihan yang hidup kembali tiap kali ia mati.
