Kepada
Aunty Gunturgeni Amalia 301
Langit membentang lapang, membagi dirinya
menjadi tiga tangga: satu pada mataku, dua pada matamu, dan tiga pada semesta
puisi ini.
Setiap waktu diri diajak berjalan-jalan, meyusuri
hari-hari yang hampir habis dikikis zaman dengan bahasa-bahasa puisi. Melalui percakapan kecil
yang entah selalu mampu melipat jarak. Dada kami dilintasi gemintang keriangan.
Adalah cinta, sebuah bahasa yang mampu
menampung kesetiaan zaman. Adalah cinta, anafora kasih yang tumbuh anak-anak kisah asih, ngaung rindu mendengung,
dan kita junjung sajak putih paling agung.
Sebab cinta dunia ini tercipta, sebab cinta dunia
ini ada, sebab cinta kau dan aku berjumpa, sebab cinta kita bakal mengenal bahasa
surga, begitulah setiap kali hendak memulai percakapan.
Semesta yang tak ingin kau kotori dengan
komentar kotor, semesta yang tak ingin kau isi bahasa teror. Sebab sunyi terlampau
paham: mana yang mesti kita bintangi, ataumana mesti kita buahi.
Jika ada yang bertanya sekali lagi tentang
cinta. Kemarilah, akan kuceritakan, betapa semesta kami penuh dengan nyanyian
puisi!
Mata Pena, 2022
Ingin Aku
Mencintaimu
Ingin aku mencintaimu di mana saja, kapan pun
saja dan kau menjelma apa saja, manakala ketiadaanmu telah kurasa kosong, dan
kutemukan cintamu bermain pingpong.
Sekalipun kau tak mencintaiku, madah ini tetap
kutulis untukmu, sebab rindu abadi bermukim di rahim sunyi, tempat tuhan dan
kau biasa bermain hati.
Ingin aku pedal kesedihan di jalan panjang tak
berujung, di sebuah labirin tak berdinding, dan kau berputar-putar dengan
kenangan bagai gasing.
Ingin aku menulis sajak cinta untukmu.
Bila kekosongan cintamu mengetuk-ngetuk langit khayalku.
Ingin aku merayu tuhan, ingin aku bercerita
pada malam, ingin aku lukis semua keindahan, kesedihan, tentang hidupku, meski
klise, ditelingamu.
28 Mei 2022
25 Mei
adalah Kamu
: Kepada Bunda Yayuk Amalia Dekorasi
Selamat ulang tahun, bunda, sengaja kumulai
salam percakapan ini dengan ucapan selamat ulang tahun, memainkan judul bahwa
ini hari adalah harimu, mula-mula kau tumbuh sebagai madah, meski adamu lebih
sederhana dari sajak Sapardi, tapi semoga abadi seperti sajak Rumi, setidaknya
dalam puisi ini.
Malam ini kau daki puncak bukit sunyi paling
hakiki, dengan tiga tangga puisi, ditemani nyala lilin yang siap kau tiup,
meniup usia yang selalu bersujud, lalu menutup senja yang timbul-tenggelam di
sepasang matamu, dengan amin yang kau imani, semoga mata air--air mata
keberkahan hidup mengalir di sepanjang kesunyian yang berdangdut.
Sebab dari ufuk yang terlampau jauh, keabadian
dan keinginan adalah angan paling amin, di mana aminmu--aminku menusuk langit, memeluk
bulan, memetik bintang, membesuk cahya paling terang, sebagaimana pagi yang
membangunkanmu barkali-ulang.
Semoga tahun ke tahun nyanyian ulang tahun ini
bermain lilin, sebagaimana sajak ini yang ingin kumulai lagi dengan salam ucapan,
"selamat ulang tahun, bunda."
25 mei 2022
Pendekar
Kata-Kata
: kepada Kak Asqalanie
Selamat ulang tahun
Semoga kata-kata
memelukmu bagai embun
Tak ada lilin malam ini
Tak ada lilin kemarin
Malam rebah ke dada, langit kehilangan warna,
aku duduk bersila menghadap langit hitam, sambil memandang jejakmu membunuh
tualang, di segala pengembaraan kata-kata, di seluruh pangkuan bahasa cinta.
Dari mata batin rindu kulihat puisi-puisi
akrab menyapa tubuhmu, seperti bunga yang kerap didatangi kumbang dan
kupu-kupu, tiba-tiba kau menggugurkan kelopakmu untuk tumbuh sebagai putik
yang baru.
Selamat ulang tahun
Semoga malam-malam
Tak ada lilin untuk kumatikan
Tak ada lilin untuk kau matikan
Cukup kita rayakan tualang usia
Di mimbar pengembaraan kata-kata
25 Mei 2022
Sajak untuk Aluf
9 Juli jatuh ke tubuhmu
Meriwayatkan hari-hari
Mewartakan masa depan
Tentang tangis majasmu
Dalam degup peluk ibu
Langit kali ini bersajak
Bagai tawa masa kanak
Dalam kolom almanak
Dan engkau tumbuh
Sebagai sajak subuh
9 Juli jatuh ke tubuhmu
Ketika ruh telah utuh
Dan orang-orang berselendang ingin
Sedang engkau berkalung liontin
Mata Pena, 9 Juli 2022
Sajak untuk Abel
Waktu terus melaju dari terminal angka
satu ke angka tak bertuju. Sebuah teka-teki bagi kita yang suka lupa
menertawakan diri sendiri, mewartakan labirin bagi mimpi-mimpi. Engkau yang
lihai menerobos sunyi. Melepas cemas bersama Mei yang timpang menerbangkan
layang-layang. Menandur haru begitu lucu. Sedang masa depan kau masak pada
tanda tanya?
Sajak ini, akan berlari dari terminal
angka satu ke angka tak bertuju. Tempat engkau menanami Mei dengan tawa dan
rindu.
2022
Di Bawah
Gerimis Puisi
Tepat di bawah gerimis yang jatuh itu, Kekasih
Doa-doa tengadah menyebut namamu
Di dada, kusibak segala resah
Agar perih tak semakin parah
: rupanya rindu masih berkuasa
di mimbar puisi.
Tepat selepas gerimis yang jatuh itu, Kekasih
Kuperam sambil kuliarkan pada segala macam ingatan
Namun namamu tetap tunggal dalam kitab puisi
Meski ribuan nama kusepih sebagai wajah bidadari
namamu adalah doa bunga matahari pagi
doa pengantar menghidupi diri.
Setelah gerimis reda, Kekasih
Kenangan itu abadi di mimbar puisi
Tempat pertama kali senyumku tumbuh
Sebelum akhirnya aku ingin mengeluh.
Setelah gerimis benar-benar habis, Kekasih
Kukira perih akan segera pergi
Ternyata aku salah besar
Namamu tertinggal di sini puisi
Dan orang-orang sering berkata,
"kasihan penyair yang satu ini!"
Mata Pena, 5 Juli 2021
Birokrasi
Malam
Aku menyusun bahasa di antara birokrasi malam.
Memotret bingkai masa lalu di sepotong puzzle ingatan. Sebuah lanskap kenangan
yang kerap berjatuhan saat malam mulai menua dan aku duduk di dekat jendela.
Aku selalu pandai berangan-angan. Misal;
tiba-tiba kudatangkan engkau ke hadapanku. Melengkapi malam yang selalu tabu.
Aku menjelma bulan yang kesepian dan kau bintang berkerjapan. Kita bercinta
sepanjang malam.
Apa kabar kamu? Aku selalu bertanya kepada
diriku setiap waktu. Sebab, aku merasa berdosa bila berhenti mencintaimu.
Malam-malam kucengkeram dengan genggaman mata
pena. Mengakrabi rindu yang klise, mencatat seluruhmu yang klise, mengingat
kenangan-kenangan yang klise.
Apa kabar kamu? Aku selalu bertanya kepada
diriku setiap waktu. Sebab, aku merasa berdosa bila berhenti mencintaimu.
29 Mei 2022
Sajak untuk KKN (1)
:Al-Amin Prenduan
Tak ada KKN hari ini
Tak ada KKN kemarin
Sebab merindu adalah perihal
menjadi puisi yang piatu
#miftah
Kau pernah bertanya padaku,
“Kenapa tidak ikut menangis?”
Jawabannya kutemukan sekarang
Ketika sunyi membentuk kenang
Dan bayangmu mencipta
jalan kota di kepala
#maya
Pernah kita bercakap kecil
Mengurai puisi yang hitungannya selalu ganjil
Dan aku suka percakapan kita
ketimbang mencari kata-kata
#astrid
Tak henti-henti kau berpesan,
"Jangan lupakan kami,
sebab rindu telah abadi
di dada Al-Qodiri."
Maka, sekarang kutagih ulang
Agar kau tak lupa pulang
#vina
Kita telah membentuk
sejarah yang entah!
Sungguh, kebodohanku
adalah mencipta tawa berbintang
dalam ingatan panjang anak-anak
Dan kita tertawa membentuk sajak
17 Januari 2022
Sajak untuk KKN (2)
:Al-Amin Prenduan
Di ujung jantung puisi ini
Sunyi kita sapa tiada henti
Adakah luka yang abadi?
Di sini, tempat menukar sapa
Dengan segala canda fana
; adakah sajak untuk Al-Qodiri?
17 Januari 2022
Fadhil
Sekennies, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa.
Mengabdi di Lembaga Al-Qodiri Pakondang Rubaru Sumenep. Bergiat di Competer
Indonesia (CI), Majelis Sastra Mata Pena (MSMP), Komunitas Penulis Al-Qodiri (KOPI).
Puisi-Puisinya pernah tersiar di Radar Madura, Pos Bali, Harian Bhirawa,
Nusantara News, Takanta ID, NU Online Sumenep, Sumenep News, Poetry Prairie,
Majalah Tafakkur, Majalah Sidogiri, Isyarat Gelombang III dan beberapa antologi
komunal. Pernah menjuarai beberapa event nasional ; juara 3 Cipta Puisi
Vetpagama 2021, juara 4 Cipta Puisi Poiesis Indonesia 2021, juara 2 Cipta Puisi
AIS 2022, juara Cipta-Baca Puisi IIPG 2022, juara cipta puisi Ramadhan 2022
bersama Competer Indonesia. Bisa dijumpai di Facebook : Fadhil Sekennies,
Instagram : @sekennies.
Bila kekosongan cintamu mengetuk-ngetuk langit khayalku.
: Kepada Bunda Yayuk Amalia Dekorasi
: kepada Kak Asqalanie
Semoga kata-kata
memelukmu bagai embun
Tak ada lilin malam ini
Tak ada lilin kemarin
Semoga malam-malam
Tak ada lilin untuk kumatikan
Tak ada lilin untuk kau matikan
Cukup kita rayakan tualang usia
Di mimbar pengembaraan kata-kata
Meriwayatkan hari-hari
Mewartakan masa depan
Tentang tangis majasmu
Dalam degup peluk ibu
Bagai tawa masa kanak
Dalam kolom almanak
Dan engkau tumbuh
Sebagai sajak subuh
Ketika ruh telah utuh
Dan orang-orang berselendang ingin
Sedang engkau berkalung liontin
Doa-doa tengadah menyebut namamu
Di dada, kusibak segala resah
Agar perih tak semakin parah
: rupanya rindu masih berkuasa
di mimbar puisi.
Kuperam sambil kuliarkan pada segala macam ingatan
Namun namamu tetap tunggal dalam kitab puisi
Meski ribuan nama kusepih sebagai wajah bidadari
namamu adalah doa bunga matahari pagi
doa pengantar menghidupi diri.
Kenangan itu abadi di mimbar puisi
Tempat pertama kali senyumku tumbuh
Sebelum akhirnya aku ingin mengeluh.
Kukira perih akan segera pergi
Ternyata aku salah besar
Namamu tertinggal di sini puisi
Dan orang-orang sering berkata,
:Al-Amin Prenduan
Tak ada KKN kemarin
Sebab merindu adalah perihal
menjadi puisi yang piatu
Kau pernah bertanya padaku,
“Kenapa tidak ikut menangis?”
Jawabannya kutemukan sekarang
Ketika sunyi membentuk kenang
Dan bayangmu mencipta
jalan kota di kepala
Pernah kita bercakap kecil
Mengurai puisi yang hitungannya selalu ganjil
Dan aku suka percakapan kita
ketimbang mencari kata-kata
Tak henti-henti kau berpesan,
"Jangan lupakan kami,
sebab rindu telah abadi
di dada Al-Qodiri."
Maka, sekarang kutagih ulang
Agar kau tak lupa pulang
Kita telah membentuk
sejarah yang entah!
adalah mencipta tawa berbintang
dalam ingatan panjang anak-anak
Dan kita tertawa membentuk sajak
:Al-Amin Prenduan
Sunyi kita sapa tiada henti
Adakah luka yang abadi?
Dengan segala canda fana
; adakah sajak untuk Al-Qodiri?
Lup yuuuu😍🥰🥰
BalasHapusMasya allah. Bagus2 hasil goresan penanya . Walau gak ngertii puisi, tp aku menikmati setiap kata demi kata. Semangatt terus nulisnya... 👍💪🤗✨
BalasHapusMantap Fadhil!! 🥰👍 smoga makin sukses berkarya, ya..
BalasHapus