ANAK LAKI-LAKI BEDEBAH, LAHIR BERSAMA GIGI DI
MULUTNYA
Anak laki-laki bedebah, lahir bersama gigi di
mulutnya,
Rambut di kepalanya,
Duduk di sudut, di buai tidak,
Juga tidak di lutut seseorang,
Merah segar rambutnya seperti pohon cemara di musim dingin, dan dalam pijar
Anak laki-laki bedebah pergi melalui pepohonan, di kepalanya
tidak bertopi,
Ia meluangkan jalan, adalah raksasa,
Setinggi satu inci, ia mengambil arah.
Sepuluh tahun berlalu, si Cantik tengah
tertidur, raksasa
tumbuh,
Laki-laki itu tumbuh dalam tidur, terus tumbuh, sepuluh tahun yang lain
Dan raksasa adalah raksasa, tumbuh pasti,
Ia pergi melalui pepohonan.
Di dalam mimpinya ia melihat tiga orang
laki-laki yang membawa dunia di atas
bahu mereka,
Dengan pesona ia menyambar, dan sambar pesona ia tertawa,
Tawa luruh sudah dan luruh jatuh seperti sebuah
pohon oak,
Pohon-pohon oak tumbang lebur di sepanjang jarak dan
tinggi,
Lalu bersandar pada daratan, tidur,
Mereka tidur, mereka mimpi, mereka luruh,
pembawa surat
dunia.
Rambut di kepalanya,
Duduk di sudut, di buai tidak,
Juga tidak di lutut seseorang,
Merah segar rambutnya seperti pohon cemara di musim dingin, dan dalam pijar
Anak laki-laki bedebah pergi melalui pepohonan, di kepalanya
tidak bertopi,
Ia meluangkan jalan, adalah raksasa,
Setinggi satu inci, ia mengambil arah.
tumbuh,
Laki-laki itu tumbuh dalam tidur, terus tumbuh, sepuluh tahun yang lain
Dan raksasa adalah raksasa, tumbuh pasti,
Ia pergi melalui pepohonan.
bahu mereka,
Dengan pesona ia menyambar, dan sambar pesona ia tertawa,
Tawa luruh sudah dan luruh jatuh seperti sebuah
pohon oak,
Pohon-pohon oak tumbang lebur di sepanjang jarak dan
tinggi,
Lalu bersandar pada daratan, tidur,
dunia.
Bejana emas
Dalam mimpi
Langit terbuka
Dari pergelangan kaki hingga puncak pohon
Menekuk pohon
Meledak murka
Kami murka
Menantang hidup abadi
Dan terobek
Menghijaukan kami
Menantang tonggak pintu
Udara
Tercurah untuk kami
Kami adalah daun pada pohon
Menyentuh udara
Seperti harta karun Raja
Pepohonan
Berada di dalam pijar yang memerah.
Mendirikan rumah untuk menangkap sinar surya,
Membuka jendela-jendela kami di atas lembah;
Lalu, terduduk di bawah pohon dan mendengarkannya,
Bertukar gurau dan mendiskusikannya,
Bagaimana bunga itu berada di sana, di dekat ladang,
Di atas jalan mereka pada hutan, sebelum gunung-gunung menjadi
gelap pada Bohemia,
Gunung-gunung Bohemian, hutan-hutan Bohemian,
Di kedalaman hutan Balkan,
Di kedalaman debu Balkan,
Di mana pohon pinus, cemara dan willow bangkit dari pasir, seekor burung
putih bertengger
Di sisi atas kejauhan Danube, memanjatkan tangis kesedihan.
TAPI BAGAIMANA JIKA HARI-HARI YANG BAIK MENUBRUK KELU KAMI
Jika tak ada kelu, bagaimana kami sanggup bertahan,
Jika tak ada kelu, bagaimana kami sanggup bertahan karena sajak-sajak
tampak nihil makna sudah,
Ini, pujian generasi sekarang:
Kami telah menulisnya, puisi itu, lalu kami menjadi kelu, mendengar:
Sekaranglah waktunya menabuh genderang,
Dan suara genderang ketika bisunya kegelapan mendahuluinya,
Curamnya kegelapan yang tak mampu melanting bahana,
Dua kali, tidak,
Di sini sudah tujuh kali Resimen Hitam menghimpun,
di bawah spanduk hitam,
Dan ini tak serupa, kala itu di sinilah tempat berhimpun, dan
inilah waktunya
Dan sekaranglah gemuruh genderang berbicara:
Sebelum pepohonan meledak menjadi bunga,
Dan hingga, meski dasawarsa emas ini telah memulai dan
menghela dekat,
Pertemanan yang langka menjadi lelah, ini emas berubah
menjadi baja.
KAYU POHON CEMARA YANG DULU TERAWAT AKRAB
Seluruh jalan dari hutan Balkan menuju tanah berhutan ini,
di sini
Terawat akrab, alat pengukur kompor itu tertutup sebelum petang, untuk menjaga
panas tungku,
Betapa kekalnya dunia ini, mengerikan, di sini, selalu
di sini
Kami hanya bergerak,
Dan aku harus menempuh pikiran dengan berbuat, apa yang
dimula
Menunggu surat yang tak akan kunjung,
hutan
Ini adalah hutan masyhur, ini adalah kekayaan agung dari Balkan hingga
pohon ini,
Ini adalah warisan dari leluhur, para penyair, juga, beristirah
di sana,
Oh, akhirnya aku dapat mengatakannya, mereka beristirah di sana,
Menggali runtuh, memeras dengan upaya keras di bawah
lempeng rumput,
Benar juga: mereka tengah istirahat,
Aku iri pada mereka si hutan masyhur ini, angin membuatku menikung
ke depan
Dan membawa pegawaiku ke dalam badai tak berkesudahan,
Angin berhembus di seberang makam mereka,
yang lesu di puncak pepohonan,
Ketika kami, kami sendiri, beranjak menyeberang danau beku, hendak pergi
ke mana? pada yang berbunga.
Nama : Eka Ugi Sutikno
Gawai : 081911154291
Facebook : https://web.facebook.com/ekaugisutikno?_rdc=1&_rdr
Instagram : https://www.instagram.com/ekaugisutikno/
Surel : ekaugisutikno@gmail.com
Linktree : https://linktr.ee/ekaugisutikno