MENUNGGU NAN ASYIK
hanya ia yang bisa merumuskan, perihal
menunggu yang nikmat saat perjalanan
tak cukup segenggam erat you c
untuk mengusir gigitan sariawan
akhirnya ia membuka diri bagi sekotak
wafer tango, dan rimbun rumput
dari halaman buku puisi o
ia sabar memilih satu kursi
yang menghadap sebuah hati
kursi dengan pantat lebar, mampu
menahan bebat ton kerinduan
sungguh mengasyikan
hanya ia yang bisa mendeskripsikan
perihal menunggu tanpa batas waktu
benarkah tubuh memiliki derap
yang berbeda dalam mensiasati
bisikan dan bayanganmu seluruh
ia harus memercayai bahwa perjalanan
ini
akhirnya menjadi cara mencari frekuensi
sebagaimana pasangan hidup
dan orang-orang terkasih
bisa terang dan tak saling sembunyi
ia telah siap menunggu penuh elan
ia memercayai, ia juga memiliki
tubuh embun nan sarat senyuman
2022
SERENADA
pada akhirnya kita akan menumbuhkan
hati
menjadi sebuah lobi yang lega
dengan sofa empuk dan udara sejuk
percakapan jarum jam dan riak air
kolam
memenuhi ruangan, lantai berkilau
memantulkan wajah-wajah lampau
kenangan, apakah kita sama tertidur?
saat langkah-langkah bersahutan
begitu sasar dan membangunkan selasar
lalu diam-diam kuletakkan
sebutir matahari di meja kerjamu
aku ingin tahu, apakah ia akan ragu
terbit dan tenggelam secara kontinu
kita akan sama tertawa saat tomat
dalam kotak bekalmu, tiba-tiba meloncat
mengira dirinya adalah warna merah
dari sebuah pelangi saat nuh
menjatuhkan tongkat ke samudera
terbelah. apakah dirimu telaga
bagi sebotol air dengan potongan lemon
tanpa gula
2021
IHWAL TERBUKA
sesuatu yang terbuka
bermula
dari rahasia di plengkung gading
tentang sebuah keajaiban
bagaimana menumbuhkan hening
pagi dan senja, sarat pintu
jendela, dan payung biru tua
lalu, kita hirup
kuat-kuat
saat hangat air mata teraduk perlahan
dengan derai sapa manja
saling meniti di kedalaman mata
palung derita, lanskap bahagia
selalu ada yang melangkah
lalu berlari menembus luka
sesuatu yang terbuka
bisa jua
berawal di bukit bintang
ketika tempias senyum
membuat kulit kita merah suam
adakah kaitan antara aliran tenang
dan pembuat karam, bukankah ada
yang memulai dengan erat gengam
2022
KISAH AIR
pagi mengisahkan segala bumi,
ranting trembesi, juga segelas kopi
menari dalam liuk ombak dan matahari
yang berdetak-detak murni
selalu ada dirimu, yang timbul tenggelam
bak daun jatuh di jeram ledok sambi
kupikir kita telah jauh berlari
dari titik mata air umbul tirta budi
namun di tiap sungai yang mengalir
juga dalam rembes sumur pembasuh kelir
kutemui bisikkan dirimu
lagi dan lagi, menyelinap hadir
bagaimana bisa aku menjauh dari wajah airmu
yang meraup penuh bulan di puncak becici
tiap waktu dan dalam tiap kedip mimpi
seperti pagi ini, lengkap dengan langit biru
hutan perdu, juga segelas rindu abadi
2022
MEMANDANG JOGJA
adakah yang lebih mesra
dari memandang jogja
di mana wajahmu selalu saja
rajutan sekeranjang bahagia
begitu renyah kukulum juga
sari-sarinya, adakah di kotamu
kau melihat hal yang sama?
kota sebuah puisi yang hanya
menawarkan abadi, termasuk
duka yang terus berlari
kurasa tidak ada yang lebih mesra
dari memandang jogja
di mana kenangan seperti air bah,
begitu deras tawa, sarat air mata
bagaimana sebuah minggu di stasiun tugu
bisa membawa semusim penuh rindu
yang menggigil pada sebuah pagi
yang menghentak pada jejak
selalu kembali pada titik pertemuan
yang selalu asyik dikenang
yang selalu mampu menjadi pelipur
pada tiap ombak yang hadang
mungkinkah ada yang lebih mesra
dari memandang jogja
yang selalu penuh dengan wajah
dengan rajutan sekeranjang bahagia
2022
menunggu yang nikmat saat perjalanan
tak cukup segenggam erat you c
untuk mengusir gigitan sariawan
wafer tango, dan rimbun rumput
dari halaman buku puisi o
yang menghadap sebuah hati
kursi dengan pantat lebar, mampu
menahan bebat ton kerinduan
sungguh mengasyikan
perihal menunggu tanpa batas waktu
benarkah tubuh memiliki derap
yang berbeda dalam mensiasati
bisikan dan bayanganmu seluruh
akhirnya menjadi cara mencari frekuensi
sebagaimana pasangan hidup
dan orang-orang terkasih
bisa terang dan tak saling sembunyi
tubuh embun nan sarat senyuman
SERENADA
menjadi sebuah lobi yang lega
dengan sofa empuk dan udara sejuk
memenuhi ruangan, lantai berkilau
memantulkan wajah-wajah lampau
kenangan, apakah kita sama tertidur?
saat langkah-langkah bersahutan
begitu sasar dan membangunkan selasar
sebutir matahari di meja kerjamu
aku ingin tahu, apakah ia akan ragu
terbit dan tenggelam secara kontinu
dalam kotak bekalmu, tiba-tiba meloncat
mengira dirinya adalah warna merah
dari sebuah pelangi saat nuh
menjatuhkan tongkat ke samudera
bagi sebotol air dengan potongan lemon
tanpa gula
IHWAL TERBUKA
dari rahasia di plengkung gading
tentang sebuah keajaiban
bagaimana menumbuhkan hening
pagi dan senja, sarat pintu
jendela, dan payung biru tua
saat hangat air mata teraduk perlahan
dengan derai sapa manja
saling meniti di kedalaman mata
palung derita, lanskap bahagia
selalu ada yang melangkah
lalu berlari menembus luka
berawal di bukit bintang
ketika tempias senyum
membuat kulit kita merah suam
adakah kaitan antara aliran tenang
dan pembuat karam, bukankah ada
yang memulai dengan erat gengam
KISAH AIR
ranting trembesi, juga segelas kopi
menari dalam liuk ombak dan matahari
yang berdetak-detak murni
selalu ada dirimu, yang timbul tenggelam
bak daun jatuh di jeram ledok sambi
dari titik mata air umbul tirta budi
namun di tiap sungai yang mengalir
juga dalam rembes sumur pembasuh kelir
kutemui bisikkan dirimu
lagi dan lagi, menyelinap hadir
yang meraup penuh bulan di puncak becici
tiap waktu dan dalam tiap kedip mimpi
seperti pagi ini, lengkap dengan langit biru
hutan perdu, juga segelas rindu abadi
MEMANDANG JOGJA
dari memandang jogja
di mana wajahmu selalu saja
rajutan sekeranjang bahagia
begitu renyah kukulum juga
sari-sarinya, adakah di kotamu
kau melihat hal yang sama?
kota sebuah puisi yang hanya
menawarkan abadi, termasuk
duka yang terus berlari
kurasa tidak ada yang lebih mesra
dari memandang jogja
di mana kenangan seperti air bah,
begitu deras tawa, sarat air mata
bagaimana sebuah minggu di stasiun tugu
bisa membawa semusim penuh rindu
yang menggigil pada sebuah pagi
yang menghentak pada jejak
selalu kembali pada titik pertemuan
yang selalu asyik dikenang
yang selalu mampu menjadi pelipur
pada tiap ombak yang hadang
dari memandang jogja
yang selalu penuh dengan wajah
dengan rajutan sekeranjang bahagia