4 Puisi A Farhan | Jokotole - Suara Krajan

Segara*
 
Laut dan ombak telah menjadi saksi
Singgahan bukit tengger ke pantai timur
Berbekal perahu menuju arah angin
Kaulah pribumi raja yang tak kecil
 
Tanah-tanah tabah diinjak telanjang
Perjalanan adalah derita panjang
Dihukumi nenek moyang
 
Lalu, Dulu ada sesosok wanita menelan bulan
Dan seizin pun terkabul. Ia lahirlah anak;
Anak laki-laki, anak molek, anak bengis.
 
Wajahnya separuh nostalgia
Ia bernama segara! “pekik orang dalam mimpi setiap waktu”
 
Dari balik rindu yang tak runtuh
Di mana dahulu jiwamu berteduh tenang
Dan di mana tubuh ditidurkan,
Hingga sekarang sejarah berterbangan.
 
Perpus lubtara, 2022
 
 
Lesap*
 
Petilasan sudah lama tumbuh
Barat, timur bagian telapak jejak
Cahayanya menanggung nasib
 
Kemarilah nak tatap wajah ibu
Sedikit saja, bukalah matanya
Agar tak pucat dalam lelap.
 
Ketika kau masih bayi
Cinta selalu berlayar dengan ramah
Mengajaibkan suara di kala rinai putih salju
 
Tapi menga kau menantang raja
Sebab kebijakanmu dalam mengusir penjajah
Adalah sinar hadir pada kegelapan
Membawa suci pulau samudera?
 
Mengapa pula kau merebut wilayah
Sebab empat kota pulau madura
Perjuangan dirimu menantang lelah?
 
Pertanyaan inilah yang ibu ragukan
Jangan bisu, jawablah, jawablah nak.
 
Ditariknya tangan ibu
Diletakkan di hidung lalu ciumlah
Rasakan lembut surga
 
Ibu, jika wafatku adalah kegelisahan
Hanyutkan mayatku ke luas sungai
Agar dosa dan hati ibu yang pernah gelap
Terbasuh laut, jika sudah terjadi
Maka ruhku akan menuntut balas, demi ibu
Semua harapan yang ibu ajarkan warna-warna cinta
 
Perpus lubtara, 2022
 
 
Pragalba*
 
“Syahadat kubaca dari hati ke jiwa, jiwa ke hati”
 
Suara itu tiba-tiba muncul di alam
Dengan wangi minyak misyik melayang,
Semua orang terkejut meski auranya,
Berlagak yang bukan ingin.
 
Dan penobatan pun tertiup dari barat
Kalam ilahi menjadi tanda penghijrahan
Saat kedudukan di atas samudera
 
Islam memeluk pada tubuh
Pragalba berkata, “sungguh agamaku adalah cahaya”
Kunikmati hidupku dengan zikir
Sebab aku lahir karena tuhan.
 
Para patih pun hadir di kediaman
Maminta restu, serunduk padi
Agar rakyat mengiakan tanpa ikut
Jika bersujud ikhlas, hingga tiada tanya.
 
Perpus lubtara, 2022
 
 
Jokotole*
 
Malam telah membawa janji tandas
Menjelang besi menyulam ke pusaran langit
Adi poday terharu tanpa kata-kata
Nyalanya membara seraya embun jatuh
Di gerbang yang rupanya menawan
 
“aku berbekal barokah dari guru” pinta laki sejati
Mukanya mirip baja, memulai tanda ruh dan hati.
 
Seribu besi pun gemerlap tinggi
Lagu-lagu mpuh hidup di temaran bulan
Kusaksikan adalah isyarat hayalan
Dengan kutangkap suara itu bijaksana
 
Sesampainya keremangan ini hadir
Terangkai, burung-burung pulang tanpa arah,
Negeri pusaka kokoh; dalam pewaris kenangan.
 
Perpus lubtara, 2022
 
 

 
Catatan: karakteristik dan judul puisi ini saya ambil dari buku puisi antropologi hilang karya, M. Helmy Prasetya.
 

======================
A Farhan Lahir di sumenep, 17 mei 2003 Santri PPA, lubangsa utara.Bergiat di sanggar sabda, sanggar GSK (gubuk sastra kita), karya-karyanya  dimuat beberapa media. Sekarang menetap di komplek LBQK (Lembaga Bimbingan Qira’atul Qutub) guluk-guluk sumenep madura.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak