Singgahan bukit tengger ke pantai timur
Berbekal perahu menuju arah angin
Kaulah pribumi raja yang tak kecil
Perjalanan adalah derita panjang
Dihukumi nenek moyang
Dan seizin pun terkabul. Ia lahirlah anak;
Anak laki-laki, anak molek, anak bengis.
Ia bernama segara! “pekik orang dalam mimpi setiap waktu”
Di mana dahulu jiwamu berteduh tenang
Dan di mana tubuh ditidurkan,
Hingga sekarang sejarah berterbangan.
Barat, timur bagian telapak jejak
Cahayanya menanggung nasib
Sedikit saja, bukalah matanya
Agar tak pucat dalam lelap.
Cinta selalu berlayar dengan ramah
Mengajaibkan suara di kala rinai putih salju
Sebab kebijakanmu dalam mengusir penjajah
Adalah sinar hadir pada kegelapan
Membawa suci pulau samudera?
Sebab empat kota pulau madura
Perjuangan dirimu menantang lelah?
Jangan bisu, jawablah, jawablah nak.
Diletakkan di hidung lalu ciumlah
Rasakan lembut surga
Hanyutkan mayatku ke luas sungai
Agar dosa dan hati ibu yang pernah gelap
Terbasuh laut, jika sudah terjadi
Maka ruhku akan menuntut balas, demi ibu
Semua harapan yang ibu ajarkan warna-warna cinta
Dengan wangi minyak misyik melayang,
Semua orang terkejut meski auranya,
Berlagak yang bukan ingin.
Kalam ilahi menjadi tanda penghijrahan
Saat kedudukan di atas samudera
Pragalba berkata, “sungguh agamaku adalah cahaya”
Sebab aku lahir karena tuhan.
Maminta restu, serunduk padi
Agar rakyat mengiakan tanpa ikut
Jika bersujud ikhlas, hingga tiada tanya.
Menjelang besi menyulam ke pusaran langit
Adi poday terharu tanpa kata-kata
Nyalanya membara seraya embun jatuh
Di gerbang yang rupanya menawan
Lagu-lagu mpuh hidup di temaran bulan
Kusaksikan adalah isyarat hayalan
Dengan kutangkap suara itu bijaksana
Terangkai, burung-burung pulang tanpa arah,
Negeri pusaka kokoh; dalam pewaris kenangan.