Di Pelabuhan Beku
Di pelabuhan beku
Tak ada gerak
Desir angin mengajak lekas beranjak
Mengangkat jangkar kenangan
Melaju mendayung ke pelabuhan yang purnama
Bila nanti
Di pelabuhan yang purnama
Cahaya bundarnya jenuh
Tali temali pelabuhan letih dan sebagian putus
Serta kayu sampan renta
Barangkali untuk sementara diam tak berdayung
Menimang-nimang kecewa di derai ombak
Gelombangnya mendesah nyambut: “selamat datang duka.”
Hati merayu serupa sejuk angin: “selamat datang tabah.”
Coba kau dengar
Pada malam buta cahaya
Di atas sampan ringkih
Terdengar sayup nyanyian sendu nelayan
Yang begitu asyik memainkan sabar
Dengan jaring-jaring menjala rahasia kedalaman laut
Demi satu dua kilo senyuman
Yang nanti disambut sang istri di mulut gubuk
Nah
Andai kau tak selami
Nyanyian sendu nelayan itu
Dan kau kembali ke pelabuhan beku
Kau kan dipukul angan sendiri
Kau terombang-ambing ombak yang terbiasa memacu laju layar
Kau menepi, mengayuh sepi.
Sumbawa, 11 Juli
2022
Tak ada gerak
Desir angin mengajak lekas beranjak
Mengangkat jangkar kenangan
Melaju mendayung ke pelabuhan yang purnama
Di pelabuhan yang purnama
Cahaya bundarnya jenuh
Tali temali pelabuhan letih dan sebagian putus
Serta kayu sampan renta
Barangkali untuk sementara diam tak berdayung
Menimang-nimang kecewa di derai ombak
Gelombangnya mendesah nyambut: “selamat datang duka.”
Hati merayu serupa sejuk angin: “selamat datang tabah.”
Pada malam buta cahaya
Di atas sampan ringkih
Terdengar sayup nyanyian sendu nelayan
Yang begitu asyik memainkan sabar
Dengan jaring-jaring menjala rahasia kedalaman laut
Demi satu dua kilo senyuman
Yang nanti disambut sang istri di mulut gubuk
Andai kau tak selami
Nyanyian sendu nelayan itu
Dan kau kembali ke pelabuhan beku
Kau kan dipukul angan sendiri
Kau terombang-ambing ombak yang terbiasa memacu laju layar
Kau menepi, mengayuh sepi.
Masih aku lihat akar-akar tunggang ayah
Tertimbun di bawah pokok pohon
Bahkan ada sisa benih siap tumbuh
Aku tak khawatir
Pusaka ayah masih tersimpan rapi
Cangkul tua yang perkasa
Benih nasehat
Lahan yang lapang dada
Dan parit air cinta yang terus mengalir
Memanggil dari jauh
Ayahmu pernah titip pesan,
"bila nantinya anakku datang
Dengan angin sejukmu
Elus keningnya
Katakan dengan dahanmu yang rimbun ranum
Katakan pula tentang biji emas terkubur di tanah kebun ini
Tak dalam
Cukup pakai cangkul ayah."
Kuhadapi wajahmu, Bapak
Yakinlah
Mengapa hari-hariku demikian terik
Tapi kurambah
Dengan tak sedetik pun mengalah
=======================
Syamsun Hf , asal Sumbawa, NTB, adalah seorang wirausahawan yang memiliki ketertarikan pada sastra. Ia terlibat dalam penerbitan buletin sastra remaja di daerahnya. Karyanya dipublikasikan di situs Negeri Kertas. Termuat pula dalam Antologi Puisi “Genta Fajar” Lima Penyair Komunitas Penulis Emparano Sumbawa Timur (2021), Antologi Puisi “Para Penyintas Makna” Dapur Sastra Jakarta (2022) dan Antologi Puisi “Jejak Waktu” (2022).