
Engkau muara segala status luka.
Senja itu hampir
Fajar itu mengalir
Senja itu dekat
Fajar itu cepat
Senja itu diam
Fajar itu gram
Senja itu tua merona
Fajar itu balita memesona
Oh, senja itu memanggilku pulang
Oh, fajar itu mengajakku bertualang
detik terbirit mengelebat
bagai celurit mengerat
menit cepat menggebrak
bagai granat meledak
jam lari menghunjam
bagai belati menikam
hari kencang menerabas
bagai pedang menebas
minggu berkesiur melebur
bagai sangkur membentur
bulan perlahan merangkak
bagai senapan menyalak
tahun risau menangis
bagai pisau mengiris
Keretaku lelah rupanya .
Aku sendiri letih mendaki.
Memburu rida Illahi Robbi.
Menghunjam di hati rapat mendekap.
Bagaikan kereta api aku berjalan.
Kadang kencang kadang perlahan.
Menembus gelap yang kian terang .
Aku menuju ke belantara ibukota.
Mengemas ikhlas yang kian renta.
Yang rapuh. Aku menggigil.
Berkawan doa yang mungil.
Di dalam kereta tersedan.
Memanggil nama-Nya. Perlahan.
Malam dijemput pagi
Selalu saja begitu
Dari waktu ke waktu
Buah-buah bersyukur
Akar-akar berdoa lirih
Batang-batang bertasbih
Dahan-dahan menyebut asma-Mu
Ranting-ranting mengeja nama-Mu
Pohon-pohon melafalkan kebesaran-Mu
Runtuh digoncang angin pancaroba
Rebah ditikam para serangga
Terpuruk karena ditebang atau digergaji
Bungamu menyejukkan
Buahmu menghidupkan
Akarmu menguatkan
Batangmu mengukuhkan
Daun-daunmu meneduhkan
Dahan dan rantingmu menyatukan
Malam dijemput pagi
Selalu saja begitu
Dari waktu ke waktu
Kukisahkan kusut
Dan kasatnya
Kehidupan ini
Kepadamu
Di siang membelenggu
Karena engkau
Batu asah
Yang mengasuh
Yang mengasih
Yang membasuh
Tanpa kesah
Ke negeri abadi. Kampung rindu
Ketika bara kesumat membakar
Muridmu hingga jiwamu dimakar
Adalah duri yang ditancapkan
Oleh zaman kian mengharu biru
Dari kegilaan yang dikeramatkan
atau halilintar
angin gemulai
bahkan badai
pertiwi juga dunia
Engkau goyang
kami juga mereka
ditiup para pengembara
seruling melengking
aku merinding
ketika meniti tangga nada
ombak badai sayup menggiring
senyum bulan gelak tawa
hidup seperti lengking seruling
ditabuh para pengembara
gendang menggoncang
aku meradang
ketika menapak jejak kaki
langkah kadang bergoyang
dendang menyapa hari-hari
hidup seperti goncang gendang
Syukur Budiardjo, Penulis dan Pensiunan Guru ASN di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas
cerpen, dan puisi di media cetak, media daring, dan media sosial. Kontributor sejumlah
antologi puisi. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu