Syukur Budiardjo | Haji, Hijrah, dan Hidup Humanis - Suara Krajan

Pada 10 Juli 2022 atau 10 Dzulhijah 1443 Hijriah umat Islam di seantero jagad merayakan Idul Adha. Inilah ritual napak tilas atas kehidupan nabi kesayangan Allah SWT, Nabi Ibrahim As. Ia adalah simbol personal akan ketaatan  dan kepetuhan atas perintah dari Allah SWT. Selain itu, tercatat juga kerendahhatian dan kepasrahan  mutlak Nabi Ismail As.dalam menjalankan perintah Allah SWT.  
 
Nabi Ibrahim As merupakan sosok atau figur nabi yang tanpa reserve melaksanakan perintah Allah SWT. Nabi Ismail As merupakan sosok atau figur nabi yang pasrah absolut dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Inti dari segala aspek dan kegiatan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban adalah kepatuhan, kepasrahan, keikhlasan, dan pengorbanan.
 
Yang disembelih oleh Nabi Ibrahim As ternyata bukan Nabi Ismail AS, putra tercintanya. Akan tetapi, Allah SWT telah mengirimkan seekor domba sebagai penggantinya. Kelewang yang dipegang oleh Nabi Ibrahim As tidak melukai leher Nai Ismail As. Leher domba yang dikirimkan oleh Allah SWT berdarah karena telah disembelih oleh Nabi Ibrahim As.
 
Kita menyebut peristiwa ini sebagai salah satu episode ibadah haji yang puncaknya adalah Wukuf  di Arafah. Keberterimaan ibadah haji kita oleh Allah SWT populer disebut sebagai haji mabrur. Sudah siapkah kita menjadi haji yang mabrur?
 
Haji dan Hajjah

Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban tidak bisa dipisahkan dengan momen pelaksanaan rukun Islam yang kelima, yaitu melaksanakan ibadah haji ke Arab Saudi bagi kaum muslimin dan muslimat yang mampu melaksanakannya. Hanya yang sehat jasmani dan rohani serta memiliki biaya dan dana yang mencukupi yang bisa pergi berhaji ke Arab Saudi. Tentu saja tidak boleh dilupakan adalah kecukupan biaya dan dana bagi keluarga yang ditinggalkan pergi berhaji.
 
Rupanya hanya di Indonesia dikenal predikat atau sebutan gelar haji untuk laki-laki atau hajjah untuk perempuan bagi mereka yang telah menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Beberapa nama melekat kuat di dalam memori saya, baik laki-laki atau perempuan, dan terkenal serta populer di Republik ini. Mereka bergelar haji dan hajjah. Beberapa nama yang dapat saya sebut adalah Haji Oemar Said Cokroaminoto (HOS Cokroaminoto), Haji Agus Salim, Raden Haji Oma  Irama, Hajjah Tuti Alawiyah, Hajjah Ratu Atut Chosiah, Hajjah Elvi Sukaesih.
 
Layaknya mereka yang sudah berhaji ke Arab Saudi memiliki tingkat dan derajat keimanan dan ketakwaan yang tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya. Baik yang bersifat horisontal maupun yang bersifat vertikal. Baik yang berhubungan dengan sesama manusia maupun yang berhubungan dengan Allah SWT. Ini tentu saja termanifestasi melalui pikiran atau perasaan, uacapan atau pembicaraan, dan tindakan atau perbuatan yang bernilai amar makruf dan nahi munkar. Namun, semuanya itu harus terwujud dalam harmoni perilaku dan akhlak yang mulia atau akhlak yang terpuji. Bukan malah sebaliknya yang dapat mencederai nilai-nilai haji dan hajjah yang telah disandangnya.
 
Kaum muslimin dan muslimat yang sudah berhaji tentu saja memiliki kelebihan nilai-nilai spiritual jika dibandingkan dengan mereka yang belum berhaji. Perilaku islami yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan yang mumpuni senantiasa menjadi pedoman baginya dalam menjalani kehidupan ini dengan sesama.
 
Tahun Baru Hijriah

Pada 30 Juli 2022 atau 1 Muhram 1444 Hijriah  umat Islam di seluruh pelosok bumi ini merayakan Tahun Baru Hijriah. Sebab pada 1 Muharam inilah Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Makah ke Madinah. Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat dan kaum muslimin meninggalkan daerah yang munkar (sementara) menuju ke daerah yang makruf.
 
Satu Muharam menjadi starting point atau titik awal bagi umat Islam untuk berhijrah. Jika setelah Idul Fitri kaum muslimin dan muslimat  menjadi manusa yang suci, kemudian beberapa saat terjerumus ke dalam lembah kehinaan karena melanggar perintah dan melakukan larangan  Allah SWT, maka pada momen 1 Muharam inilah umat Islam menjadikannya sebagai waktu untuk bertobat nasuha.
 
Sudah selayaknya 1 Muharam menjadi waktu yang tepat untuk berhijrah dari segi dan aspek mental, jiwa, nurani, karakter, dan perilaku. Kita tinggalkan pikiran, ucapan, tindakan, dan perbuatan negatif, buruk, hina, dan hitam yang biasa dan disa digerakkan oleh langkah-langkah setan. Mental, jiwa, nurani, karakter, dan perilaku yang kita berhijrah melalui pikiran, ucapan, tindakan, perbuatan, dan perilaku yang positif, baik, mulia,dan putih yang biasa dan bisa dilakukan oleh malaikat.
 
Kaum muslimin dan muslimat yang berhijrah layaknya harus konsisten dan konsekuen dalam mengamalkan perilaku kehidupan yang senantiasa amar makruf  dan nahi munkar. Mereka harus dapat menjadi teladan atau role model bagi kaum muslimin dan muslimat yang belum menunaikan ibadah haji. Umat Islam yang sudah menunaikan ibadah haji tentu saja harus dapat memberikan contoh yang terpuji dalam menjalankan syariat agama.
 
Hidup yang Humanis
 
Baik yang sudah menunaikan Rukun Islam yang kelima, pergi haji ke Arab Saudi, maupun yang belum berhaji, layaknya berhijrah untuk meraih nilai-nilai kemanusiaan (humanis) yang dapat meninggikan harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan. Siapa pun, layaknya berpikir, berucap, dan berperilaku yang senantiasa simpatik dan empatik. Bukan sebaliknya.
 
Hubungan antarmanusia (hablumminannas) sebaiknya kita landasi dengan sikap dan keyakinan menghormati dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Siapa pun mereka. Ini terwujudkan dalam perilaku yang saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menghormati.
 
Jika kita berhijrah sejak saat ini untuk menuju “daerah” yang aman dan damai, insya Allah kita mampu menciptakan masyarakat yang tidak lagi saling menyakiti. Hingga kemakmuran, keadilan, ketenteraman, kedamaian, dan kesejahteraan, tidak lagi menjadi mimpi panjang. Cita-cita kita bersama menuju masyarakat madani yang religius tentu saja bukan isapan jempol.
 
Kepatuhan, kepasrahan, dan pengorbanan yang kita teladani dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail layaknya senantiasa kita pelihara di dalam sanubari dengan spirit rela dan ikhlas yang selalu menyala. Akhlak mulia nan terpuji yang bersemayam di dalam nurani yang bersemi dan tumbuh merimbun setelah kita berhijrah layaknya juga kita pelihara dengan semangat kasih sayang.
 
Jika perilaku kita sekembalinya dari Saudi Arabia setelah menjalankan ibadah haji ternyata tidak berubah, atau bahkan lebih buruk jika dibandingkan dengan sebelum kita menunaikan ibadah haji, maka sia-sialah ibadah haji yang telah kita laksanakan. Kita tak ubahnya hanya piknik atau berwisata ke Arab Saudi. Namun, jika perilaku atau akhlak kita sekembalinya di tanah air berubah ke arah yang lebih baik lagi, berakhlak mulia dan berperilaku dengan selalu mengamalkan amar makruf nahi munkar, kita telah menjadi haji mambrur. Semoga.
 
Cibinong,  Juli 2022
 
===================
Syukur Budiardjo, Penulis dan Pensiunan Guru ASN di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Menulis artikel,
cerpen, dan puisi di media cetak, media daring, dan media sosial. Kontributor sejumlah
antologi puisi. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu
Lelaki Datang (2018), Demi Waktu (2019), Beda Pahlawan dan Koruptor (2019), buku
kumpulan esai Enak Zamanku, To! (2019), dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah
Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018). Akun
Facebook, Instagram, dan YouTube menggunakan nama Sukur Budiharjo. Email
budiharjosukur@gmail.com.Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16913.
 
 
 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak