Penyair, Puisi, dan Sajak Menurut Tiga Penyair Garda Depan | Syukur Budiardjo - Suara Krajan

Sejak zaman Nabi Adam, kemudian berlanjut ke era Adam Smith, lalu memasuki kurun Adam Malik, hingga kini pada masa Adam Jordan, puisi atau sajak senantiasa ditulis oleh para penyair di berbagai belahan bumi. Penyair menulis puisi dengan perkakas bahasa yang mereka kuasai sehingga melahirkan karya-karya yang monumental, abadi, avant garde, dan dikenal sepanjang masa oleh masyarakat. Puisi tidak akan pernah mati.

Pada masanya, penyair mendapat sebutan pujangga. Mereka ini merupakan sekelompok orang yang memiliki pandangan yang visioner, waskita, dan karya-karyanya menjadi panutan dan tuntunan bagi masyarakat. Karena karyanya merupakan potret kehidupan masyarakat pada zamannya, tetapi masih relevan dengan kehidupan masyarakat pada zaman sekarang, Karya-karya puisi tersebut telah mencapai taraf literer yang indah dan berguna (dulce et utile).

Misalnya, pujangga terkenal dari Keraton Surakarta, Ronggowarsito. Sang pujangga ini telah menghasilkan karya puisi Hamenangi Zaman Edan (Mengalami Zaman Gila). Sunan Kalijaga juga pujangga terkenal yang menghasilkan puisi Ilir-ilir, yang sangat akrab di telinga kita. Raja Ali Haji menghasilkan Gurindam Dua Belas, yang berisi pesan-pesan moral yang islami.

Memang, puisi atau sajak ditulis oleh penyair untuk menyampaikan sesuatu. Sesuatu itu untuk mengemas tema dan amanat tertentu. Puisi bukanlah karya sastra yang hampa makna atau nol arti. Di sisi lain, pembaca memiliki kebebasan untuk menafsirkannya. Bisa jadi makna yang terkandung di dalam puisi tidak tunggal (poliinterpretasi).

Demikian halnya puisi-puisi yang telah lahir dari tangan para sastrawan sejak Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 66, Angkatan Kontemporer, dan Angkatan Digital (kalau boleh disebut demikian). Puisi-puisi yang telah diciptakan oleh Muhammad Yamin, Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Amir Hamzah, Chairil Anwar, W.S. Rendra, Ajip Rosidi, Goenawan Mohamad, Emha Ainun Najib, dan Joko Pinurbo menggambarkan kehidupan masyarakat pada masanya dan layak menjadi dokumen sosial.

 

Penyair Menurut Sapardi Djoko Damono

Dalam puisi bertajuk “Penyair” Sapardi Djoko Damono mengibaratkan penyair layaknya pintu yang daun-daunnya sama sekali terbuka. Hingga akhirnya tak ada lagi yang bernama rahasia. Dengan demikian, penyair adalah seseorang yang membukakan rahasia kehidupannya kepada orang lain. Ini merupakan sesuatu yang paradoks. Sebab, sementara manusia pada umumnya merahasiakan kehidupannya agar tidak diketahui oleh orang lain, tidak demikian halnya dengan penyair.

Bisa jadi penyair adalah kaum intelektual yang bertugas membuka rahasia yang tergelar di alam semesta ini. Segala sesuatu di dunia ini diciptakan oleh Allah dengan segala hikmah, manfaat, dan mudaratnya. Manusialah, termasuk penyair, yang harus membuka tabir rahasia di balik penciptaan makhluk-Nya.

Sapardi Djoko Damono, lahir di Surakarta, 20 Maret 1940 dan meninggal dunia di Tangerang Selatan pada 19 Juli 2020 ini adalah sastrawan terkemuka. Ia seorang maestro sastra yang telah menulis banyak buku kumpulan puisi. Ia kerap dipanggil dengan singkatan namanya, SDD. SDD dikenal melalui puisi-puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer.

Berikut ini puisi Sapardi Djoko Damono berjudul “Penyair”.

 

PENYAIR

 

aku telah terbuka perlahan-lahan, seperti sebuah pintu, bagiku

satu per satu aku terbuka, bagai daun-daun pintu,

hingga akhirnya tak ada apa-apa lagi yang bernama rahasia;

begitu sederhana: sama sekali terbuka.

dan engkau akan selalu menjumpai dirimu sendiri di sana

bersih dan telanjang, tanpa asap dan tirai yang bernama rahasia

jangan terkejut: memang dirimu sendirilah yang kaujumpa

di pintu yang terbuka itu, begitu sederhana

jangan gelisah, itulah tak lain engkaumu sendiri,

 

kenyataan yang paling sederhana

tapi barangkali yang menyakitkan hati

aku akan selalu terbuka, seperti sebuah pintu, lebar-lebar bagimu

dan engkau pun masuk, untuk mengenal dirimu sendiri di sana

 

Tonggak 2 (editor Linus Suryadi, 1987: halaman 408-409)

 

Fungsi Puisi Menurut Taufiq Ismail

Sementara itu, penyair berlatar belakang pendidikan dokter hewan, Taufiq Ismail, juga menulis banyak buku kumpulan puisi. Buku kumpulan puisi penyair yang lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 25 Juli 1937 dan besar di Pekalongan, Jawa Tengah, ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, Inggris, Rusia, Mandarin, dan Jepang.

Berikut ini puisi Taufiq Ismail yang sangat terkenal — “Dengan Puisi, Aku” — yang dinyanyikan oleh kelompok musik Bimbo.

 

DENGAN PUISI, AKU

 

Dengan puisi aku bernyanyi

Sampai senja umurku nanti

Dengan puisi aku bercinta

Berbatas cakrawala

Dengan puisi aku mengenang

Keabadian Yang Akan Datang

Dengan puisi aku menangis

Jarum waktu bila kejam mengiris

Dengan puisi aku mengutuk

Nafas zaman yang busuk

Dengan puisi aku berdoa

Perkenankanlah kiranya.

 

Tirani dan Benteng (Taufiq Ismail, 1983: halaman 62)

 

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa puisi — menurut Taufiq Ismail — berfungsi sebagai sarana bernyanyi, bercinta, mengenang, menangis, mengutuk, dan berdoa. Dengan kata lain, puisi layaknya menjadi media bagi ekspresi jiwa yang bersemayam di batin kita.

 

Arti Sajak Menurut Subagio Sastrowardoyo

Subagio Sastrowardoyo, sastrawan Indonesia garda depan, menulis puisi yang memiliki visi dan misi sangat jelas. Setelah membaca puisi “Sajak”, kita tentu tidak memiliki keinginan bunuh diri. Bahkan, kita akan mengurungkan niat menggantung diri itu karena ia teringat bait terakhir puisi “Sajak” ini. Dengan puisi ini Subagio hendak mengajak kita untuk memahami dan menginternalisasi semangat dan nilai-nilai optimisme dalam hidup kita sehari-hari di tengah-tengah gebalau dan galaunya hidup kita.

Sastrawan Subagio Sastrowardoyo, lahir di Madiun pada1 Februari 1924 dan meninggal dunia di Jakarta pada 8 Juli 1995, merupakan sastrawan penyair, cerpenis, kritikus, dan esais terkemuka menulis puisi bertajuk “Sajak” berikut ini.

 

SAJAK

 

Apakah arti sajak ini

Kalau anak semalam batuk-batuk

bau vicks dan kayu putih

melekat di kelambu.

Kalau istri terus mengeluh

tentang kurang tidur, tentang

gajiku yang tekor buat

bayar dokter, bujang dan makan sehari.

Kalau terbayang pantalon

sudah sebulan sobek tak terjahit.

Apakah arti sajak ini

Kalau saban malam aku lama terbangun:

hidup ini makin mengikat dan mengurung.

Apakah arti sajak ini:

Piaraan anggerek tricolor di rumah atau

pelarian kecut ke hari akhir?

 

Ah, sajak ini,

mengingatkan aku kepada langit dan mega.

Sajak ini mengingatkan kepada kisah dan keabadian.

Sajak ini melupakan aku kepada pisau dan tali.

Sajak ini melupakan kepada bunuh diri.

 

Dan Kematian Makin Akrab (Subagio Sastrowardoyo, 1995: halaman 6)

 

Oh, ternyata puisi atau sajak dapat mengingatkan kita agar tak berputus asa. Sebab, sajak dapat melupakan Anda kepada pisau dan tali, melupakan Anda kepada bunuh diri.

Demikianlah pandangan tiga penyair garda depan mengenai siapa sejatinya penyair itu, manfaat puisi, atau kegunaan sajak bagi manusia. Secara eksplisit dan transparan Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, dan Subagio Sastrowardoyo menyampaikan pesan kepada pembaca bagaimana eksistensi seorang penyair, fungsi puisi yang ditulisnya, dan makna sajak yang digubahnya.

Meskipun di luar itu, masih banyak penyair yang menulis puisi untuk menyampaikan pesan dan menggambarkan identitas atau jati diri penyair, visi dan misinya di tengah- tengah kehidupan  masyarakat, tugas dan fungsi puisi, dan makna sajak yang beraneka ragam. Semuanya bebas mendefinisikannya sepanjang bisa dipertanggungjawabkan secara literer.

 

Cibinong, Juli 2022

 

 

===================

Syukur Budiardjo, Penulis dan Pensiunan Guru ASN di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Menulis artikel, cerpen, dan puisi di media cetak, media daring, dan media sosial. Kontributor sejumlah antologi puisi. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu Lelaki Datang (2018), Demi Waktu (2019), Beda Pahlawan dan Koruptor (2019), buku kumpulan esai Enak Zamanku, To! (2019), dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018). Akun Facebook, Instagram, dan YouTube menggunakan nama Sukur Budiharjo. 

Email budiharjosukur@gmail.com.Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16913.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak