Sejak
zaman Nabi Adam, kemudian berlanjut ke era Adam Smith, lalu memasuki kurun Adam
Malik, hingga kini pada masa Adam Jordan, puisi atau sajak senantiasa ditulis
oleh para penyair di berbagai belahan bumi. Penyair menulis puisi dengan
perkakas bahasa yang mereka kuasai sehingga melahirkan karya-karya yang
monumental, abadi, avant garde, dan dikenal sepanjang masa oleh masyarakat.
Puisi tidak akan pernah mati.
Pada
masanya, penyair mendapat sebutan pujangga. Mereka ini merupakan sekelompok
orang yang memiliki pandangan yang visioner, waskita, dan karya-karyanya
menjadi panutan dan tuntunan bagi masyarakat. Karena karyanya merupakan potret
kehidupan masyarakat pada zamannya, tetapi masih relevan dengan kehidupan
masyarakat pada zaman sekarang, Karya-karya puisi tersebut telah mencapai taraf
literer yang indah dan berguna (dulce et
utile).
Misalnya,
pujangga terkenal dari Keraton Surakarta, Ronggowarsito. Sang pujangga ini telah
menghasilkan karya puisi Hamenangi Zaman
Edan (Mengalami Zaman Gila). Sunan Kalijaga juga pujangga terkenal yang
menghasilkan puisi Ilir-ilir, yang
sangat akrab di telinga kita. Raja Ali Haji menghasilkan Gurindam Dua Belas, yang berisi pesan-pesan moral yang islami.
Memang,
puisi atau sajak ditulis oleh penyair untuk menyampaikan sesuatu. Sesuatu itu
untuk mengemas tema dan amanat tertentu. Puisi bukanlah karya sastra yang hampa
makna atau nol arti. Di sisi lain, pembaca memiliki kebebasan untuk menafsirkannya.
Bisa jadi makna yang terkandung di dalam puisi tidak tunggal (poliinterpretasi).
Demikian
halnya puisi-puisi yang telah lahir dari tangan para sastrawan sejak Angkatan
Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 66, Angkatan
Kontemporer, dan Angkatan Digital (kalau boleh disebut demikian). Puisi-puisi
yang telah diciptakan oleh Muhammad Yamin, Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi
Pane, Amir Hamzah, Chairil Anwar, W.S. Rendra, Ajip Rosidi, Goenawan Mohamad,
Emha Ainun Najib, dan Joko Pinurbo menggambarkan kehidupan masyarakat pada
masanya dan layak menjadi dokumen sosial.
Penyair Menurut Sapardi Djoko Damono
Dalam
puisi bertajuk “Penyair” Sapardi Djoko Damono mengibaratkan penyair layaknya
pintu yang daun-daunnya sama sekali terbuka. Hingga akhirnya tak ada lagi yang
bernama rahasia. Dengan demikian, penyair adalah seseorang yang membukakan
rahasia kehidupannya kepada orang lain. Ini merupakan sesuatu yang paradoks.
Sebab, sementara manusia pada umumnya merahasiakan kehidupannya agar tidak
diketahui oleh orang lain, tidak demikian halnya dengan penyair.
Bisa jadi
penyair adalah kaum intelektual yang bertugas membuka rahasia yang tergelar di
alam semesta ini. Segala sesuatu di dunia ini diciptakan oleh Allah dengan
segala hikmah, manfaat, dan mudaratnya. Manusialah, termasuk penyair, yang
harus membuka tabir rahasia di balik penciptaan makhluk-Nya.
Sapardi
Djoko Damono, lahir di Surakarta, 20 Maret 1940 dan meninggal dunia di
Tangerang Selatan pada 19 Juli 2020 ini adalah sastrawan terkemuka. Ia seorang
maestro sastra yang telah menulis banyak buku kumpulan puisi. Ia kerap
dipanggil dengan singkatan namanya, SDD. SDD dikenal melalui puisi-puisinya
mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di
antaranya sangat populer.
Berikut
ini puisi Sapardi Djoko Damono
berjudul “Penyair”.
PENYAIR
aku telah
terbuka perlahan-lahan, seperti sebuah pintu, bagiku
satu per
satu aku terbuka, bagai daun-daun pintu,
hingga
akhirnya tak ada apa-apa lagi yang bernama rahasia;
begitu
sederhana: sama sekali terbuka.
dan engkau
akan selalu menjumpai dirimu sendiri di sana
bersih dan
telanjang, tanpa asap dan tirai yang bernama rahasia
jangan
terkejut: memang dirimu sendirilah yang kaujumpa
di pintu
yang terbuka itu, begitu sederhana
jangan gelisah,
itulah tak lain engkaumu sendiri,
kenyataan
yang paling sederhana
tapi
barangkali yang menyakitkan hati
aku akan
selalu terbuka, seperti sebuah pintu, lebar-lebar bagimu
dan engkau
pun masuk, untuk mengenal dirimu sendiri di sana
Tonggak 2
(editor Linus Suryadi, 1987: halaman 408-409)
Fungsi Puisi Menurut Taufiq Ismail
Sementara
itu, penyair berlatar belakang pendidikan dokter hewan, Taufiq Ismail, juga
menulis banyak buku kumpulan puisi. Buku kumpulan puisi penyair yang lahir di
Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 25 Juli 1937 dan besar di Pekalongan, Jawa
Tengah, ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, Inggris, Rusia,
Mandarin, dan Jepang.
Berikut
ini puisi Taufiq Ismail yang sangat terkenal — “Dengan Puisi, Aku” — yang dinyanyikan
oleh kelompok musik Bimbo.
DENGAN PUISI, AKU
Dengan
puisi aku bernyanyi
Sampai
senja umurku nanti
Dengan
puisi aku bercinta
Berbatas
cakrawala
Dengan
puisi aku mengenang
Keabadian
Yang Akan Datang
Dengan
puisi aku menangis
Jarum
waktu bila kejam mengiris
Dengan
puisi aku mengutuk
Nafas
zaman yang busuk
Dengan
puisi aku berdoa
Perkenankanlah
kiranya.
Tirani dan Benteng
(Taufiq Ismail, 1983: halaman 62)
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa puisi — menurut Taufiq Ismail — berfungsi
sebagai sarana bernyanyi, bercinta, mengenang, menangis, mengutuk, dan berdoa.
Dengan kata lain, puisi layaknya menjadi media bagi ekspresi jiwa yang
bersemayam di batin kita.
Arti Sajak Menurut Subagio Sastrowardoyo
Subagio
Sastrowardoyo, sastrawan Indonesia garda depan, menulis puisi yang memiliki
visi dan misi sangat jelas. Setelah membaca puisi “Sajak”, kita tentu tidak
memiliki keinginan bunuh diri. Bahkan, kita akan mengurungkan niat menggantung
diri itu karena ia teringat bait terakhir puisi “Sajak” ini. Dengan puisi ini
Subagio hendak mengajak kita untuk memahami dan menginternalisasi semangat dan
nilai-nilai optimisme dalam hidup kita sehari-hari di tengah-tengah gebalau dan
galaunya hidup kita.
Sastrawan
Subagio Sastrowardoyo, lahir di Madiun pada1 Februari 1924 dan meninggal dunia
di Jakarta pada 8 Juli 1995, merupakan sastrawan penyair, cerpenis, kritikus,
dan esais terkemuka menulis puisi bertajuk “Sajak” berikut ini.
SAJAK
Apakah
arti sajak ini
Kalau anak
semalam batuk-batuk
bau vicks
dan kayu putih
melekat di
kelambu.
Kalau
istri terus mengeluh
tentang
kurang tidur, tentang
gajiku
yang tekor buat
bayar
dokter, bujang dan makan sehari.
Kalau
terbayang pantalon
sudah
sebulan sobek tak terjahit.
Apakah
arti sajak ini
Kalau
saban malam aku lama terbangun:
hidup ini
makin mengikat dan mengurung.
Apakah
arti sajak ini:
Piaraan
anggerek tricolor di rumah atau
pelarian
kecut ke hari akhir?
Ah, sajak
ini,
mengingatkan
aku kepada langit dan mega.
Sajak ini
mengingatkan kepada kisah dan keabadian.
Sajak ini
melupakan aku kepada pisau dan tali.
Sajak ini
melupakan kepada bunuh diri.
Dan Kematian Makin Akrab (Subagio Sastrowardoyo, 1995: halaman 6)
Oh,
ternyata puisi atau sajak dapat mengingatkan kita agar tak berputus asa. Sebab,
sajak dapat melupakan Anda kepada pisau dan tali, melupakan Anda kepada bunuh
diri.
Demikianlah
pandangan tiga penyair garda depan mengenai siapa sejatinya penyair itu,
manfaat puisi, atau kegunaan sajak bagi manusia. Secara eksplisit dan
transparan Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, dan Subagio Sastrowardoyo
menyampaikan pesan kepada pembaca bagaimana eksistensi seorang penyair, fungsi
puisi yang ditulisnya, dan makna sajak yang digubahnya.
Meskipun
di luar itu, masih banyak penyair yang menulis puisi untuk menyampaikan pesan
dan menggambarkan identitas atau jati diri penyair, visi dan misinya di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, tugas dan
fungsi puisi, dan makna sajak yang beraneka ragam. Semuanya bebas
mendefinisikannya sepanjang bisa dipertanggungjawabkan secara literer.
Cibinong, Juli 2022
===================
Syukur Budiardjo, Penulis dan Pensiunan Guru ASN di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Menulis artikel, cerpen, dan puisi di media cetak, media daring, dan media sosial. Kontributor sejumlah antologi puisi. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu Lelaki Datang (2018), Demi Waktu (2019), Beda Pahlawan dan Koruptor (2019), buku kumpulan esai Enak Zamanku, To! (2019), dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018). Akun Facebook, Instagram, dan YouTube menggunakan nama Sukur Budiharjo.
Email budiharjosukur@gmail.com.Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16913.