Cerpen Remaja | Dari Diklat Temukan Sahabat karya Nadhira Anfa Latifa - Suara Krajan

 

"Nih ikut, ada pelatihan jurnalistik," Tawar Naira kepada sahabatnya itu. "Kita juga bisa jalan-jalan ke patung buddha tidur," Tambahnya.
 
"Yaelah patung buddha tidur aja senengnya selangit," Sambar Verra si tukang nyinyir di kelas.
 
"Udah Nai, gak usah di dengerin nanti aku ikut kok," Ucap Githa sahabat Neira.
 
"Dih kampungan, healing kayak gitu aja udah seneng jadi kasihan lihatnya," Ejek Verra.
 
Neira dan Githa tidak menggubris, mereka tahu kalau menanggapi Verra bakal gak ada ujungnya.
 
Tanpa basa-basi mereka berdua pun segera mendaftar ke bu Veronica dengan semangat.
 
"Gratis, Bu?," Ucap Naira dan Ghita terkejut.
 
"Iya tapi tolong ajak 3 teman kalian lagi ya," Perintah bu Veronica.
 
Mereka berdua mengangguk. Naira dan Ghita segera menuju ke kelas dan mengumumkan perihal tadi. Si Verra pembuat ulah lagi-lagi ikut campur.
 
"Hahaha gratisan lagi kelihatan gak mampunya, sini aku ikut tapi yang gak gratis ya," Ejeknya sambil tertawa kelas.
 
"Silahkan yang gak gratis, kamu kan kaya pasti mampu lah," Ucap Naira dengan nada tantangan.
 
"Hahaha oke nanti lihat aja aku akan daftar," Ucap Verra sembari keluar kelas. Verra keluar kelas menuju bu Veronica dan menanyakan biaya untuk pendaftarannya yang gak gratis.
 
"Apa 50 ribu bu?," Ucap Verra kaget dengan tercengang.
 
"Kenapa gak gratis aja, udah di sampaikan Naira kan," Ucap bu Veronica. "Mending aku ngambil yang gratis aja, percuma Naira juga gak tau," Batin Verra.
 
"Ya bu saya mendaftar yang gratis aja," Balas Verra. Verra pun berjalan ke luar ruangan bu Veronica dengan angkuh.
 
Hari yang ditunggu pun tiba. Dilihatnya Verra memakai outfit lengkap kekinian berbeda dengan Naira dan Ghita.
 
"Hai anak kampung, udah ikut gratis baju juga kampungan kasihan,"Ledek Verra dengan nada keras. Bu Veronica yang mendengar nya pun menegur.
 
"Verra, jangan sombong dan suka ngerendahin orang semua hanya titipan, lagian semua siswa di sini daftarnya gratis," Balas bu Veronica. Wajah Naira dan Ghita seketika menahan tawa, ternyata teman nya sombong itu juga ikutan yang gratisan. Verra pun kelihatan malu dan masuk ke dalam ruangan jurnalistik sambil menunduk.
 
Naira dan Ghita yang melihatnya sedari tadi tidak tega, dia ingin menegur sapa Verra yang dari tadi murung tapi belum ada keberanian.
 
Jam demi jam pun berlalu dengan narasumber yang menjelaskan dengan detail. Semua anak seisi ruangan menyimak dengan khusyu'.
 
Setelah narasumber membagikan pertanyaan Ghita pun memberanikan diri menjawab.
 
"Ya betul, ini hadiah buat mbak berbaju hijau," Ucap pak Eko narasumber. Ghita pun maju dan mengambil nya.
 
Saat jam istirahat Ghita dan Naira pun mendekati Verra.
 
"Verra ini buat kamu, jangan sedih lagi ya," Ucap Ghita.
 
"Apasih jangan sok baik," Tolak Verra dengan kasar.
 
"Astaghfirullah Verra, kamu belum berubah ya, kita pergi aja Ghita," Ajak Naira sambil menarik tangan Ghita. Ghita pun keluar ruangan meninggalkan Verra sendirian.
 
"Naira harusnya kamu gak gitu, aku tau Verra pasti akan berubah," Ucap Ghita.
 
"Sekarang kamu belain Verra? Ghita kamu udah disakitin aku sebagai sahabat kamu gak terima sahabatnya di gituin," Balas Naira.
 
"Bukan  begitu, kita harus merangkul Verra karena aku tahu dia sedang ada masalah," Ucap Ghita menenangkan Naira. Naira mengangguk paham.
 
Jam istirahat selesai, kami pun di jemput suatu kendaraan online untuk menuju ke tempat lokasi. Dan sesampainya di sana kami diberi tugas untuk mengambil gambar metode frame in frame dan simetris.
 
Dan kami segera berpencar mencari spot foto semenarik mungkin.
Dari kejauhan Ghita melihat Verra sedang berjalan sambil melamun dan Verra pun terjatuh. Ghita berlari membantunya. Naira mencari Ghita, dan Naira pun melihat Ghita menghampiri Verra. Karna takut sahabatnya itu disakitin dia pun segera menyusul.
 
"Verra kamu gak apa?," Tanya Ghita sedikit takut.
 
Verra terdiam. Lalu dia berdiri. Naira dan Ghita melihatnya pun merasakan firasat gak enak.
 
Tapi ternyata dugaan mereka salah, tiba-tiba Verra memeluk Ghita dan Naira.
 
"Maafin aku ya, sebenarnya aku gak mau begini tapi aku iri sama kalian, persahabatan kalian yang sangat lekat. Dan aku tidak punya sahabat," Ucap Verra sedih.
 
"Gak usah merasa bersedih Verra, kita mau kok berteman sama kamu," Ucap Naira di ikuti anggukan Ghita. Mereka pun berpelukan.
 
Naira, Verra , Ghita pun berfoto bersama, jalan-jalan menyusuri serta mencari spot foto yang bagus.
 
"Patung buddha tidur dibuat pada tahun 1993 dan merupakan salah satu patung terbesar di Indonesia. Patung Buddha tidur tersebut merupakan patung yang menggambarkan Buddha Gautama yang  panjangnya mencapai 22 meter, dan lebar 6 meter serta dengan ketinggian 4,5 meter" Jelas panjang lebar Ghita yang menyukai sejarah , saat melewati patung Buddha tidur.
 
"Patung Buddha Tidur  ini dibangun di atas kolam ikan serta di kelilingi pemandangan yang indah.  Dapat diartikan sebagai perlambang bahwa Sang Buddha telah mencapai Parinirvana.
 
Dalam Agama Buddha sendiri, Parinirvana menyiratkan pembebasan dari Saṃsāra, karma, dan kelahiran kembali, serta hancurnya skandha," Tambah Naira.
 
"Banyaknya wisawatan luar yang berkunjung untuk beribadah terutama bagi yang beragama buddha. Wisatawan tersebut rata-rata berasal dari Nepal, Tibet, dan beberapa negara Asia Tenggara pemeluk agama Buddha," Ucap Verra yang ikut menjelaskan yang sedari tadi murung menjadi semangat lagi.
 
Prok.. Prok.. Tiba-tiba ada suara tepuk tangan dari arah belakang mereka. Mereka pun menoleh. Ternyata pak Eko, bu Veronica dan teman-temannya yang lain.
 
"Bagus nak! Mengetahui sejarah itu sangat penting terutama bagi anak milenial sekarang," Ucap pak Eko.
 
Matahari kian tinggi, siang pun beranjak sore. Daun-daun berayun digoyang angin, kilau kuning keemasan Reclining Buddha berpendar-pendar seakan mengucap  kata "sampai jumpa".
 
-Tamat.
 
Penulis merupakan pelajar MAN 2 Mojokerto

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak