Mungkin ada yang
bilang kalau cerita ini mengada-ada, aneh, tapi nyata terjadi dan Sudrajat secara
sadar mengakui telah mengalaminya. Ada orang yang sudah meninggal tapi masih bisa
menemui atau bertemu sahabat sejati semasa hidupnya. Ada sebuah doa yang terkabul
setelah orang yang berdoa telah tiada. Tuhan Maha Berkehendak. Semua bisa
terjadi, jika Tuhan menghendaki. Sebuah cerita mengharukan tentang persahabatan
sejati.
Kisahnya dimulai
saat hari sudah larut malam, dimana Sudrajat tampak berjuang keras melawan rasa kantuknya. Berulang
kali ia terlihat menguap.
Malam tanpa bulan
itu ia nonton sebuah film yang box office pada pertunjukan terakhir
di Bioskop Laka-Laka
Tegal. Sebenarnya ia ingin
nonton film tersebut siang hari, tapi tiketnya ludes dan hanya ada tiket
tersisa pada pertunjukan terakhir. Berhubung film tersebut sedang booming, bahkan trending topic di twitter, ia pun penasaran jadi terpaksa memang
harus nonton film horor tersebut di waktu penayangan yang juga horor karena penayangannya
berakhir di tengah malam.
Sepulang
nonton, Sudrajat
akan
buang air kecil di depan toilet, tapi samar-samar melihat sebuah bayangan yang lambat laun tampak terwujud
jadi seseorang yang pernah di kenalnya pada masa silam. Ia pun mengucek-ucek
mata yang berulang kali diserang kantuk berat itu, kemudian menajamkan indra
penglihatan hingga tampak semakin jelas yang di hadapannya itu memang adalah Prasetyo
seorang teman sewaktu masa sekolah
SMA dulu, betapa ia sangat kaget
tak mengira dirinya bertemu dengan seorang teman yang dulu suka
nonton film bersama di
bioskop setiap Sabtu sepulang sekolah.
Sudrajat jadi ingat dirinya pernah mengajak Prasetyo nonton film
Ghost, sebuah film romansa fantasi yang
dibintangi Patrick Swayze dan Demi Moore, dimana yang paling fenomenal adalah
potongan rambut pendeknya di film tersebut. Demi yang berperan sebagai Molly
Jensen sengaja memotong pendek rambutnya meski itu bukan tuntutan skenario. Meski
begitu, Demi Moore tetap terlihat cantik. Hal itu membuat banyak wanita di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia, mengubah gaya rambut mereka menjadi
seperti Demi Moore. Bahkan di Indonesia ada istilah KDM atau Korban Demi Moore,
karena banyak yang rela memotong pendek rambutnya walaupun kurang sesuai dengan
bentuk wajah mereka.
Malam itu, Sudrajat
bertemu dengan Prasetyo di depan toilet setelah selesai nonton film. Ia tidak suka antre buang air kecil bubaran film, ia lebih suka duduk di ruang tunggu untuk tidak
masuk toilet dulu. Setelah dirasa semua penonton film sudah keluar dari
toilet, barulah ia akan masuk
tapi masih ada seorang
penonton yang tersisa, yang ternyata adalah Prasetyo seorang teman sewaktu masa
sekolah SMA dulu. Sungguh benar-benar tak menyangka dapat bertemu dengan teman
lama, yang bisa menjadi sebuah reuni kecil.
Prasetyo
menatap tajam ke Sudrajat. Tatapannya begitu tajam hingga Sudrajat
jadi heran, ada apakah gerangan?
“Sudrajat?“ tanya Prasetyo seperti ingin memastikan dirinya
kalau orang yang di depannya adalah Sudrajat.
Sudrajat tentu
saja kaget sehingga tidak langsung menjawab.
“Kamu Sudrajat
kan?” tanya Prasetyo
lagi kali ini dengan meninggikan
suaranya.
“Iya, saya Sudrajat,
“ jawab Sudrajat mantap dan kemudian serta-merta balik bertanya, “Kau Prasetyo ya?”
“Ya, aku Prasetyo, “
jawab Prasetyo kini memperlihatkan
ekspresi kegembiraan.
Sudrajat
memandangi wajah Prasetyo
baik-baik, kemudian meyakinkan diri sendiri,
“Ya, Prasetyo…”
Prasetyo buru-buru
menyodorkan tangannya dan Sudrajat tak menyambut dengan menyalaminya karena tangannya
masih dari buang air kecil.
“Apa kabar?” tanya
Prasetyo dengan wajah terlihat begitu sangat gembira.
“Alhamdulillah,
baik, “ jawab Sudrajat turut gembira juga.
“Bagaimana kabar
teman-teman SMA kita?” Prasetyo bertanya lagi.
“Wah kurang tahu karena
sudah sangat lama tidak bertemu, sekitar 30 tahun lebih.” Sekenanya saja
Sudrajat menjawabnya,
kemudian karena kini sudah
benar-benar kebelet ingin buang air kecil, buru-buru menyampaikan,
“Maaf saya mau kencing dulu ya.”
Prasetyo
menyilakan, tapi sebelumnya menyelipkan
sebuah tanya, “Nanti kamu mau ke mana setelah ini?”
“Ya pulanglah,”
jawab Sudrajat sambil menahan rasa benar-benar ingin buang air kecil.
“Bagaimana kalau
kita pulang bareng?” Prasetyo menyodorkan tawaran.
“Oke, “ Sudrajat
buru-buru menyatakan setuju karena saking semakin benar-benar menahan rasa
ingin buang air kecil.
“Yaya, oke aku
tunggu di depan toilet ya,” Prasetyo memberitahukan dirinya menunggu.
“Ya.” Sudrajat kini
benar-benar sudah tak tahan, nyaris kencing di celana kalau tidak segera ke toilet,
betapa memang tak tahan harus berulang kali menahan rasa ingin buang air kecil. Khawatir pipis di celana.
***
Pulang nonton, Prasetyo mengajak Sudrajat
untuk pulang bersama. Keduanya naik motor, Prasetyo membonceng motor Sudrajat.
Sepanjang perjalanan keduanya tampak bercakap-cakap tentang nostalgia SMA yang
dulu mereka lalui bersama. Meski bertemu hanya berdua saja, mereka tampak
seperti sedang reuni kecil.
Bagi Sudrajat, pada diri Prasetyo
terdapat sosok pribadi yang lengkap karena bisa mewakili hampir semua kenangan
yang begitu sangat berkesan dialaminya semasa masih sekolah berseragam putih
abu-abu.
Berkat Prasetyo, Sudrajat
dapat mengenal cinta, yang kata orang, cinta monyet, hingga ia dapat dekat
dengan Uut, seorang primadona sekolah SMA yang ditaksirnya. Prasetyo mengajari Sudrajat
bagaimana caranya melakukan pendekatan pada orang yang ditaksir, apalagi Uut
termasuk primadona di sekolah tentu banyak orang yang suka, mulai dari
bagaimana cara mengalahkan para pesaing dan sekaligus mampu memenangkan hati
Uut.
“Uut, primadona
sekolah kita dulu memang tipe orang yang royal, “ kata Prasetyo mengenang dan
kemudian mengingatkan, “Dulu kau kewalahan mengimbanginya, Sudrajat!”
“Iya, Pras, aku memang
kewalahan.“ Sudrajat jujur mengakui, kemudian menanyakan, “Sekarang Uut
bagaimana kabarnya ya?”
“Uut sekarang
menikah dengan konglomerat, “ ungkap Prasetyo dan kemudian mengharapkan,
“Semoga suaminya yang ini benar-benar jodohnya.”
“Iya semoga Uut
dan teman-teman SMA kita rumah tangganya mawadah, “ Sudrajat turut mendoakan.
Prasetyo sewaktu
SMA dulu dikenal Playboy dan sangat berpengalaman dalam segala hal urusan
perempuan jadi Sudrajat sudah tepat minta nasihat mengenai pendekatan pada Uut
pada diri Prasetyo, meski di belakang hari kemudian diketahui kalau Prasetyo
adalah mantan pacar Uut, karena Prasetyo sudah bosan pacaran dengan Uut
sehingga menyerahkan sepenuhnya pada Sudrajat. Tapi Sudrajat tidak sakit hati
atas kenyataan itu, bahkan Sudrajat sangat berterima kasih pada Prasetyo karena
mau mengajarinya berhubungan dengan lawan jenis.
“Aku minta maaf,
“ kata Prasetyo terdengar menyesal. “Karena dulu aku belum sempat minta maaf
mengenai masalah Uut ini.”
“Ah, sudahlah, Pras!” Sudrajat
tampak tidak mempermasalahkan.
“Tapi aku
sekarang harus minta maaf, “ Prasetyo memaksakan.
“Iya, Pras, aku
maafkan,” Sudrajat menegaskan.
“Bener kamu mau
menerima maafku?” tanya Prasetyo tampak masih belum puas.
“Ya benarlah!” Sudrajat berusaha
meyakinkan.
“Terima kasih,” ucap Prasetyo
sumringah tampak memancarkan kegembiraan.
“Itu sudah menjadi bagian dari masa
lalu nostalgia masa SMA kita, Pras,” Sudrajat menyimpulkan.
Sudrajat masih
tetap ingat, berkat Prasetyo juga, dirinya dapat merasakan hidup bebas, meski
bebasnya dalam bentuk lain, yakni membolos sekolah.
“Aku juga minta
maaf karena sewaktu SMA dulu menjerumuskanmu suka membolos sekolah, “ kata Prasetyo
kembali terdengar menyesali.
Sudrajat tentu saja
jadi heran dibuatnya. “Lho, kamu kok minta maaf terus sih, Pras?”
“Karena sewaktu
SMA dulu, aku banyak salah sama kamu,” terang Prasetyo seperti ingin menebus
rasa bersalahnya. “Walaupun dulu sewaktu SMA aku mbadung, nakalnya minta ampun,
tapi aku selalu memperhitungkan seluruh tindakanku kalau ada kesalahan yang
pernah aku lakukan selalu aku minta maaf sama orangnya agar aku bisa tenang.”
“Ah, kamu ini, Pras,
Pras, “ ucap Sudrajat penuh keheranan sehingga geleng-geleng kepala jadinya.
Prasetyo
mendesakkan permintaan maafnya, “Aku benar-benar minta maaf.”
“Iya, deh aku
maafkan,” Sudrajat masih enteng menanggapinya.
“Jangan pakai
kata deh,” protes Prasetyo.
“Kenapa?’ tanya Sudrajat
seketika.
“Kesannya
terpaksa memaafkan,” Prasetyo menjelaskan.
“Saya tulus
memaafkanmu, Pras, saya benar-benar tulus,” ujar Sudrajat berulang kali mencoba
untuk meyakinkan.
“Terima kasih,
aku lega sekali.” Prasetyo kali ini tampak lebih sumringah wajahnya.
Mereka tampak
begitu asyiknya bercakap-cakap, saking asyiknya Sudrajat mengendarai motor entah
sampai daerah mana. Prasetyo yang mengaku tahu daerah itu pun yang mengarahkan
arah jalan laju kendaraan.
“Tenang, aku tahu
jalan, “ Prasetyo menenangkan, kemudian mempertegas, “Kita tak mungkin
terserah, pokoknya ikuti arahan aku sebagai petunjuk jalan menuju ke arah
rumahku yang baru.”
Beberapa kali
motor menabrak patok, hingga Sudrajat bertanya, “Kok banyak patok yang kita
lewati?”
“Tidak apa-apa, patok-patok itu dari
petugas yang sengaja memasang patok untuk batas tanah kapling, “ jawab Prasetyo
dengan suara bergetar tapi mencoba untuk meyakinkan.
Sudrajat
mengangguk menurut saja. Ia tak mempermasalahkan jalan yang berliku-liku penuh
gundukan dan berpatok-patok di kanan-kirinya. Angin malam yang semakin dingin
membekukan tulang yang membuatnya semakin mempercepat laju kendaraan agar cepat
sampai tempat tujuan. Suasanya begitu sangat sunyi mencekam, Sudrajat yang
sebenarnya sangat penakut menjadi pemberani karena ada teman Prasetyo di
boncengan.
Begitu sampai ke rumah mewah, Prasetyo
mengajak Sudrajat untuk singgah. Sudrajat tentu menurut saja, karena baru
bertemu dari puluhan tahun lulus SMA dan tentu masih ingin mengobrol lebih
banyak lagi. Mengalami masa sekolah SMA bersama memang kelewat indah untuk
dikenang.
***
Waktu terasa berjalan begitu sangat cepat
bagi Sudrajat yang sedang bercakap-cakap dengan Prasetyo di rumahnya. Asyik
sekali mereka berdua nostalgia semasa
sekolah. Sebuah nostalgia
masa-masa
sekolah yang memang
sangat mengasyikan.
Di sela-sela bernostalgia semasa
sekolah, Sudrajat mengirim pesan singkat ke nomor WhaatsApp Doni, temannya dan
teman Prasetyo saja karena sama-sama satu sekolah SMA, bahwa ia sedang bersama Prasetyo
di rumah dan secepatnya menyusul untuk menemani dirinya. Kalau Doni datang pasti
lebih seru lagi nostalgianya. Apalagi Doni terkenal jagoan ngocol, pintar bercerita.
Sambil menunggu jawaban Doni, Sudrajat iseng
membuka google maps sekedar ingin mengecek lokasi rumah Prasetyo yang
didatanginya, tapi ternyata
tidak terdeteksi, betapa ia amat sangat kaget.
Tiba-tiba, hpnya berdering, buru-buru
ia angkat.
“Sudrajat, maaf saya baru sempat baca WhatsApp,
apa benar kamu sekarang bertemu dengan Prasetyo teman masa sekolah SMA kita?”
suara Doni di seberang sana terdengar bertanya.
“Iya, benar, kita berdua reuni kecil,
“ jawab Sudrajat membuncah gembira.
“Bukankah Prasetyo sudah…” suara Doni
terdengar ragu-ragu mengatakan sesuatu, sehingga Sudrajat langsung memotong
ucapannya mengabarkan. “Prasetyo sekarang sudah berada di kampung. “
“Benar itu Prasetyo?” Doni terdengar
masih dilanda keraguan.
“Iya benar, meski sudah 30 tahun lebih
tidak bertemu sejak lulus SMA, aku masih mengenali itu Prasetyo, “ tutur Sudrajat
penuh percaya diri.
Doni berhenti bicara, Sudrajat segera
mendesak, “Doni, ayo cepat kesini temani aku di rumah Prasetyo!”
“Sudrajat, kamu sekarang di mana?”
tanya Doni.
“Saya di rumah Prasetyo, “ jawab Sudrajat
memantapkan diri jawaban
pasti.
“Lho, aku sekarang sudah depan Rumah Prasetyo,
tapi kok tampak sepi dan gelap sekali seperti lama sekali tidak berpenghuni,
sebenarnya kamu sekarang di mana?” Doni mempertanyakan terdengar begitu sangat
terkejut.
“Aku di rumah Prasetyo yang baru,”
Doni memberikan jawaban penuh keraguan.
“Wah Prasetyo sekarang sudah punya
rumah baru?” tanya Doni,
kali ini pertanyaannya menukik sekali.
“A-a-aku di …., “ Sudrajat
tergagap-gagap dan benar-benar tak bisa melanjutkan jawabannya karena tiba-tiba
tersadarkan oleh keadaan yang mendadak berubah sangat drastis dari sebuah rumah
mewah menjadi sebuah kuburan yang begitu sunyi mencekam dan amat sangat
menyeramkan. Saat demikian Prasetyo tiba-tiba menghilang entah ke mana yang membuatnya
sontak menjadi sangat ketakutan karena ditinggal sendirian. Bahkan, ia semakin
lebih takut lagi karena ternyata dirinya berada di atas sebuah pusara, betapa dirinya
tak bisa berkata-kata lagi, selain jatuh langsung pingsan.
Doni masih tetap nyerocos bicara,
“Bukankah Prasetyo, teman SMA kita, sudah lama meninggal karena sakit tak
terobati? Sebenarnya yang sekarang sedang bersamamu itu siapa? Sudrajat, jawab
pertanyaanku, Sudrajat, Sudrajat, ya, ditanya kok tidak dijawab, halo, halo….”
***
Besok paginya, geger masyarakat yang lewat
kuburan, terutama para bakul,
para penjual, yang pergi ke pasar dini hari, dikejutkan
karena melihat
Sudrajat yang tampak sedang
tidur di atas sebuah pusara.
Adapun, Sudrajat, begitu
bangun sangat terkejut bercampur
kebingungan, entah mengapa dirinya sampai bisa tidur dengan keadaan sedemikian
horor-nya.
Dk Karangjati, Munjung Agung, Kramat,
Tegal, 2022
Akhmad Sekhu, penulis
kelahiran desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, 27 Mei 1971 ini tinggal di Jakarta.
Novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021). Kumpulan
cerpennya “Semangat Orang-Orang Jempolan” (siap terbit).