Pantai Sarjo
Di bawah nyiur
ada perahu-perahu tertidur
ketika cerita ibu bertabur
diiringi siulan ombak berdebur
: dulu sebelum
kau ada,
kampung ini masih serupa rimba,
tak ada jalanan bergaris putih memanjang.
Orang-orang memikul hidupnya ke kota
dengan sepasang kaki tajam
diiris-iris tiram kepedihan
Perahu-perahu
kecil tak mampu
mengantar mimpi-mimpinya yang besar
tetapi nyeri di pundaknya bagai cambuk
meminta terus berjalan menjajakan jualan
Di pantai ini,
kudengar suara pilu di hati ibu
yang dulu sempat disaksikan ombak itu.
Sedang aku, masih saja keong kecil
terseok-seok di bibir pantai
Sarjo, 19 April
2022
Simpang Empat
Aku pernah berada
di simpang empat hidup
memilih arah perjalanan yang kelak
mengantar keinginan-keinginanku
tiba pada tujuan yang sebenarnya
Kala itu
usia masih rentan jatuh bangun
belok ke kiri pikirku tak menemu rintang
Aku melaju
dengan kecepatan emosi terburu-buru
Jalan yang menikung-nikung membawaku
mengintip jurang-jurang kegagalan
rem pengingat kehati-hatian
tak lagi terinjak
hingga aku terjatuh
Lebam yang
melekat
benar-benar biru
tahun-tahun kuhabiskan untuk sembuh
masih saja menimbul ragu
entah rute mana lagi mesti kujalani
sebab perjalanan-perjalanan di depan mataku
menawarkan pilihan melulu
Aku berdiri di
hentian ini
menatap arah hidup berikutnya
Sarjo, 22 Juni
2022
Malam
Kusemat jimat
malam
kala mata lelah tak mau lelap
serupa bohlam dalam bilik
yang kubiarkan hidup
sepanjang malam
ebagai teman
duduk
aku bertanya pada malam
bagaimana mencipta gelap
pada mata yang selalu
menyimpan terang
Tanpa jawaban
kucoba memejam
menutup mata dengan tangan doa
yang kerap gagal kuhafal
pelan pelan redupkan lampu lampu
yang lama menjadi kota di kepala
Aku tertidur di
ujung malam!
Sarjo, 22 02 2022
Langgas
Ia telah bebas
dari jeruji dunia yang menganga
menuju pengadilan Tuhan
mengibar bendera kemerdekaan batin
yang begitu lama dijajah derita
ketakadilan hakim-hakim
Sarjo, 27 Mei
2022
Bekal Pulang
Ia pergi, menuju
pulau tak kasat mata
membawa diri dan sekantong ibadah
setelah usia gugur
dari almanak kehidupan
Seminggu sebelum
izrail menjemput
Ia khusyuk berbenah
memandikan diri dengan airmata sesal
mengenang perilaku berlumpur dosa
Siang malam
bibirnya basah oleh zikir
hingga ia tak ada waktu berpikir
perihal kilau dunia
yang pernah mengajaknya kikir
Di detik-detik
kepulangannya
ia berpesan padaku:
"Sebaik-baik bekal pulang adalah salat,
bersiaplah sebelum kereta kematian menjemputmu"
Sarjo, Januari 2021
Bendera Putih
Hari itu,
langit di kampung mendung
ambulans lalu-lalang
dan kau pergi
mengibarkan bendera putih
di hati kami
guru!
Sarjo, 23 Mei
2022
Rindu yang
Berpetak-petak
Setelah menebang
pohon waru
bapak menggali tanah itu
membentuk pematang ikan
tempat doa-doa disemogakan
Di tengahnya ada
pintu
terbuat dari papan-papan jembatan
sebagai tempat pertemuan
bagi semua yang berenang
Di atasnya ada
aku berdiri
membagi-bagi butiran kata
dan di bawah ada kau mengaminkan
Pematang ini
adalah rinduku berpetak-petak
yang semasa kecil kurawat
kini berganti potongan-potongan
tanah kering yang kosong
Sarjo, 24 April
2022
ada perahu-perahu tertidur
ketika cerita ibu bertabur
diiringi siulan ombak berdebur
kampung ini masih serupa rimba,
tak ada jalanan bergaris putih memanjang.
Orang-orang memikul hidupnya ke kota
dengan sepasang kaki tajam
diiris-iris tiram kepedihan
mengantar mimpi-mimpinya yang besar
tetapi nyeri di pundaknya bagai cambuk
meminta terus berjalan menjajakan jualan
kudengar suara pilu di hati ibu
yang dulu sempat disaksikan ombak itu.
Sedang aku, masih saja keong kecil
terseok-seok di bibir pantai
memilih arah perjalanan yang kelak
mengantar keinginan-keinginanku
tiba pada tujuan yang sebenarnya
usia masih rentan jatuh bangun
belok ke kiri pikirku tak menemu rintang
dengan kecepatan emosi terburu-buru
Jalan yang menikung-nikung membawaku
mengintip jurang-jurang kegagalan
rem pengingat kehati-hatian
tak lagi terinjak
hingga aku terjatuh
benar-benar biru
tahun-tahun kuhabiskan untuk sembuh
masih saja menimbul ragu
entah rute mana lagi mesti kujalani
sebab perjalanan-perjalanan di depan mataku
menawarkan pilihan melulu
menatap arah hidup berikutnya
kala mata lelah tak mau lelap
serupa bohlam dalam bilik
yang kubiarkan hidup
sepanjang malam
aku bertanya pada malam
bagaimana mencipta gelap
pada mata yang selalu
menyimpan terang
kucoba memejam
menutup mata dengan tangan doa
yang kerap gagal kuhafal
pelan pelan redupkan lampu lampu
yang lama menjadi kota di kepala
menuju pengadilan Tuhan
mengibar bendera kemerdekaan batin
yang begitu lama dijajah derita
ketakadilan hakim-hakim
membawa diri dan sekantong ibadah
setelah usia gugur
dari almanak kehidupan
Ia khusyuk berbenah
memandikan diri dengan airmata sesal
mengenang perilaku berlumpur dosa
hingga ia tak ada waktu berpikir
perihal kilau dunia
yang pernah mengajaknya kikir
ia berpesan padaku:
"Sebaik-baik bekal pulang adalah salat,
bersiaplah sebelum kereta kematian menjemputmu"
langit di kampung mendung
ambulans lalu-lalang
dan kau pergi
mengibarkan bendera putih
di hati kami
guru!
bapak menggali tanah itu
membentuk pematang ikan
tempat doa-doa disemogakan
terbuat dari papan-papan jembatan
sebagai tempat pertemuan
bagi semua yang berenang
membagi-bagi butiran kata
dan di bawah ada kau mengaminkan
yang semasa kecil kurawat
kini berganti potongan-potongan
tanah kering yang kosong
Maha karya yang indah
BalasHapusKelaassss
BalasHapus