Embun Pagi
Kubuka pintu
jendela kamarku di pagi hari
Kulihat embun-embun menitis di sela-sela kaca jendela
Hujan semalam yang turun begitu deras
Meninggalkan embun di pagi hari
Pemandangan di
pagi hari, sangat indah dipandang mata
Embun pagi tidak hanya menitis di sela-sela kaca jendela
Dedaunan pun ikut dihinggapi embun
Matahari mulai
nampak pagi itu
Titik-titik embun masih setia hinggap di sela-sela jendela dan di balik daun-daun yang tumbuh begitu rindang
Cianjur, 27 Juni
2022
Dipanggil Tuhan
Kau begitu sehat
hari itu, kawan
Aku menyapamu dengan penuh keakraban dan senyuman tulus di pagi itu
Sore itu, kudengar dari corong masjid namamu tiga kali disebut
Jantungku terus berdetak semakin kencang
Aku tak percaya kau sudah dipanggil Tuhan
Ini sungguh
peringatan keras bagiku
Kematian harus di persiapkan
Tidak ada kata berleha-leha untuk menghindari kematian
Semuanya tinggal menunggu giliran
Cianjur, 27 Juni
2022
Dendam Kesumat
Masa depan tidak
mengubah tabiatmu
Dalam dadamu terus mengalir aura penuh dendam kepada ibumu
Aku sudah menasihatimu dengan kata-kata yang lembut
Kau tetap sekeras batu
Kebencian di masa
lalu yang masih bergejolak dalam dadamu harus segera kau singkirkan
Tidak baik memusuhi ibu kandungmu, kawan
Kau lupa siapa yang melahirkan dan merawatmu?
Kau akan lupakan itu?
Hanya perkara sepele, hatimu sudah terpenjara oleh dendam kesumat kepada ibu kandungmu
Cianjur, 27 Juni
2022
==================
Wandi, Lahir di Cianjur, 3 Februari 1990.
Kulihat embun-embun menitis di sela-sela kaca jendela
Hujan semalam yang turun begitu deras
Meninggalkan embun di pagi hari
Embun pagi tidak hanya menitis di sela-sela kaca jendela
Dedaunan pun ikut dihinggapi embun
Titik-titik embun masih setia hinggap di sela-sela jendela dan di balik daun-daun yang tumbuh begitu rindang
Aku menyapamu dengan penuh keakraban dan senyuman tulus di pagi itu
Sore itu, kudengar dari corong masjid namamu tiga kali disebut
Jantungku terus berdetak semakin kencang
Aku tak percaya kau sudah dipanggil Tuhan
Kematian harus di persiapkan
Tidak ada kata berleha-leha untuk menghindari kematian
Semuanya tinggal menunggu giliran
Dalam dadamu terus mengalir aura penuh dendam kepada ibumu
Aku sudah menasihatimu dengan kata-kata yang lembut
Kau tetap sekeras batu
Tidak baik memusuhi ibu kandungmu, kawan
Kau lupa siapa yang melahirkan dan merawatmu?
Kau akan lupakan itu?
Hanya perkara sepele, hatimu sudah terpenjara oleh dendam kesumat kepada ibu kandungmu
Wandi, Lahir di Cianjur, 3 Februari 1990.
Alumnus Universitas Suryakancana Cianjur.
Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia.