3 Pentigraf Fathurrozi Nuril Furqon | Donat - Suara Krajan

Elegi Sebuah Kayu
 
Aku tidak ingin tiada menjadi abu karena dibakar api, atau menjadi tanah, layu dimakan waktu. Aku ingin menjadi sesuatu yang lebih dari saudaraku kebanyakan. Sebagai sebuah kayu, terbakar atau lapuk sudah menjadi pilihan untuk tiada, menyempurnakan hakikat sejati sebagai makhluk. Tetapi aku ingin setidaknya seperti salah satu moyangku, tongkat Nabi Musa AS, yang diabadikan di museum, diziarahi anak Adam dan Hawa, berteman dengan sejarah.
 
“Biarkan aku terlepas dari takdir yang mengikat di antara kita,” kataku suatu hari pada api. Saat itu aku tengah berdesak-desakan dengan kayu-kayu lain di dekat tomang, terikat oleh seuntai tali dari rotan. Api menggeram mendengar perkataanku. Ia memarahiku agar tidak menjadi perusak takdir.
 
Tapi aku bukanlah aku jika tidak teguh memegang hal yang kuinginkan. Bukan tanpa alasan aku meminta untuk diberikan kedudukan yang terhormat. Sebelum terikat di sini, dulu aku juga pernah menyelamatkan seorang Presiden dari sabetan sabit Izrail di tangan seorang kriminal. Saat itu, aku jatuh dari dahan sebuah pohon, keras menimpa kepala si kriminal, membuatnya pingsan seketika. Selain itu, masih banyak lagi yang telah kulakukan, namun tak bisa kusampaikan karena tiba-tiba lidahku menjadi kelu, kesakitan dibakar api.
 
Sumenep, 2019
 
 
Lipstik
 
Aku menatap suamiku yang tengah tertidur di sampingku dengan penuh curiga. Tadi, tak sengaja kutemukan lipstik di tas kerjanya ketika aku sedang bersih-bersih rumah. Bagiku, lipstick merupakan salah satu dari sekian banyak pertanda kehadiran wanita lain dalam kehidupan seorang suami. Dalam hati aku bertanya-tanya, ‘jalang mana yang berani bermain-main denganku?’
 
Keesokan harinya aku segera menanyakan perihal lipstik itu kepada suamiku. Ia tampak gelagapan ketika ditanya tentang hal itu, membuat curigaku semakin bertambah besar. Dengan gelagapan ia berkata bahwa lipstik itu sebenarnya hendak ia berikan kepadaku, tapi ia lupa untuk memberikannya. Namun, aku bukan wanita bodoh yang akan dengan mudah percaya, apalagi wajahnya menunjukkan bahwa ia baru saja telah berbohong. Suamiku memang tidak pandai berbohong.
 
Hari ini aku ada arisan di rumah temanku, membuatku terpaksa keluar rumah. Dengan mengendarai mobil, aku membelah padatnya jalanan ibu kota. Ketika mobilku berhenti di depan lampu merah, tak sengaja mataku menangkap sosok seorang banci yang terasa begitu familier. Aku memicingkan mataku untuk melihat sosok itu lebih jelas lagi. Sepersekian detik berikutnya, mataku membulat sempurna. Aku terkejut bukan main. Di sana, di samping lampu merah seorang banci tampak sedang bercengkerama dengan seorang preman jalanan, dan banci itu adalah suamiku.
 
Sumenep, 2019
 
Baca Juga: 2 Puisi Mohd. Adid Ab. Rahman
 
Donat
 
Aku kesal sekali ketika mengetahui bahwa Ayla, orang yang kusukai ternyata malah menyukai temanku sendiri. Apalagi dia mulai menyukainya setelah aku memperkenalkan mereka di acara ulang tahunku. Lebih parahnya lagi, temanku itu malah membalas perasaannya, padahal ia tahu betul bahwa aku sudah dari lama menyukainya. ‘Ia memang teman kurang ajar,’ batinku.
 
Rasa kesalku semakin hari semakin memuncak, membuatku gelap mata. Dengan perasaan dongkol, aku membuat donat beracun. Rencananya donat itu akan kuberikan pada temanku, lalu segera setelah ia memakannya, ia akan cepat sampai ke surga. Aku tertawa ketika membayangkan hal itu. Jika temanku meninggal, maka aku bisa mendapatkan Ayla dengan mudah, dan kemudian kami akan bersatu dalam satu atap rumah tangga.
 
Senyuman mengukir wajahku setelah aku memberikan donat itu pada temanku beberapa waktu lalu. Aku memutuskan untuk duduk di ruang tamu sembari menunggu segalanya berjalan sesuai rencana. Tidak lama kemudian Ayla datang menghampiriku dengan sebuah donat di tangannya. Aku terkejut setengah mati melihat itu. “Donat ini tadi diberi oleh David,” ucapnya ketika melihat diriku yang tampak menatap aneh pada donat di tangannya. Kemudian, tanpa bisa kucegah ia mulai memakan donat itu.
 
Sumenep, 2020
 
Fathurrozi Nuril Furqon, lahir di Sumenep pada 01 Agustus 2002. Alumnus TMI Al-Amien Prenduan 2021, salah satu pembina SSA (Sanggar Sastra Al-Amien).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak