Belajar pada Gunung
negeri warna-warni himpunan pulau-pulau:
membujur barat-timur, melintang utara-selatan.
dinaungi khatulistiwa: terberkatilah lembah, ngarai, hutan
satwa dan rawa-rawa. juga gunung yang menjulang:
menepuk dada, menantang angkasa.
adakah yang melampaui keperkasaannya
gunung menjulang perlambang visi negeri kami
impian yang tertanam di tiap benak anak negeri
menyangga asa, memanggang obsesi
agar terus hangat bersemangat, dan meninggi
tinggi, tinggilah gunung negeriku.
kau yang pemberani, tengoklah semeru:
serap energi randu gumbolo hingga oro-oro ombo
dekaplah tanjakan cinta bersama levender yang jelita
jikalau masih belum puas, mendakilah ke puncak jaya wijaya:
salju abadi akan menyelimuti sepanjang usia.
kau yang eksotik, mampirlah di rinjani
Jika masih belum puas, geser ke kelimutu:
tiga danau dengan warna air yang berbeda bersatu
kau yang romantis, singgahlah di papandayan
keindahan edelweis menebar aroma kasih sayang
dan kau yang mistis, bertapalah di kelud
merenungi zaman yang kian sengkarut
raihlah ketinggian tanpa ada yang terlewatkan
namun sesampai puncak jangan lupa lembah
tempat kau buang jauh-jauh sikap angkuh
belajar pada laut
adalah melapangkan dada
di hamparan keluasan tak hingga
sambil menjauhkan kesempitan hidup
yang ternyata hanya fatamorgana
bentangkan angan, kepakkan cita
hingga menembus ujung cakrawala
biasakan dihantam ombak
tak takut mabuk bahkan maut
meski riak selalu datang menyeruak
menari bersama gelombang
kapan mesti meliuk kapan mencengkeram
ingat, angin dan air yang saling berpagut
adalah mencintai negeriku
disatukan nasib, dikuatkan waktu
: karang kokoh tegar
langkah maju tak bisa ditawar
: jutaan ikan berenang kegirangan
merawat harmoni merangkai tembang
: pasir berzikir menenun asa
tak akan surut digulung masa
sejatinya jiwa kita
Wisma_Aksara, 2020
yang biru tempat angin dan air berpagut
cakrawala yang membentang tak terbatas
hingga ke dasar jiwa yang menentramkan
meraih angkasa tempat bersemayam wangsit
yang selalu membiru hingga ajal menjemput
Marwanto, sastrawan yang sejak 1992 menulis beragam genre: esai, cerpen, resensi buku, cerkak dan berpuisi yang dimuat di koran (Kompas, Media Indonesia, Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Suara Karya, Pos Bali, Minggu Pagi, Koran Sindo, Pikiran Rakyat, Mercusuar, Metro Sulawesi, dll), majalah (Gatra, Gong, Syir’ah, Mata Jendela, Pagagan, Suara Hidayatullah, Hai), tabloid (Adil), buletin (Ikhtilaf, Lontar, Pawon) maupun media online (basabasi, lensasastra, detikcom, cendananews dll). Menggerakkan aktivitas sastra di kediamannya Kulonprogo (Yogya) lewat Lumbung Aksara (2006-sekarang), mengetuai Forum Sastra-Teater Kulonprogo (2015-sekarang) serta membina komunitas Sastra-Ku (2019-sekarang). Dua buku terbarunya: Aroma Wangi Anak-anak Serambi (cerpen, 2021) dan Kita+(Duh)-Kita (puisi, 2022). Puisi dan cerpennya memenangi sejumlah lomba sastra tingkat nasional.
Keren ini. Penyair yg rendah hati
BalasHapus