Muhammad Ali dan Soeharto, Dua Tokoh yang Melegenda | Oleh Syukur Budiardjo - Suara Krajan

Pada setiap bulan Juni saya teringat dua tokoh yang telah tiada. Kedua tokoh ini saya kagumi karena kehebatannya dalam menjalani profesinya. Ketekunan, kegigihan, dan kesungguhan diterapkan dengan konsisten dalam mewujudkan impian dan cita-citanya.
 
Satu tokoh terekam dengan kuat di memori saya ketika saya masih belajar di Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1965. Satu tokoh lagi saya tonton kiprahnya di Televisi Republik Indonesia (TVRI) – satu-satunya televisi yang dapat saya tonton meskipun hanya hitam-putih dan belum warna. Ketika itu, pada sekitar tahun 1975, saya sudah belajar di SMA.
 
Kedua tokoh ini melegenda hingga sekarang. Kiprahnya mengharumkan nama bangsa dan negaranya. Satu tokoh berkecimpung di dunia olah raga. Ia olahragawan mumpuni yang namanya tercatat dalam sejarah. Satu tokoh lagi berkecimpung di dunia politik. Ia negarawan yang terkenal pada masanya sebagai pemimpin dunia.
 
Lincah Tarian Ali
Yang pertama adalah Muhammad Ali. Bernama asli Cassius Marcellus Clay Junior. Muhammad Ali lahir pada 17 Januari 1942 dan meninggal dunia pada 3 Juni 2016 dalam usia 74 tahun. Ia – seorang mualaf -- menjadi salah satu petinju paling fenomenal yang pernah dikenal dunia. Ali merupakan petinju pertama yang merebut sabuk gelar juara dunia kelas berat untuk tiga kesempatan berbeda dan mempertahankannya 19 kali. Dia meraih gelar juara dunia pertamanya pada 25 Februari 1964. Usianya masih muda, 22 tahun saat ia menjadi juara dunia.
 
Ali yang pada saat itu masih bernama Cassius Clay keluar sebagai pemenang atas juara kelas berat Sonny Liston. Ali pun memutuskan benar-benar berhenti bertinju pada usia 39 tahun pada 1981. Ali membukukan rekor bertanding 56 kemenangan dengan 37 menang KO dan lima kali kalah.
 
Berikut ini puisi yang saya tulis untuknya.
 
KETIKA WAJAHMU KAU SERAHKAN
-- Mengenang Muhammad Ali
 
Ketika wajahmu kau serahkan
Tubuh kekarmu kau tegakkan
Lalu kakimu menari-nari lincah
Teriakan namamu membuncah
 
Penonton di sekitar ring tinju
Juga aku yang cuma melihatmu
Melalui televisi hitam-putih di rumah
Ikut berteriak menghela nafas lemah
 
Meski wajahmu dipukul berkali-kali
Kau tak juga segera putus nyali
Hingga lawanmu terlihat lengah
Uper cut membuatnya terperangah
 
Maka pukulan kerasmu mendarat
Di ronde-ronde maut nan keparat
Hingga lawanmu terjungkal ke lantai
Tak berdaya seperti tikus dibantai
 
Terbayang wajahmu kau  serahkan
Lonceng TinjuTaufiq Ismail ingatkan
Jangan mengadu ayam atau hewan
Pesan nenek terngiang menawan
 
Cibinong, Juni 2020
 
Tarian Ali di atas ring tinju mendebarkan hati. Mata penonton tak berkedip barang sejenak. Tak mau melewatkan momen menggelegak. Ketika lawannya tak lagi berdiri tegak. Karena pukulan hook yang telak.
 
Senyum Pak Harto
Sementara itu, tokoh kedua adalah Pak Harto, panggilan akrab HM Soeharto. Mantan Presiden ke-2 Republik Indonesia ini, lahir di Kemusuk, Bantul, Jogjakarta pada 8 Juni 1921 dan meninggal dunia di Jakarta pada 27 Januari 2008 dalam usia 86 tahun.
 
Selama 32 tahun jenderal besar ini memimpin negeri ini. Pada era Pak Harto berkuasa ekonomi adalah panglima. Pembangunan di berbagai sektor kehidupan digalakkan. Itu sebabnya Pak Harto memperoleh gelar Bapak Pembangunan. Program pembangunan di negeri ini dikemasnya dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), kemudian diwujudkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Pembangunan Lima Tahun (PELITA).
 
Ungkapan terkenal yang pernah dilontarkannya adalah mikul dhuwur mendhem jero. Terjemahan dalam bahasa Indonesianya adalah memikul tinggi-tinggi dan mengubur dalam-dalam. Maknanya kita layak memberikan apresiasi atau penghormatan yang tinggi pada setiap kebaikan dan menguburkan yang dalam pada setiap keburukan yang melekat pada setiap manusia.
 
Ungkapan mikul dhuwur mendhem jero semula ditujukan kepada Bung Karno, pendahulu Pak Harto. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa Pak Harto memiliki peran yang sangat besar dalam memberangus dan memadamkan kudeta berdarah Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI). Tragedi pada 30 September 1965 dini hari di Jakarta itu telah meminta tumbal gugurnya para Pahlawan Revolusi. Setiap tanggal 1 Oktober kita peringati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
 
Berita peristiwa berdarah itu saya ketahui dari surat kabar yang dilanggan ayah. Di halaman pertama terpampang foto Pak Harto dan tentara Korps Komando (KKO) – sekarang marinir -- yang berhasil mengangkat jenazah para korban yang terbunuh dan dibuang ke dalam sumur tua di Lubang Buaya di Jakarta Timur. Berikut ini puisi yang saya tulis untuk mengenangnya.
 
KETIKA SENYUMMU MENGEMBANG
-- Mengenang Pak Harto
 
Ketika senyummu mengembang.
Orang-orang tak lagi bimbang.
Pidatomu setiap 16 Agustus.
Dinanti rakyat penuh makna serius.
 
Kami melihatmu di antara petani.
Mengayunkan sabit memotong padi.
Mengambang di kelompencapir.
Dibawa angin ke penjuru tanah air.
 
Engkau kawal negeri dengan tegas.
Wujudkan mimpi siap lepas landas.
Membangun ekonomi yang utama.
Melahirkan sejahtera untuk semua.
 
Cibinong, Juni 2020
 
Senyum Pak Harto menyimpan misteri. Namun juga penuh arti. Senyum Sang Jenderal Besar untuk kemakmuran negeri ini. Dengan strategi PELITA dan GBHN ia melangkah pasti.
 
Kita tundukkan kepala sejenak untuk kedua tokoh tersebut. Muhammad Ali, sang petinju legendaris dan Soeharto, sang jenderal besar layak kita kenang sebagai sosok yang gigih dalam mewujudkan cita-citanya untuk kebesaran negerinya.
Al-Fatihah.
 
Cibinong, akhir Mei 2022


====================
Syukur Budiardjo, Penulis dan Pensiunan Guru ASN di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Menulis artikel,
cerpen, dan puisi di media cetak, media daring, dan media sosial. Kontributor sejumlah
antologi puisi. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu
Lelaki Datang (2018), Demi Waktu (2019), Beda Pahlawan dan Koruptor (2019), buku
kumpulan esai Enak Zamanku, To! (2019), dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah
Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018). Akun
Facebook, Instagram, dan Youtube menggunakan nama Sukur Budiharjo. Email
budiharjosukur@gmail.com.Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16913
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak