 |
Foto penulis saat melaksanakan Haji tahun 2019 |
Ketika tiba di kota
ini, hati saya membuncah. Senang, haru,
bahagia, sedih, dan pelupuk mata
seketika berair, meski sangat tipis. Yang terlintas dalam benak saya
ketika menjejakkan kaki di kota Thaif pada musim haji 2019 lalu adalah tentang Rasulullah yang ditolak kehadirannya oleh penduduk Thaif. Sebelum beliau hijrah
di Madinah, Thaif menjadi pilihan beliau.
Pagi itu Rabu 28 Agustus 2019 sekitar pukul 6 pagi seluruh
jamaah berkumpul di depan hotel menunggu kedatangan bus wisata yang sudah
disewa untuk mengantar kami tour ke Thaif. Perjalanan Makkah menuju Thaif
diperkirakan memakan waktu 2,5 jam. Kami masuk bus sesuai rombongan. Ada
sekitar 12 kendaraan yang mengantar kami
ke sana.
Beberapa tempat akan kami kunjungi antara lain masjid
Sahabat Ibnu Abbas, Masjid Quff (tempat Rasulullah dilempari batu oleh penduduk
Thaif), pasar buah, pabrik parfum, Math’am Bukhari (resto),dan berakhir di
masjid Qarnun Manazil sebagai tempat kami mengambil Miqat. Hari itu saya yang
tergabung dengan jamaah, berwisata, dan
melaksanakan umrah untuk kesekian kalinya.
Kota Thaif merupakan salah satu kota yang berada di suatu
dataran tinggi di Arabia, berjarak sekitar 2,5 jam dari kota Mekkah. Selain
kota Thaif yang sangat sejuk dan subur serta banyak menghasilkan buah-buahan,
kisah Rasulullah dan Thaif menjadi suatu kisah tersendiri yang dramatis.
Sebelum memutuskan
hijrah ke Madinah, Rasulullah bermaksud hijrah ke Thaif namun, penduduk Thaif menolak kedatangan
beliau juga menolak ajarannya.
Beliau kemudian diolok-olok, dicaci maki, dan dilempari
batu-batuan serta kotoran hewan. Saat itu banyak darah bercucuran dari luka
beliau. Akan tetapi, doa Nabi untuk
penduduk Thaif justru sebaliknya.
Memohon pada Allah agar keturunan mereka nantimya memeluk agama islam.
“Semoga anak – cucu mereka (penduduk Thaif) kelak akan
memeluk agama islam”.
Doa Rasulullah Saw. benar adanya. Meskipun ditolak, penduduk Thaif di masa setelahnya banyak
memeluk agama islam dari generasi berikutnya.
Setelah itu, untuk memperkuat syiar islam di sana, Rasulullah
mendelegasikan Ibnu Abbas.
Sahabat Ibnu Abbas adalah sahabat Nabi yang memiliki
hubungan kekerabatan yaitu ayahnya (Abbas) merupakan paman Nabi. Ibnu Abbas sejak kecil sekitar usia
9-15 tahun sering bergabung dengan
halaqah keilmuan bersama Nabi dan para sahabat lainnya.
Tampak kecerdasan dan kemampuan pemahaman yang tinggi
terutama dalam hal maksud wahyu Allah. Rasulullah sendiri merekomendasikan
beliau sebagai Mubayyin (Interpreter/penafsir) setelahnya jika umat islam kesulitan
dalam memahami Al-Quran.
Sebagai mufassir masa sahabat, Ibnu Abbas telah menghasilkan
karya tulis berupa “Tafsir Ibnu Abbas”.
Selain berpengetahuan luas dalam memahami ayat-ayat
Al-Qur’an, beliau juga aktif dalam meriwayatkan hadits. Banyak hadist
sahih periwayatannya melalui beliau.
Beliau jugalah yang menurunkan seluruh kekhalifahan dengan nama Bani
Abbasiyyah.
Abbasiyah dirujuk
pada keturunan dari paman Nabi yang termuda yakni Abbas Bin Abdul Muthallib.
Di Thaif, Ibnu Abbas sangat aktif dalam syiar islam. Beliau dimakamkan di kota Thaif
juga. Terletak di ketinggian 1700 M di
atas permukaan laut suasana sekitar masjid Ibnu Abbas serasa sejuk dan
teduh. Di depan masjid banyak para
pedagang menjajakan buah yang menyegarkan. Delima, anggur, pisang, apel, dan
sebagainya. Bahkan menurut informasi muthawwif (sebutan guide) , di kota
Thaif turun salju pada musim dingin. Tak
heran kota ini sangat subur.
Masjid Ibnu Abbas
didirikan pada 592 H. Disebut
Masjid Ibnu Abbas karena letaknya yang
berdampingan dengan Maqbarah Ibnu Abbas.
----
Setelah berwudu, lalu shalat sunnah Thahiyyatul Masjid, saya
berjalan berkeliling masjid wanita dan halaman depannya menikmati semilir
sejuknya hawa kota Thaif sembari merenung dan mengingat sejarah, betapa
perjuangan Rasulullah dan para sahabat dalam menyebarkan ajaran Allah senantiasa dilakukan dengan sungguh-sungguh
tak kenal lelah.
Rasulullah dan Kota
Tha’if
Saat itu intimidasi dan serangan kaum kafir Quraisy semakin
menjadi-jadi pada Rasulullah. Kepemimpinan kaum Quraisy yang semula dipegang
oleh paman nabi Abu Thalib, digantikan oleh Abu Lahab. Perlindungan terhadap
dakwah nabi sudah tidak ada. Suatu hari nabi pulang dengan luka-luka dan penuh
kotoran unta, Siti Fatimah menangisi ayahnya sambil membasuh dan membersihkan
luka itu.
“ Sudahlah jangan menangis, anakku. Allah akan melindungiku
anakku”. Kemudian Rasulullah mencari pertolongan pada Tsaqif, salah seorang
penduduk Thaif. Keputusan beliau ini semakin mengindikasikan posisi beliau yang
semakin sulit di Mekkah. Terlepas dari kebenaran akan mengalahkan segalanya,
apa yang bisa diharapkan dari seorang
Tsaqif. Ia adalah penjaga kuil
berhala Latta.
Rasulullah mencoba di suatu tempat di Thaif. Namun,
segerombolan budak-budak kaum kafir telah diperintahkan mengejar dan meneriaki
Nabi. Beliau kemudian menyelamatkan diri di sebuah kebun anggur. Ketika beliau
masuk ke kebun tersebut gerombolan budak itupun bubar.
Beliau mengikat untanya pada sebatang pohon kurma. Beliau
berteduh dan bermunajat di sana.
Kebun tempat nabi berteduh ini adalah milik tokoh suku Abd
Asy Syams, yaitu Uthbah dan Syaibah. Saat itu keduanya sedang duduk-duduk di
tepi kebun anggur yang subur. Mereka menyaksikan kejadian Nabi dikejar dan
diserang gerombolan orang. Keduanya tergerak untuk menolong beliau.
Pemilik kebun anggur itu pun menyuruh budaknya yang masih
muda bernama Addas. Ia adalah seorang
Kristen. Mereka berkata pada Addas,” Ambilkan setangkai anggur dan air minum
untuk laki-laki yang berteduh di sana”. Addas melakukan apa yang diperintahkan tuannya.
Ketika mabi akan memakan anggur tersebut, beliau mengucap
"Bismillahirrahmanirrahim". Dengan menyebut nama Allah yang Maha
Pengasih dan Penyayang.
Addas menatap nabi dengan seksama seraya berkata,” Ucapan
itu tak lazim diucapkan penduduk negeri ini.
"Dari negeri mana kamu berasal dan apa agamamu ?”,
tanya nabi.
“Agamaku Kristen dan aku berasal dari Ninawa”. Kemudian Nabi
berkata,”Ninawa adalah tempat Yunus Bin Matta, hamba Allah yang saleh”.
”Dari mana kau tahu tentang Yunus Bin Matta?”,tanya Addas.
“Dia adalah saudaraku, dia adalah seorang nabi, aku juga
seorang nabi”, jawabnya. Kemudian Addas memeluk nabi, mencium kepala, tangan dan
kaki beliau.
-----
Siang yang panas menaungi masjid Ibnu Abbas yang megah.
Interior maupun eksterior khas tanah Hijaz bernuansa coklat dan krem dilengkapi
gerbang megah bertuliskan “Bab Ibnu Abbas”, lalu perjalananku tertuju pada
seorang pria penjual Lemon Tea
dingin yang dituangkan dalam cup berukuran sedang. Suaranya berteriak-teriak, "Lima Riyaal, lima riyal!”,
menghentikan langkahku. Meskipun sejuk, tetapi siang itu tenggorokanku terasa haus.
Sambil menikmati segelas Lemon Tea segar, saya berjalan
menuju penjual buah-buahan yang sangat segar, ranum, dan menggoda selera. Ada
pisang, delima berukuran genggaman telapak tangan orang dewasa, anggur berbagai
jenis, kurma segar, kering, buah peach, yang diletakkan di peti-peti kayu. Di
depan masjid Ibnu Abbas, beberapa pohon rindang tumbuh, melindungi penjual dan
pembeli di sana.
Setelah menjejakkan sujud dalam salat tahiyatul masjid,
hajat, salat sunnah mutlak, dan itikaf , saya beserta rombongan jamaah bergerak
menuju Qarnun Manazil untuk mengambil miqat.
Kota Thaif masih mengembuskan angin yang lembut dan dingin.
Suara penjual parfum, minuman segar, kurma, tasbih, dan batu-batuan akik riuh
rendah menyapa pengunjung dan peziarah dari berbagai negeri. Mereka menapak
tilasi jejak Rasulullah saw. dan para
sahabat yang telah menyiarkan agama Allah di sini.*
*)Penulis merupakan Guru PAI di MAN 2 Mojokerto, Anggota
Media Guru, Redaktur Majalah Elipsis, Penulis buku dan artikel islam di
berbagai media online, tinggal di Kota Mojokerto.
Kerenn abis ulasannya
BalasHapusCERITA PERJALANAN SELALU MENARIK
BalasHapushttps://koranpelita.com/2020/08/28/menyaksikan-dari-dekat-tempat-terbunuhnya-ali-ra-dan-hussein/
Alhamdulillah bertambah ilmu saya sebagai guru bidang studi SKI di MTs. Semoga berkah ilmunya
BalasHapus