Cerpen Syukur Budiardjo | Perempuan Bermata Merah - Suara Krajan

Yang merasa kawanku, angkat tangan! Yang merasa selingkuhanku, angkat bicara! Yang merasa mantanku, angkat kaki!”
 
Demikian update status terbaru yang ditulis oleh perempuan bermata merah di akun facebooknya. Perempuan bermata merah? Ya! Karena setiap malam ia selalu membunuh waktunya hingga menjelang subuh dengan menulis status di dinding beranda facebooknya atau chatting dengan siapa pun yang disukainya. Karena kurang tidur, matanya terlihat merah. Sangat merah.
 
Malam-malam panjangnya selalu ia gunakan untuk menumpahkan segala yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia berbicara dengan lelaki yang menjadi kekasihnya di dunia maya. Sementara itu, putri semata wayangnya telah tidur pulas.
 
Ia berbicara apa saja yang berkelebat di dalam kepalanya. Tanpa beban. Juga mendengarkan keluh kesah yang disampaikan kekasihnya. Dengan bahasa yang mbeling. Atau barangkali malah vulgar!
 
Namun, pertemanan perempuan bermata merah itu dengan lelaki kekasihnya, selalu berumur pendek. Ia merasa bosan. Ia akhiri pertemanan itu. Ia kemudian mencari kekasih lagi. Ia berbicara dan mendengar lagi dengan kekasih barunya. Ia bosan lagi. Ia putuskan cintanya. Ia mencari kekasih baru lagi. Ia berbicara dan mendengar lagi. Ia sudahi lagi karena bosan. Hingga tak terhitung dengan jari tangan mantan kekasihnya di dunia maya. Mangsanya bertumbangan.
                                                                      ***
Perempuan bermata merah itu masih duduk menghadap laptop ketika nyanyian jengkerik di tengah malam masih terdengar. Lolong anjing liar tak membuatnya takut, tak membuatnya berhenti mencari mangsa. Ia tak peduli. Karena malam hari baginya adalah waktu kebahagiaan itu bersemayam di dalam hatinya. Meski diwarnai dengan kata-kata tak sedap didengar. Ia masih juga chatting dengan kekasihnya yang baru.
 
Perempuan bermata merah itu adalah perempuan yang kesepian jiwanya, juga raganya. Karena suaminya pergi meninggalkannya begitu saja. Tanpa alasan yang jelas. Pergi tanpa kabar. Dengan meninggalkan anak perempuan yang masih bersekolah di kelas satu sekolah dasar.
                                                                    ***
Perempuan bermata merah itu mengambil tempat duduk di dalam kamarnya setelah meletakkan majalah kesukaannya ke atas meja. Sesaat kemudian ia menyeruput teh hangat. Sinar matahari pagi menerobos masuk ke dalam kamarnya. Putri semata wayangnya telah diantarkannya ke sekolah.
 
Ia lalu membuka laptopnya, kemudian menyalakan akun facebooknya. Ia terperanjat. Karena ada delapan pesan yang masuk ke dalam kotak pesan. Padahal, setiap hari ia menerima paling banyak tiga pesan inbok. Itu pun rata-rata berisi ucapan terima kasih karena perempuan muda bermata merah  itu telah mengabulkan permohonan pertemanan. Tak lebih dari itu.

Perempuan bermata merah itu selalu memosting statusnya setiap hari. Tak pernah henti. Selalu. Di atas dua ratusan orang yang menyukai, setiap kali postingan statusnya muncul di beranda facebooknya. Komentar atas statusnya pun kebanyakan memujinya. Itu entah karena foto profilnya atau isi statusnya. Bisa keduanya atau bisa salah satunya.
 
Wajah yang menghiasi foto profilnya memang cantik! Wajah Asia khas Melayu. Alis matanya legam berbentuk bulan sabit. Matanya mampu menyihir siapa pun yang melihatnya, bagaikan mata elang yang sangat awas menemukan mangsanya. Hidungnya menyerupai hidung yang dimiliki oleh bangsa-bangsa asli di Timur Tengah atau Eropa. Bibirnya tipis merah merekah seolah hendak membisikkan pesan rahasia nan terselubung. Rambutnya yang hitam panjang terbelah dua di sebelah kiri dan kanan, menutupi wajahnya yang putih bersih.
                                                                      ***
"Ah, cuma ucapan terima kasih"; Ia berkata lirih. Sudah enam pesan di kotak pesan dibukanya. Semuanya berasal dari laki-laki dan semuanya berisi ucapan terima kasih. Ia terbelalak ketika membaca pesan ketujuh. Ia mulai membaca perlahan dan mencermati kata demi kata.
 
"Hai! Apa kabar sayang? Maukah kau menjadi pacarku di facebook? Aku menyukai bibirmu yang tipis, juga alis matamu yang hitam bagaikan celurit. Tapi yang membuatku menjadi tak bisa tidur adalah matamu yang menerkamku!"
 
"Ha ... ha ... ha .... Picisan! Dasar lelaki buaya! Cuma pandai merayu di facebook! Gombal!"
 
Ia mencemooh. Ia tak membalas pesan itu. Ia tak menggubrisnya. Ia kemudian membuka pesan terakhir. Ia terpekik. Menahan nafas. Matanya menembak kata per kata yang tertulis di kotak pesan.
 
"Dasar wanita peselingkuh! Kau tak lebih dari musang berbulu domba. Karena kau telah merebut suamiku. Dengan modal status yang kau posting di facebook kau racuni suamiku dengan kata-kata yang memabukkan. Dasar wanita pelakor! Memang, kau sangat pintar merakit pesan rayuan yang kau kemas dengan kata-kata mutiara! Benar-benar menyakitkan! Coba bayangkan, jika posisimu ditukar dengan posisiku! Pasti kau juga akan marah! Dasar wanita berakhlak comberan!
 
Sesaat perempuan bermata merah  itu terkesima. Belum sempat ia menjawab pesan terakhir yang menusuknya, pintu rumahnya diketuk tamu. Kring! Kring! Kring! Telepon genggamnya juga berdering. Ia hanya mematung. Sesaat kemudian perempuan bermata merah itu mematikan telepon genggamnya. Kemudian ia membuka pintu. Namun, tak ada siapa pun.
                                                                         ***
Malam hari perempuan bermata merah itu kembali membuka akun facebooknya. Kemudian ia melihat-lihat kabar berita di beranda facebooknya. Ia lalu chatting dengan kekasih mayanya. Menjelang subuh ia mengakhiri perbincangan dengan kekasihnya.
 
Akan tetapi, ia tak menyadari ada sepasang mata selalu mengawasinya. Ketika lengking muazin tepat waktu subuh terdengar, sepasang tangan kekar bertato kupu-kupu di lengan kanan, membekap mulutnya. Ia memberontak, tetapi tak berhasil. Sia-sia. Perempuan bermata merah itu kehabisan nafas. Lemas. Lunglai.
 
Cibinong, Mei 2022


===================
Syukur Budiardjo, Penulis dan Pensiunan Guru ASN di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Menulis artikel,
cerpen, dan puisi di media cetak, media daring, dan media sosial. Kontributor sejumlah
antologi puisi. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu
Lelaki Datang (2018), Demi Waktu (2019), Beda Pahlawan dan Koruptor (2019), buku
kumpulan esai Enak Zamanku, To! (2019), dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah
Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018). Akun
Facebook, Instagram, dan Youtube menggunakan nama Sukur Budiharjo. Email
budiharjosukur@gmail.com.Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16913.

Ilustrasi: Stefan Zsaitsits "bulu"

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak