“Yang
merasa kawanku, angkat tangan! Yang merasa selingkuhanku, angkat bicara! Yang
merasa mantanku, angkat kaki!”
Demikian update
status terbaru yang ditulis oleh perempuan bermata merah di akun facebooknya. Perempuan bermata merah?
Ya! Karena setiap malam ia selalu membunuh waktunya hingga menjelang subuh
dengan menulis status di dinding
beranda facebooknya atau chatting dengan
siapa pun yang disukainya. Karena kurang tidur, matanya terlihat merah. Sangat
merah.
Malam-malam panjangnya selalu ia gunakan untuk
menumpahkan segala yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia berbicara dengan
lelaki yang menjadi kekasihnya di dunia maya. Sementara itu, putri semata
wayangnya telah tidur pulas.
Ia berbicara apa saja yang berkelebat di dalam
kepalanya. Tanpa beban. Juga mendengarkan keluh kesah yang disampaikan
kekasihnya. Dengan bahasa yang mbeling. Atau barangkali malah vulgar!
Namun, pertemanan perempuan bermata merah itu
dengan lelaki kekasihnya, selalu berumur pendek. Ia merasa bosan. Ia akhiri
pertemanan itu. Ia kemudian mencari kekasih lagi. Ia berbicara dan mendengar
lagi dengan kekasih barunya. Ia bosan lagi. Ia putuskan cintanya. Ia mencari
kekasih baru lagi. Ia berbicara dan mendengar lagi. Ia sudahi lagi karena bosan.
Hingga tak terhitung dengan jari tangan mantan kekasihnya di dunia maya. Mangsanya
bertumbangan.
***
Perempuan bermata merah itu masih duduk
menghadap laptop ketika nyanyian
jengkerik di tengah malam masih terdengar. Lolong anjing liar tak membuatnya
takut, tak membuatnya berhenti mencari mangsa. Ia tak peduli. Karena malam hari
baginya adalah waktu kebahagiaan itu bersemayam di dalam hatinya. Meski
diwarnai dengan kata-kata tak sedap didengar. Ia masih juga chatting dengan kekasihnya yang baru.
Perempuan bermata merah itu adalah perempuan
yang kesepian jiwanya, juga raganya. Karena suaminya pergi meninggalkannya
begitu saja. Tanpa alasan yang jelas. Pergi tanpa kabar. Dengan meninggalkan
anak perempuan yang masih bersekolah di kelas satu sekolah dasar.
***
Perempuan bermata merah itu mengambil tempat
duduk di dalam kamarnya setelah meletakkan majalah kesukaannya ke atas meja.
Sesaat kemudian ia menyeruput teh hangat. Sinar matahari pagi menerobos masuk
ke dalam kamarnya. Putri semata wayangnya telah diantarkannya ke sekolah.
Ia lalu membuka laptopnya, kemudian menyalakan
akun facebooknya. Ia terperanjat. Karena ada delapan pesan yang masuk ke dalam
kotak pesan. Padahal, setiap hari ia menerima paling banyak tiga pesan inbok. Itu pun rata-rata berisi ucapan
terima kasih karena perempuan muda bermata merah itu telah mengabulkan permohonan pertemanan.
Tak lebih dari itu.
Perempuan bermata merah itu selalu memosting
statusnya setiap hari. Tak pernah henti. Selalu. Di atas dua ratusan orang yang
menyukai, setiap kali postingan statusnya muncul di beranda facebooknya.
Komentar atas statusnya pun kebanyakan memujinya. Itu entah karena foto
profilnya atau isi statusnya. Bisa keduanya atau bisa salah satunya.
Wajah yang menghiasi foto profilnya memang
cantik! Wajah Asia khas Melayu. Alis matanya legam berbentuk bulan sabit.
Matanya mampu menyihir siapa pun yang melihatnya, bagaikan mata elang yang
sangat awas menemukan mangsanya. Hidungnya menyerupai hidung yang dimiliki oleh
bangsa-bangsa asli di Timur Tengah atau Eropa. Bibirnya tipis merah merekah
seolah hendak membisikkan pesan rahasia nan terselubung. Rambutnya yang hitam
panjang terbelah dua di sebelah kiri dan kanan, menutupi wajahnya yang putih
bersih.
***
"Ah, cuma ucapan terima kasih"; Ia
berkata lirih. Sudah enam pesan di kotak pesan dibukanya. Semuanya berasal dari
laki-laki dan semuanya berisi ucapan terima kasih. Ia terbelalak ketika membaca
pesan ketujuh. Ia mulai membaca perlahan dan mencermati kata demi kata.
"Hai! Apa kabar sayang? Maukah kau
menjadi pacarku di facebook? Aku
menyukai bibirmu yang tipis, juga alis matamu yang hitam bagaikan celurit. Tapi
yang membuatku menjadi tak bisa tidur adalah matamu yang menerkamku!"
"Ha ... ha ... ha .... Picisan! Dasar
lelaki buaya! Cuma pandai merayu di facebook!
Gombal!"
Ia mencemooh. Ia tak membalas pesan itu. Ia
tak menggubrisnya. Ia kemudian membuka pesan terakhir. Ia terpekik. Menahan nafas.
Matanya menembak kata per kata yang tertulis di kotak pesan.
"Dasar wanita peselingkuh! Kau tak lebih
dari musang berbulu domba. Karena kau telah merebut suamiku. Dengan modal
status yang kau posting di facebook
kau racuni suamiku dengan kata-kata yang memabukkan. Dasar wanita pelakor!
Memang, kau sangat pintar merakit pesan rayuan yang kau kemas dengan kata-kata mutiara!
Benar-benar menyakitkan! Coba bayangkan, jika posisimu ditukar dengan posisiku!
Pasti kau juga akan marah! Dasar wanita berakhlak comberan!
Sesaat perempuan bermata merah itu terkesima. Belum sempat ia menjawab pesan
terakhir yang menusuknya, pintu rumahnya diketuk tamu. Kring! Kring! Kring! Telepon genggamnya juga berdering. Ia hanya
mematung. Sesaat kemudian perempuan bermata merah itu mematikan telepon
genggamnya. Kemudian ia membuka pintu. Namun, tak ada siapa pun.
***
Malam hari perempuan bermata merah itu kembali
membuka akun facebooknya. Kemudian ia melihat-lihat kabar berita di beranda
facebooknya. Ia lalu chatting dengan
kekasih mayanya. Menjelang subuh ia mengakhiri perbincangan dengan kekasihnya.
Akan tetapi, ia tak menyadari ada sepasang
mata selalu mengawasinya. Ketika lengking muazin tepat waktu subuh terdengar,
sepasang tangan kekar bertato kupu-kupu di lengan kanan, membekap mulutnya. Ia
memberontak, tetapi tak berhasil. Sia-sia. Perempuan bermata merah itu
kehabisan nafas. Lemas. Lunglai.
Cibinong, Mei 2022
===================
Syukur Budiardjo, Penulis dan Pensiunan Guru
ASN di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan
Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Menulis artikel,
cerpen, dan puisi di media cetak, media
daring, dan media sosial. Kontributor sejumlah
antologi puisi. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu
Lelaki
Datang (2018), Demi Waktu (2019), Beda
Pahlawan dan Koruptor (2019), buku
kumpulan esai Enak Zamanku, To! (2019), dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah
Populer di
Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru
(2018). Akun
Facebook, Instagram, dan Youtube menggunakan nama Sukur
Budiharjo. Email
budiharjosukur@gmail.com.Tinggal di Cibinong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16913.
Ilustrasi: Stefan Zsaitsits "bulu"