Cerpen Arnita | I Love U Miss Gendut - Suara Krajan

Cerpen Arnita
I LOVE U MISS GENDUT

Usiaku menginjak 21 tahun, setelah lulus SMA aku bekerja di salah satu konveksi sepatu. Tadinya mau meneruskan ke fakultas namun karena tersendat biaya terpaksa aku mengubur cita-citaku untuk kuliah. Di antara teman-teman SMA pun ada yang bekerja satu konveksi denganku bukan hal sulit untuk tetap tergabung. Aku termasuk perempuan berbadan gemuk dengan tinggi badan 165 dan bobot tubuhku kurang lebih 95 kilo membuat penampilanku tidak menarik bahkan aku kerap menjadi bahan bully-an di sekolah. Aku terlahir dari keluarga yang memang semuanya berbadan tambun, Ibuku, Ayahku dan kakak perempuanku juga berbadan gendut. Namun aku beruntung punya sifat bodo amat, menjadi objek bullying itu memang begitu menyakitkan hampir saja aku depresi dibuatnya. Tapi aku yakin suatu hari nanti aku bisa membuktikan bahwa menjadi perempuan berbadan gendut itu tak sebodoh yang mereka pikirkan.

Satu tahun lebih bekerja di konveksi membuatku lupa akan kesakitan-kesakitan karena tindakan bullying, aku lebih enjoy dan fokus sama pekerjaan toh teman-teman di sini jauh lebih menyenangkan tanpa harus melihat hal dari segi fisik saja. Kalau dalam hal asmara, jujur aku belum mampu membuka hati karena ada rasa kurang percaya diri terhadap laki-laki, mereka yang seumuran denganku telah banyak yang menikah bahkan sudah mempunyai anak yang lucu-lucu, aku pun sangat menginginkan kehidupan seperti mereka, punya suami, anak dan kebahagiaan.

Aku kenal seorang laki-laki di tempatku bekerja, seorang lelaki sederhana yang sedikit pemalu sepertinya dia sangat membatasi diri dalam hal bergaul, dia punya kepribadian introvert. Itu yang kudengar. Bukan hal mudah untuk bisa berinteraksi dengan kepribadian introvert, bahkan kita seolah harus mampu melawan batasan-batasan dan  pelan-pelan untuk masuk ke dunia dia.

“Sejak kapan kamu suka dia Tam?” Tanya salah satu temanku, ketika aku mulai mengungkapkan perasaanku terhadap Vidi. Iya, Vidi sang introvert.

“Entahlah…Aku suka kesederhanaannya, keluguannya dan sikap dinginnya”

“Baru kali ini aku mendengar kamu begitu mengidolakan laki-laki macam Vidi,” rutuk temanku di sela tawa candanya.

Memang benar, selama ini aku kerap menutup diri untuk laki-laki. Bukan hanya perihal badanku yang kurang menarik namun aku benar-benar mencari sosok lelaki yang menerima aku apa adanya tanpa ada tuntutan dalam fisik dan pemikiran. Jujur, aku adalah perempuan yang tidak suka dengan aturan dan ikatan tak jelas.

“Kenapa tidak kamu ungkapkan perasaanmu kepada dia?” perkataan temanku kali ini membuatku terkejut, sontak saja aku menolak.

“Nggaaaaaklaaah..! mana mungkin seorang perempuan menyatakan cinta, apalagi Vidi seorang lelaki dingin bisa saja dia menolakku mentah-mentah”

“Coba saja dulu Tam, kamu nggk akan tahu jawabannya kalau tidak mencoba. Untuk urusan diterima atau ditolak itu sudah menjadi konsekuensinya nanti”

“Tidak ah, aku cukup tahu diri ko”

Suasana kembali hening, namun pikiranku dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Bagaimana kalau dia menolak, kalau dia membenci, kalau dia berpikir aku perempuan murahan aaaahhh.. sangat mengecewakan jika Vidi punya pemikiran seperti itu.

Sepekan berlalu dari percakapan dengan Audy, temanku yang paling akrab. Tiba-tiba Audy berlari menemuiku dengan wajah yang penuh cemas.

“Tamiii….Tam..!” suaranya begitu nyaring, aku yang sedang berjalan menuju tempat konveksi spontan memandang dengan wajah yang kaget.

“Audy….Ada apa?”

“Udah tahu kabar Vidi nggak?”

“Aku baru sampai tempat kerja, kabar apa Audy?” degup jantungku berdetak dengan kencang seolah ada hal buruk yang menimpa Vidi.

“Vidi sakit keras Tam, aku dapat kabar dari saudaranya dan dia menitipkan surat izin untuk diberikan ke bos”

“Vidi sakit apa ya, kemarin kayaknya biasa-biasa saja”

“Pulang kerja kita nengok yuk!” 

“Okelah” akupun segera mengiyakan ajakan Audy.

  Aku merasa ada yang hilang, wajahnya yang jutek sikapnya yang sangat dingin betapa itu sangat menggugah hatiku terhadap lelaki itu, seharian bekerja sedikit tidak fokus karena wajah lelaki itu selalu tergambar dalam pikiranku. Waktu terasa lama berjalan, aku berharap sore ini dapat melihat kondisi Vidi.

“Audy, kita jadi ya nengok Vidi?” tanyaku di sela-sela membereskan pekerjaan dan siap berkemas untuk pulang.

“Jadilah Tam, kita naik angkot saja ya”

“Oke”

Perjalanan menuju rumah Vidi serasa jauh dengan perasaan yang tidak karuan, ternyata Audy sangat paham dengan tindakanku yang tidak tenang, segera dia memegang jariku yang semakin dingin, ada perasaan yang sulit aku ungkapkan.

“Tenang Tam, insya Allah Vidi baik-baik saja”

Aku hanya tersenyum kemudian menghela nafas panjang dan kupastikan baik-baik saja, sesampainya di rumah Vidi, keadaan sangat sepi hanya ada perempuan setengah baya yang sedang mengambil jemuran. Iya, dia ibunya Vidi.

“Assalamualikum Bu” 

“Wallaikumsalam, ini siapa ya?”

“Saya Audy dan ini Tami, kami temannya Vidi Bu, bagaimana keadaan Vidi?

“Oh ya, silakan masuk Nak” 

  Setelah aku dan Audy masuk, aku melihat Vidi sedang terbaring lemas, wajahnya pucat dengan kedua mata yang menghitam. Dia kaget dengan kedatanganku, seperti salah tingkah. Aku yang menyaksikan itu terasa ada yang lucu.

“Bagaimana keadaanmu Vid?” Audy segera membuka percakapan

“Beginilah” suaranya parau

“Sakit apa?” tanyaku sembari melihat wajah yang selama ini selalu mengganggu pikiranku

“Kena typus

“Perasaan kemarin kamu baik-baik saja?” tanyaku

Dia tersenyum lembut, baru kali ini aku melihat betapa manisnya senyuman itu

“Aku memang sudah sakit beberapa hari, tapi aku tidak hiraukan sampai hari ini keadaanku memburuk”

“Kenapa nggak izin dari awalnya, kenapa harus menunggu parah?”

Vidi tidak menjawab, dia hanya tersenyum simpul.

“Vidi cepat sembuh dong, kalau kamu tidak kerja ada yang galau tuh” ucapan Audy sangat mengagetkan dengan wajah yang iseng dan tatapan matanya yang mengarahku

“Ih apaan sih..!”

Vidi kembali tersenyum, ia paham isyarat yang diungkapkan Audy.

“Kalian ngobrol berdua dulu ya, aku mau menemani Ibu Vidi,” ucap Audy sambil bangkit meninggalkanku dengan Vidi, aku begitu salah tingkah harus berbuat apa sementara Vidi hanya menatapku sesekali dia menunduk.

Lama sekali suasana hening, aku begitu kikuk di depan Vidi, begitupun dengan Vidi, dia hanya menunduk dan tidak bicara apa-apa, lalu dengan nada bergetar aku mencoba untuk memecahkan keheningan.

“Berapa lama izin tidak kerja?”

“Hhhmmm…di surat hanya tertera dua hari tapi lihat kondisi nanti saja”

“Oh..Iya, tunggu sampai sehat saja”

“Tapi aku takut ada yang galau” tiba-tiba jawaban Vidi begitu membuatku tersentak, ada rasa senang, kaget dan perasaan tidak karuan.

“Heeee..Audy itu ada-ada saja’

“Tam..Kamu tahu aku siapa?” kali ini wajahnya sangat serius

“A…Aku tahu ko”

“Maaf sebelumnya ya Tam, Audy sudah banyak cerita tentang perasaanmu terhadapku, aku sangat menghargai itu hanya saja untuk saat ini aku tidak bisa menerimamu.”

Bagaikan tersambar petir, atau bisa jadi aku ditinju dari berbagai arah hingga terhempas jauh ke dasar samudera, betapa sakit dan mengejutkan ketika kudengar jawaban Vidi. Jadi, selama ini Audy banyak cerita tentang perasaanku terhadap Vidi, sungguh ini adalah hal yang sangat memalukan, aku belum siap menerima kenyataan bahwa cintaku bertepuk sebelah tangan.

“Tam, kamu perempuan baik banyak lelaki yang pantas untuk kamu, kamu belum tahu siapa aku sebenarnya. Maaf harus aku katakana ini, aku takut kamu terus saja mengharapkanku berlebihan’

“Kenapa Vidi, karena aku jelek ya, karena aku gendut” 

“Kamu salah jika aku menilai perempuan hanya dari fisik saja Tam, kamu cantik ko”

“Maaf jika aku membuatmu tak nyaman, baiklah Vidi aku pamit ya” ucapku seraya bangkit tanpa menoleh lagi, aku cukup tahu diri dan tidak memaksa kehendak seseorang untuk membalas cintaku.

“Audy, kita pulang..!”

“Lho ko pulang, baru saja sampai?” ucapnya dengan kening yang mengkerut

“Kenapa buru-buru Nak, Ibu sedang membuat teh hangat”

“Tidak usah repot-repot Bu, kebetulan masih ada urusan” jawabku sambil menyeret tangan Audy

Ketika sudah naik angkutan umum, Audy melihat wajahku yang penuh kekecewaan

“Ada apa sih Tam?”

“Audy benarkan kamu yang cerita semua perasaanku terhadap Vidi?”

“A…Aku hanya mencoba membantu saja Tam”

“Memalukan…!”

“Lho kenapa? Vidi menolakmu?”

“Iya. Dia menolakku dan menyuruhku untuk berhenti mengharapkan dia, aku tahu diri ko dengan badanku yang besar ini mana ada lelaki yang mau sama aku,” ucapku sambil menghapus tetesan air mata yang luruh di tepian pipi.

“Maaf Tam, jika aku terlalu jauh mencampuri urusanmu tapi sungguh, aku hanya ingin membantu kamu saja”

“Sudalah Audy, lupakan semuanya”

Semenjak pulang dari rumah Vidi, aku membawa sejuta kekecewaan dan semangat hidup berkali-kali menangis tapi tidak mampu menghilangkan rasa sakit atas penolakan Vidi. Jika lelaki hanya melihat perempuan dari segi fisik saja maka aku akan berusaha keras untuk menurunkan badanku, sepertinya ini adalah semangat baru untuk membuktikan sebuah perubahan dalam hidupku, mengubah mindset juga pola hidup, aku sudah cukup muak dengan cibiran dan bullying terhadap penampilanku.

Sepekan berlalu aku tetap beraktivitas bekerja tanpa Vidi, aku mencoba untuk tidak mengingatkannya lagi, aku hanya fokus pada usaha diet extra yang sedang kujalani. Awalnya memang sulit, namun dengan tekad yang kuat mampu membuatku menjalaninya dengan baik.

“Tam….” Tiba-tiba suara itu mengagetkanku. Iya, suara lelaki yang sempat membuatku patah hati. Tanpa menoleh aku pun menjawab dengan datar.

“Iya”

“Kamu baik-baik saja kan?”

“Aku baik” jawabku singkat lantas pergi dengan membawa tumpukan sepatu menuju ruang packing, aku tak peduli dengan wajah lelaki di belakangku, sebenarnya ada rasa iba. Namun lebih baik jika aku menghindarinya daripada harus jatuh pada perasaan yang sama. Beberapa kali bertemu dengan Vidi di tempat kerja membuatku tidak nyaman aku pun sedikit menangkap matanya seolah ingin mengutarakan sesuatu. Tapi, aku masih ingat ketika dia menyuruhku untuk membunuh rasa cintaku padanya.

Dua pekan sudah aku menjalani diet yang sangat extra, mimpiku besar ingin sebuah perubahan dalam hidupku meski dengan kesulitan yang luar biasa, sampai pada suatu hari aku mengalami sakit maag yang sudah kronis, ketika berobat ke dokter aku disuruh menghentikan dietku karena efek sampingnya kena asam lambung yang parah. Dua hari terbaring di rumah sakit membuatku sangat jenuh sampai ada seseorang yang mengetuk pintu ruanganku.

“Hai Tam…” Audy datang dengan membawa sekeranjang buah-buahan segar

“Hai Audy makasih yaa”

“Kamu kenapa sih harus diet segala untuk apa coba? Kamu ingin langsing?” kata-katanya begitu luruh dia paham sekali dengan jalan pikiranku “ Ayolah Tam, ini bukan kamu..semenjak SMA aku paham siapa kamu dan dua minggu ini kamu serasa asing buatku, kembalilah Tam…Kembali seperti aku kenal dulu. Jangan karena Vidi menolakmu kamu malah hancurkan dirimu sendiri”

“ Aku hanya ingin ada perubahan dalam hidupku Audy, jika setiap laki-laki menginginkan pasangan hidup itu yang nyaris sempurna maka aku harus berusaha untuk bisa tampil sempurna”

“Tidak semua laki-laki seperti itu Tami..” tiba-tiba suara lelaki itu bergema memecahkan keheningan ruangan, suara di balik pintu itu telah membuyarkan pikiranku. Vidi dengan segenggam bunga ditangannya, begitu tampan dan karismatik.

“Vidi….!” Lirihku sambil mencoba bangkit dan membenarkan selang infusku

“Kamu salah jika semua laki-laki hanya menilai perempuan dari segi fisik saja, buktinya aku tidak pernah tergoda dengan perempuan yang langsing atau yang tinggi semampai. Bagiku, fisik adalah point kesekian yang terpenting bagaimana dia bisa membuat kita menjadi orang yang sempurna di mata dia” 

Aku hanya terdiam, lantas alasan apa dia menolakku bahkan menyuruhku membunuh rasa itu.

“Aku paham dengan pikiranmu Tam, aku akui telah mengecewakanmu tapi jangan siksa dirimu seperti ini, sungguh aku menyesal sekali dengan tindakanku saat itu tapi aku punya alasan untuk itu” lelaki yang kukenal pemalu kini dia telah banyak bicara, aku hanya tertegun dan tak paham dengan jalan pikirannya.

“Tam, aku menyukaimu jauh sebelum kamu menyukaiku, aku suka dengan semua yang ada padamu namun ada hal yang menyurutkan niatku itu”

Mendengar itu aku seperti tertampar ribuan tangan, perih dan sangat pedih. Bahkan aku sempat bingung dengan pernyataannya, ada apa dan kenapa?

“Aku cukup tahu diri Vid, sudahlah jangan bahas itu lagi” ucapku sambil membenahi selimut tipis yang membalut tubuhku

“Kamu tahu Tam, aku jatuh cinta padamu tapi justru aku takut dengan diriku sendiri, aku takut malah membuatmu banyak sakit hati”

“Maksudmu?”

“Aku orangnya  tertutup Tam, aku tidak bisa seperti laki-laki lain yang romantis dan mampu membuat perempuannya sangat nyaman, aku mencintai kesendirianku bahkan aku lebih memilih sendiri dalam sepi, aku takut kamu tak tahan dengan kepribadianku seperti ini, makanya aku memutuskan untuk membunuh  rasa cintaku padamu”

“Kenapa kamu memvonis itu sebelum kita menjalaninya? Ketakutanmu tak beralasan Vidi, jika pribadimu seperti itu, aku akan membiasakan diri dengan jalan pikiranmu dan kamu pun harus menerima aku apa adanya dengan kondisi dan fisik seperti ini”

“Apa kamu tetap akan mencintaiku walaupun aku tak seromantis lelaki di luar sana?’”

“Sekarang aku Tanya, apa kamu mau menerimaku apa adanya?” entah ada keberanian dari mana, aku begitu datar memberikan kekuatan kepada Vidi di tengah kebimbangannya.

“Jika kamu mau menjalaninya, aku siap Tam. Aku mencintaimu miss gendut” ucapannya diiringi senyum yang begitu memikat, kala itu aku berjanji akan menerima apapun dunia dia.

“Horeeeee….!” Teriak Audy yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan kami

Vidi pun memberikan bingkaian bunga yang sangat indah, di kecupnya keningku untuk pertama kali sambil membisikkan “ I Love u Miss gendut”. Entahlah, itu serasa menjadi panggilan sayang untukku. 

Segala sesuatu tak selalu berkutat pada pribadi dan fisik saja, ketika kita mulai memutuskan untuk melangkah walau dengan berbagai konsekuensi yang ada. Kita akan mulai pertarungan baru yang harus kita lalui. Mungkin kebersamaan akan menjadi lebih indah dengan dua karakter yang berbeda menjadi pelengkap kesempurnaan.

Selesai 


Arnita seorang perempuan yang lahir di Bandung, karyanya telah tergabung di beberapa antologi puisi, cerpen, esai, pentigraf, fiksimini, quote. Tulisan artikel dan opini dimuat di media cetak dan elektronik selain menulis juga aktif di dunia fotography.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak