![]() |
Dok. Pribadi |
Beberapa waktu lalu bersama teman, saya melakukan
wisata tipis-tipis di sekitaran Kabupaten Mojokerto. Sebuah wilayah
yang sarat dengan berbagai destinasi wisata sejarah. Salah satunya
adalah di sebuah candi peninggalan
Raja Airlangga, yakni “Petirtaan
Jolotundo”.
Perjalanan
dari pusat kota Mojokerto sekitar 30 menit. Kami berangkat sekitar jam 9. Tempat tersebut berada di desa
Seloliman, Trawas , Kabupaten Mojokerto, tepatnya di lereng gunung
penanggungan.
Sesampainya di sana, kami disambut dengan
pemandangan yang hijau di mana-mana, udara yang sejuk, juga pepohonan yang
tinggi menjulang dan rindang.
Dengan tiket seharga 10.000 kami bisa menikmati uniknya kawasan candi
yang sering dikunjungi wisatawan dari
berbagai daerah. Beberapa pedagang berjajar di dekat tempat parkir.
Berbagai macam sayur, ubi, buah, dan
aneka macam kudapan, juga gorengan yang dibandrol dengan harga yang cukup murah
meriah.
Namun, yang menjadi pusat daya tarik tempat ini
adalah candi petirtaannya. Candi Jolotundo dibangun pada tahun 899 Saka atau 977 Masehi, merujuk
angka tahun yang terpahat di sisi petirtaan . Candi yang menghadap ke barat itu
dibangun oleh Prabu Udayana sebagai hadiah kepada Raja Airlangga di masa
kahuripan. Jauh sebelum beliau dilahirkan.
Bangunan tersebut disusun dari tatanan batuan
andesit. Terdapat puluhan pancuran air yang tertampung dalam kolam yang
berukuran 16x13 meter persegi. Di sana
terdapat dua kolam di bagian atas, untuk tempat mandi perempuan di sisi
kiri, dan laki-laki di sisi kanan. Di bagian bawahnya adalah kolam yang
terdapat berbagai macam ikan berwarna-warni.
Untuk menikmati segarnya petirtaan ini,
pengunjung diharuskan melepas alas kaki sebagai bentuk penghormatan pada tempat
yang dianggap suci. Saya sendiri menyempatkan diri merendam kaki sambil
mengamati gerak-gerik ikan yang berukuran
rata-rata sebesar lengan
orang dewasa.
Di bagian atas candi dulunya terdapat
arca Raja Airlangga berwujud Wisnu yang menunggangi
burung garuda, yang kini tersimpan di museum Trowulan, Mojokerto. Pada
sisi bilik sebelah kiri terdapat arca Ular Naga yang dari mulutnya mengucur
air, sedangkan sebelah kanan arca garuda.
Menurut Arkeolog dari Universitas Negeri
Malang, M.Dwi Cahyono, nama Jalatunda atau Jolotundo berasal dari istilah kuno.
“Jala” artinya air, “Tunda” artinya bertingkat sebab Jolotundo merupakan kolam
dengan air keluar dari pancuran yang dibuat bertingkat.
Air petirtaan ini berasal dari gunung Pawitra
atau dikenal dengan Gunung Penanggungan, sebuah gunung suci bagi umat Hindu
aliran syiwa. Dari gunung, air dialirkan melalui jaringan bawah menuju candi
Jolotundo. Air merupakan satu bagian penting bagi kehidupan manusia.
Selain menuju petirtaan, air pegunungan juga
mengalir ke sawah-sawah milik penduduk
setempat. Keberadaan petirtaan Jolotundo merupakan bukti kecanggihan peradaban
manusia pada waktu itu. “Tidak hanya berfungsi sebagai tempat yang dianggap religius ia juga berfungsi
secara sosial, sebab dari petirtaan ini, juga menghidupi warga setempat”,
demikian tegas Dwi di lansir dari liputan6.com.
Petirtaan
Jolotundo Merupakan Situs Sejarah yang Sangat Penting
Melalui situs Jolotundo kita dapat menyaksikan
bukti pertautan antara Raja Udayana dari Bali dengan Jawa Timur. Hal tersebut
tergambar pada relief di salah satu tingkat dari candi ini. Relief tersebut
mengisahkan tentang Udayana yang tengah bimbang usai didongkel dari
kekuasaannya di Bali.
Udayana lari ke tanah Jawa dan ditampung oleh
Sri Makutawangsawardhana, Raja Medang atau Mataram periode Jawa Timur dari Wangsa Isyana. Tidak
diselamatkan, Udayana juga dinikahkan dengan putrinya yakni Mahendraradatta
atau Gunapriya Dharmapatni. Dari garis keturunan ini melahirkan Airlangga sang
Raja Kahuripan di Jawa.
Pesan
Bagi Pengunjung Petirtaan Jolotundo
Dalam perbincangan penulis dengan salah
seorang pengunjung bernama Siswanto dari Surabaya, berkunjung ke Petirtaan Jolotundo
merupakan tradisi kakek buyutnya. Yang ia lakukan antara lain adalah ritual
penghormatan pada tempat yang dianggap suci, termasuk memohon izin untuk mandi
dan mengambil air yang dianggap memiliki banyak khasiat seperti, mengobati
berbagai macam penyakit, menambah rezeki, dan membuat awet muda. Selain itu
juga untuk membersihkan diri.
Berdasarkan sebuah penelitian Arkeolog dari
Belanda pada 1991 yang menguji-cobakan kualitas air di petirtaan ini, terbukti
memiliki kualitas terbaik tingkat-2 dunia. Dari dinas setempat juga membuktikan
bahwa air di Jolotundo memiliki TDS 0
(Total Dissolve Solid= patokan zat yang terkandung dalam air).
Pesan bagi pengunjung yang disampaikan antara
lain adalah bersikap santun, menjaga kebersihan, dan tidak merusak. Membawa
makanan untuk ikan-ikan yang ada di kolam petirtaan, dan tidak menggunakan
sampo, sabun maupun parfum saat mandi di Petirtaan Jolotundo.*
====================
)*Penulis merupakan guru MAN 2 Mojokerto. Penulis Buku, Artikel di berbagai Media, Tim kreatif Kelas Menulis Daring
Ellipsis, tinggal di Mojokerto.
.jpg)

Kirim karya: suarakrajan@gmail.com