7 Puisi Pulo Lasman Simanjuntak | Bercumbu dengan Hujan - Suara Krajan

Puisi-Puisi Pulo Lasman Simanjuntak
BERCUMBU DENGAN HUJAN
 
tubuhmu setengah telanjang
bersyair di kamar mandi
membawa sekarung kalajengking
bersetubuh dengan pasir
berkejaran dengan hujan
bernafaskan penuh kecemasan
 
seekor anak buaya depresi
kembali muncul tiba-tiba
dari peta-peta bawah tanah
berbicara dengan lintah
berkelahi dengan belatung
dalam kelamin mandul
 
panggil para pakar bangunan, pesanmu
harus berkemeja putih
pelangi tiba tanpa masker
kelopak matanya ditumbuh
daun tembakau
tangannya menggali lubang-lubang tikus
virus corona  dibawanya
berendam dalam air banjir
 
selesai sudah pekerjaan gila ini
di dapur tak berasap
dilukis bahtera air bah
sampai menguras emas dan perak
biaya perjalanan dari ujung benua
 
barusan masuk berita gempa
dihempaskan kehancuran demi kehancuran
 
Jakarta, tahun 2021
 

BIAWAK LIAR MASUK KAMAR
 
i/
kulepas cerita brutal
dari perkawinan tigapuluhtahunan
tadi malam terjadi lagi pemberontakan
seorang rahib menusuk dendam
amarah liar yang diterbangkan
sangat garang
bercampur dengan tangisan sorehari
perempuan imamat rajani
rajin membawa batu
soda api
ternyata  batok kepalanya
tak bisa berputar lagi
karena kecelakaan malamhari
 
ii/
bersiap sembahyang tanpa dasi
sabat pagi dunia berhenti
disodorkan meja kayu, komputer dan 
layar zoom sejak kemarin hari 
 
“biawak, ada biawak dalam kamar,” 
teriakmu berlari sambil membawa sebilah belati
yang diambil dari tulang rusuk lelaki mandul
setia sejati
 
iii/
maka terdengarlah suara-suara menggelepar
desis seperti suara anak ular
masuk dalam kulkas
berbelok pada tabung beras
akhirnya ekornya berdansa
secepat kilatan listrik
melompat lewat teralis besi
hilang ditelan kesunyian
yang menakutkan
 
iv/
seperti bencana datang bertubi-tubi
ciptakan trauma
bukan masa kecil
saat hidup di kota kumuh
pelacuran bakti di lorong-lorong sepi
alkohol disiram sampai dinihari
dan selalu ditemani
sungai-sungai mati
 
Jakarta, 3 April 2021
 
 
POHON GEDI
 
magrib nyaris tiba
tidurku sudah terbenam
masuk hari perhentian
tanpa persiapan
aku masih rajin
menulis puisi-puisi ganjil
 
sebaris kalimat sunyi
masuk tong sampah
secara membabi buta
mulutku telah ditumbuhi
ratusan daun-daun hijau liar
bubur khas dari bumi selatan
berkeliaran dalam taman
 
setelah itu ditebang
dengan sebilah pisau
bergetah karat
yang kuambil dari
sebelah kiri jantungmu 
 
tubuh rohaniku terus menghentak-hentak
di dapur belakang bunyi petasan
jadi hunian kumuh
karena seharian
lelah dendangkan
lagu pujian kepada Tuhan
 
jeritku lalu membentur lagi
pada kompor gas, tembok tetangga,  dan mata-mata kecoa
lupa baca kitab suci
lupa selidiki cerita paranabi
siapa mau menebang pohon-pohon kematian dari 
talaud sampai bolaang mongondow selatan? 
tertulis abelmoschus manihot yang 
siap bersekutu dengan kawanan setan
di ranjang kengerian 
 
gelisah derau hujan
desah seharian
tumpah di meja
komputer masa silam 
 
di pintu-pintu mezbah Tuhan
yang membahas tentang tulisan permulaan
kucuri khotbah pastor pensiunan
dari negeri-negeri keterasingan
 
sungguh, kekasih
ibadah malam ini
jadi sesal
terus berkepanjangan
aku wajib minta pengampunan
 
Jakarta, Rabu 7 April 2021
 

PERKAWINAN MAKIN GEMUK
 
i/
perkawinan tak suci ini
telah kendurkan
segala keinginan bersahaja
doa-doa primitif
diangkat secara seksama
sebuah pengakuan biologis
di gedung putih universitas tua
lewat diagnosa yang menjemukan
angan-angan jadilah dirinya jantan
 
terjadilah sekarang
di depan mata kiriku yang tuli
sepi kadang menerawang
rasa sesal selalu tiba belakangan
 
ii/
perkawinan tak kudus ini
telah semaikan ketegangan
engkau pahat
teramat liat 
kadang seperti rumah tangga adam-hawa
yang bebal pada pohon kehidupan
setia bertelut menyembah yahwe dinihari
dan hapal seribu ayat-ayat kitab suci 
 
tiba-tiba engkau jadi seekor singa muda
yang mendobrak pintu rumah
sambil rajin menawarkan
syair-syair perceraian disebar  secara brutal
di pinggiran jalan kekelaman 
 
iii/
kita hanya butuh gairah liar
sejak usia muda belia
mencuri selimut dan sebungkus nasi kapau
delapan gerakkan seperti burung-burung
terbang dari bantalan kereta api
di seberang permukiman
berbayar mahal
 
lihatlah sekarang anakmu ibunda
berabad-abad paru-parunya tak pernah tidur
benci melihat matahari renungan pagi
kedua tangannya menadah bahan bakar
melakukan perjalanan paling menyebalkan
 
Jakarta, Kamis 1 April 2021
 
 
MENULIS PUISI SAAT SAKIT GIGI 
 
sejak usia akil balik
tidurku selalu menanam bibit tembakau
di kamar zinah rohani
penuh pertempuran
tanpa menyapa petani
 
sehingga kali krukut di depan rumah
yang mengalirkan syair-syair coklat
banjir amarah sanak saudara
setiap dinihari ada persetubuhan
dengan bulan sampai dinihari 
 
ditemani sebotol anggur merah
milik tuan Aab pandai berdansa
yang tubuhnya selalu gatal liar
sambil terus bersemedi di kamar
para calo kendaraan
 
lalu jadilah pewarta muda
yang garang melawan arang terbakar
kering  tulang
sumsum tubuhnya
lusuh  juga emosinya
karena ditelan ponstan dan cataflam 500 miligram
 
hari perhentian yang suci
selesailah persoalan batin di taman eden
ibadah pagi dan promosi sekolah tua
telah disodorkan tablet merah dan antibiotika 
 
saat kutulis lagi puisi ini
sakit gigi telah dihiburkan hujan malam hari
kisah perjalanan pelaut perwira dewa ruci
sampai belum berakhirnya perang di televisi
 
Jakarta, April 2021
 
 
HOTEL TUA DALAM KOTA
 
maka ke sini kuseret
seorang perempuan samaria
dalam koper besar
tanpa ditumbuhi gigi
tanpa pematang sawah
belum mengenal Tuhan
 
napsunya berbau busuk
rajin menulis prosa liar
berita koran
selalu hasilkan uang
 
kadang kutinggalkan ia sendirian bertahun-tahun
bahkan sampai merana sekian abad
sampai ke ranjang rumah sakit
bau infus dan obat keras
masa kanak-kanak yang memanjang 
 
lalu birahinya terus mengejar
tangga demi tangga
tanpa daun pintu
sebuah bangunan bertingkat
tertulis dalam mesin ketik
cerita-cerita kriminal
dan artis televisi gantung diri
 
saat bertemu lagi
bersama lelaki bajingan
penderitaan pun sudah berkepanjangan
aku seperti mencium matahari sorehari
pembicaraan jadi kaku membatu
amat padat membentur masa lalu
karena aku sudah jadi penyair dan pelayan Tuhan
 
suara telepon manual ini
harus segera kuakhiri
 
 
Jakarta, Maret 2021
 
 
DI TUBUH KUBURAN
            -hari persiapan-
 
di tubuh kuburan
bawah tebing yang curam
nyaris tergelincir kematian 
sajakku bermazmur pagihari
tentang nyanyian Tuhan
dua puluh abad silam
 
malaikat belum mau memanggil
kapan giliran kita
tidur bersama satu ranjang
dalam debu
diam
 
sampai sunyi
kembali menjadi tanah
yang membatu lagi
 
Jakarta , April 2019
 


------------------------------------
Pulo Lasman Simanjuntak, dilahirkan di Kota Surabaya, 20 Juni 1961. Menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Publisistik (STP/IISIP Jakarta). Mulai menulis puisi saat duduk di bangku SMP, puisi pertamanya dimuat di ruang sanjak anak-anak HU.Kompas berjudul "IBUNDA". Sejak tahun 1980-2022 karya puisinya telah dipublikasikan diberbagai media cetak (suratkabar dan majalah), dan media online (termasuk di Sabah, Malaysia). Telah menerbitkan 7 buku antologi puisi tunggal dan 15 buku antologi puisi bersama penyair seluruh Indonesia. Sekarang ini sebagai Ketua Komunitas Sastra Pamulang (KSP), dan bekerja sebagai wartawan. Email  : pulo-lasman@yahoo.com

1 Komentar

  1. Puisi yang sangat syarat dengan makna kehidupan, kata-kata simbol sangat mengena langsung ke jantungpembaca. Apresiasi untuk penyairnya 👍👍

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak