3 Puisi Effendi Kadarisman - suarakrajan.com

Puisi-Puisi Effendi Kadarisman
RUMAH
 
Pulanglah. Kau telah bekerja seharian,
telah menyusuri tebing sungai mimpi dan
memanjakan angan-angan, telah menjaring
separuh cita-cita, telah mematok
tonggak-tonggak waktu sepanjang jalan berliku.
 
Pulanglah. Istri dan anak-anakmu menunggu.
Ada rindu pada salam, suara ayah
yang teduh dan ramah. Pandanglah wajah mereka—
cermin bening dirimu. Kau lihat di mata mereka
kuncup-kuncup masa depan, membuncah
di antara suara ceria, Ayah, ayah ...
 
Rumah adalah tubuh, dan kau senantiasa ruh,
yang meniupkan cinta. Seribu lilin menyala
di kegelapan, seribu kemarin terhampar
menumbuhkan harapan.
 
Pulanglah. Sebuah nama telah dihapus dari
papan kehidupan. Jangan lupa kau bawa
semua catatan, semua kerinduan,
karena Kekasihmu telah berabad-abad menunggu,
ingin membaca seluruh riwayat yang telah kau pahat.
 
Rumah yang damai, Dārussalām. Ya, di sinilah
aku singgah, memeluk sepi dan puisi. Abadi,
begitu baka, selamanya.
 
Malang, 25 Mei 2022
 
PINTU
 
"Mari, mari masuk." Ada tamu, kubuka pintu
Ada persahabatan, dan pintu pun terbuka,
selamanya
Kita berjabat tangan, kau pintu bagiku,
aku pintu bagimu
Apa yang kau temukan sepanjang lorong jiwaku?
Aku suka cahaya obor yang menyala pada
lorong-lorong gua di kedalaman hidupmu
 
Begitulah, tertulis dalam kisah
Perempuan dan laki-laki
Berangkat pagi-pagi, menuju pintu yang
berbeda-beda
Ada rakyat yang antre panjang di depan
pintu kekuasaan
Ada pencari keadilan menunggu di depan
pintu mahkamah yang terkunci bertahun-tahun
Ada anak muda yang tak lelah menulis puisi
pada pintu hati gadis impiannya
(Sementara kau dan aku begitu merdeka,
Keluar-masuk pintu persahabatan yang
selalu terbuka)
 
Ini jam tiga malam. Siapa yang
mencari-Ku?
Kudengar jemari doa
mengetuk lembut pintu Kekasihnya
  
Malang, 25 Mei 2022

 
JENDELA
 
Mata, jendela jiwamu,
Nyala sunyi dengan seribu tafsir
Cahaya sendu yang mengundangku. Aku pun
masuk, duduk di tikar pandan saling berbagi sepi
Mata, jendela cinta,
Memandang bening: seluruh rindumu terbaca
Gairah embun yang tertegun
Mata, bisa juga jendela yang berwibawa,
melembutkan hati batu, menaklukkan
karang yang membangkang
 
Mata membuka mata—nalar dan imajinasi
Matematika dan puisi,
Jendela dunia, naskah tua
Teratak tangga: huruf demi huruf yang sayup
Kau berjalan meniti kata
Bisakah tamat, sampai ke puncak kalimat?
Memetik buah sekolah, mereguk hikmah?
Mata membaca mata: matahari, mata hati,
ah, juga air mata
Jendela jiwa yang berkaca-kaca
Kau menyimak sejarah, jejaknya separuh amis,
berdarah. Memandang ilmuwan lalu-lalang,
juga penyair petualang. Teknologi
berdiri gagah menguak masa depan, tapi
disusul lukisan senja merah
yang membakar nalar
 
Mata, jendela jiwamu,
Nyala sunyi yang purba
Mungkinkah suatu hari kita berjumpa?
 
 
Malang, 25 Mei 2022
 
                                               
Effendi Kadarisman mendapatkan gelar Ph.D. di bidang linguistik dari Univeristas Hawai tahun 1999, dengan menulis disertasi Wedding Narratives as Verbal Art Performance: Explorations in Javanese Poetics. Selain menekuni linguistik, ia juga mencintai puisi, dan telah menerbitkan empat antologi puisi: Tembang Kapang, Tembang Bebrayan (2007), Uncommon Thoughts on Common Things (2020), dan Aurora di Kutub Utara (2010), dan Selembar Daun Hening (2020)—antologi terakhir ini, dari 167 buku puisi yang ikut lomba pada Hari Puisi Indonesia tahun 2021, berhasil masuk 15 besar. Sejumlah puisinya masuk dalam antologi puisi Seribu Tahun Lagi (2021), Dunia: Suara Penyair Mencatat Ingatan (2022), Minyak Goreng Memanggil (2022), dan Bunga-bunga Kamboja Berguguran di Pesta (2022). Saat ini Effendi adalah guru besar linguistik dan pakar etnopuitika pada Program Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
 
No. WA: 081 331 452 486
Alamat: Jl. Danau Buyan G7F/17 Malang 65139

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak