Teori dan Hasil Penerjemahan Teks Akad Nikah - Buhadi Den Anom


 Teori dan Hasil Penerjemahan Teks Akad Nikah 
Oleh: Buhadi Den Anom
 

 

A.   Strategi dan Teknik Penerjemahan

Strategi penerjemahan adalah taktik penerjemahan yang berkaitan dengan mekanisme yang digunakan penerjemah untuk menghadapi kendala-kendala dan tantangan sepanjang proses penerjemahan. Penerjemah harus memiliki konsep strategi atau teknik penerjemahan sebagai pedoman teknis untuk menerjemahkan kata demi kata, frasa demi frasa atau kalimat demi kalimat sehingga menjadi kesatuan struktur kalimat yang sempurna. Sedangkan teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari bahasa sumber ke bahasa target. Dengan kata lain, strategi penerjemahan mengandung arti yang luas dari pada teknik. Artinya teknik penerjemahan merupakan bagian dari strategi penerjemhan yang bersifat implementatif dan taktis. Teknik merupakan alat media untuk mengungkap makna bahasa sumber menuju bahasa target agar makna yang dihasilkan dapat memberi dampak keberterimaan dan keterbacaan baik pada penutur atau mitra tutur dalam interaksi sebagai media komunikasi. Menurut Zuchridin dan Sugeng, ada dua strategi, yaitu strategi struktural dan semantis.[1]

 

1.    Strategi Struktural

Strategi struktural adalah strategi yang berkenaan dengan struktur kalimat. Strategi ini harus diikuti oleh penerjemah jika ingin teks terjemahannya diterima secara struktural di dalam bahasa sasaran, atau jika ingin teks terjemahannya memiliki keberterimaan dan keterbacaan dalam bahasa sasaran. Strategi struktural dapat diaplikasikan dengan beberapa teknik penerjemahan bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Adapun teknik yang digunakan pada ghalibnya oleh penerjemah ialah teknik taqdim wa takhir (mengedepankan dan mengakhirkan), hadzfu wa ziyadah (pengurangan dan penambahan), dan tabdil (mengganti atau pergeseran makna).[2] Berikut penjelasannya jika dibuat minimalis penyebutannya ada tiga term ialah:

 

a.    Teknik Taqdim Wa Takhir

Teknik taqdim adalah adalah tukar tempat dengan cara mendahulukan kata yang aslinya terletak di akhir dalam teks bahasa sumbernya. Sedangkan yang dimaksud takhir adalah mengakhirkan kata bahasa Arab yang aslinya terletak di awal dalam teks sumbernya, ketika diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Ada penyesuaian struktural dengan merujuk pada suatu perubahan bentuk dalam aspek gramatikal dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dan tentunya ada alasan mengedepankan atau mengakhirkan lafaz ini dari lafaz itu. Salah satu alasannya karena ada ketidakwajaran makna dengan bahasa target. contoh tabel di bawah ini:

 

Tabel I

زوّجتك

زوّج      ت      ك

                                  3         2           1

Mengawinkan aku kamu

Aku - mengawinkan - kamu

                            2                 1                    3

 

Contoh pada tabel satu bila diterjemahkan secara harfiyah menjadi ”mengawinkan aku kamu” terjemahan ini akurat isi tapi tidak sesuai dengan bahasa Indonesia yang lazim. Oleh karena itu, kalimat ini bisa diperbaiki menjadi “aku mengawinkan kamu”.

Pada contoh penerjemahan harfiya di atas, menempatkan subjek setelah predikat. Dalam kaidah bahasa Arab, susunan kata tersebut  adalah hal yang memungkinkan. Karena dalam kaidah bahasa Arab terdapat jenis kalimat verbal, dimana sebuah kalimat didahului oleh predikat. Sementara dalam kaidah bahasa Indonesia, susunan seperti itu cenderung kurang berterima, karena subjek lebih tepat diletakkan sebelum predikat. Jika penerjemah tidak menggunakan teknik taqdim dan takhir, maka struktur kalimat menjadi tidak lazim. Akibatnya, hasil terjemahan menjadi kurang berterima dan sulit dipahami karena tidak sesuai dengan kaidah bahasa sasaran. Jadi teknik taqdim dan takhir adalah tujuan kata diucapkan sebagai diawalkan atau diakhirkan, bukan maksud  mengedepankan kata yang sesungguhnya ada di belakang. Ada proses tranposisi (penyesuaian struktural) salah satu teknik penerjemahan yang membuat teks mengalir dengan baik. Teknik ini, merujuk pada suatu perubahan bentuk dalam aspek gramatikal dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, perubahan bentuk bisa terjadi dalam bentuk perubahan kategori kata, jenis kata atau susunan kaliamat tanpa mengubah arti.

Menurut Newmark, bahwa teknik tranposisi dalam bentuk pergeseran struktur merupakan teknik yang ideal diterapkan apabila struktur kalimat bahasa sasaran berbeda dengan struktur kalimat bahasa sumber.[3] Berdasarkan penjelasan di atas, maka sewajarnya menggunakan teknik tranposisi karena empat hal. Pertama, terdapat perbedaan struktur bahasa sumber (bahasa Arab) dan bahasa sasaran (bahasa Indonesia). Kedua, tranposisi dapat  mengantarkan hasil terjemahan menjadi lebih mudah dipahami. Ketiga, tranposisi  memudahkan proses penerjemhan. Keempat, tranposisi dapat membantu keberterimaan pesan atau makna yang sesuai dengan bahasa sasaran. Misalnya lafaz"انكحتك فاطمة"  diterjemahkan secara harfiyah menjadi “Menikahkan aku kepadamu fatimah” terjemahan ini akurat isi tapi tidak sesuai dengan logika hukum tauliyah. Oleh karena  itu, terjemahan itu perlu perlu disesuaikan menjadi “ Saya nikahkan Fatimah kepadamu”.

 

b.    Teknik Hadzfu Wa Ziyadah

Teknik hadzfu adalah membuang kata teks bahasa sumber (bahasa arab) yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia, sedangkan ziyadah adalah menambahkan kata yang tidak terdapat dalam bahasa Arab. Teknik pengurangan (hadzfu) dalam proses penerjemahan sangat diperlukan untuk menghasilkan terjemahan yang efektif dan mudah dipahami. Perbedaan struktur bahasa merupakan salah satu faktor penerjemah mengurangi teks kata dalam bahasa sumber. Meski begitu, penggunaan teknik ini tidak boleh mengurangi makna pesan yang seharusnya disampaikan. Berikut ini contoh penerjemahan yang menggunakan teknik hadzfu. Misalnya:

 

Tabel II

فى يوم من الايام سفر فؤدى الى بالي

فى    يوم    من   الايام  سفر  فؤدى   الى    بالي

8         7        6        5      4       3       2        1

di hari dari hari-hari fuadi melancong ke Bali

Pada suatu hari - fuadi - melancong - ke - Bali

      1234                 6            5                7     8       

 

Terjemah harfiyanya adalah “di hari dari hari-hari fuadi melancong ke Bali”. Bilamana memakai teknik hadzfu menjadi “pada suatu hari fuadi melancong ke Bali”. Pada terjemahan di atas, mengurangi  kata nomor 3 dan 4 karena maknanya tidak terlalu penting untuk diterjemahkan. Kata sebelumnya sudah cukup untuk menyampaikan maksud, tetapi pengurangan kata nomor 3 dan 4 tidak mengurangi makna pesannya. Ada penyusutan kata dari bahasa sumber awalnya ada 8 kata hingga menyusut jadi 5 kata.

sedangkan ziyadah adalah menambahkan kata yang tidak terdapat dalam bahasa Arab. Penambahan kosa kata cukup diperlukan dalam proses penerjemahan, karena perbedaan struktur bahasa dan budaya yang menuntut hal itu. Tujuan teknik penambahan adalah untuk memperjelas makna sebuah kalimat agar teks terjemah menjadi lebih mudah dipahami. Misalnya, ketika penerjemah tidak menemukan padanan kosakata karena perbedaan budaya penulisan korespondensi bahasa Arab dengan bahasa Indonesia, maka penerjemah dapat menambahkan kosakata lain yang dipahami oleh pembaca. Berikut ini merupakan contoh penggunaan teknik penambahan pada kalimat.

Tabel III

يا احمد ابن سليمان   

يا    احمد    ابن    سليمان

                                  4         3        2        1

Wahai Ahmad  putra Sulaiman

Wahai ananda - Ahmad - putra bapak - Sulaiman

            1       +2             3              4       +5                6

 

Terjemah harfiyahnya adalah “Wahai Ahmad putra Sulaiman”. Terjemahan ini kurang natural. Maka dengan teknik ziyadah, terjemahan itu menjadi “Ananda Ahmad putra bapak Sulaiman”.

Penambahan kata “ananda” dan “bapak” digunakan untuk menunjukkan sikap penghormatan kepada Ahmad. Pada terjemahan tersebut di atas, jika tidak ditambahkan kata - ananda dan bapak - maka teks menjadi terasa kurang sopan atau kurang hormat. Jadi ada penambahan kata dari bahasa sumber yang awalnya 4 kata, sedangkan kata pada bahasa sasaran bertambah menjadi 6 kata. Tambahan kata itu merupakan konskuensi akibat perbedaan struktur bahasa sumber dengan bahasa sasaran.

 

c.     Teknik Tabdil

Teknik Tabdil adalah penyesuaian arti pada bahasa Indonesia yang makna sebenarnya dalam bahasa Arab bukan makna yang tersebut. Teknik ini digunakan untuk mengganti kosakata yang sulit untuk dipahami dengan kata yang akan lebih mudah atau lebih dikenal oleh pembaca. Di samping itu, teknik ini tentu digunakan tanpa harus mengganti makna pesan yang sebenarnya. Misalnya, seperti contoh berikut:

 

Tabel IV

ابنتي فاطمة

ابنتي    فاطمة

2          1

Anakku Fatimah

Fatimah     putri kandungku

                           1                        2

 

Terjemah harfiyahnya pada teks di atas “anakku fatimah”. Maka dengan teknik tabdil tejemahan itu, dapat diperbaiki menjadi “Fatimah putri kandungku”.

Pada terjemahan di atas, mengganti dua kata ungkapan dengan ungkapan yang lebih mudah dipahami. Kata pertama diganti “Fatimah” dan kata kedua diganti “putri kandungku”, karena kata tersebut lebih dipahami oleh pembaca. Ini terkait dengan kelaziman penggunaan konsep dari struktur itu dalam bahasa target. Maka harus diketahui kapan kalimat tersebut diterjemahkan menjadi Fatimah putri kandungku dan kapan ia diterjemahkan menjadi anakku fatimah, sepenuhnya tergantung konteks.

Bila dilihat lebih dalam lagi, maka perubahan makna contoh di atas dengan menggunakan teknik tabdil ada perubahan makna amelioratif. Dengan kata lain, perubahan amelioratif mengacu kepada peningkatan makna kata; makna baru dianggap lebih baik atau lebih tinggi nilainya daripada makna semula, misalnya kata Fatimah putri kandungku lebih apik dan terhormat daripada kata Fatimah anak perempuanku. Begitu pula dengan kata kepadamu dan kepada engkau; lebih tinggi nilainya.

 

2.    Strategi Semantis

Strategi semantis adalah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan pertimbangan makna. Strategi ini ada yang diaplikasikan pada tataran kata, frasa, maupun kalausa dan kalimat. Strategi ini antara lain salah satunya adalah mencakup teknik modulasi.[4]

 

Teknik Modulasi

Teknik modulasi (pergeseran makna) merupakan penerjemahan yang mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif yang berkaitan dengan teks sumbernya. Menurut Nida dan Taber menyatakan, bahwa Pergeseran dalam penerjemahan hanya dilakukan guna mendapatkan kesepadanan makna bukan bentuknya. Teknik yang satu ini membutuhkan kreatifitas tingkat tinggi, karena kita dituntut untuk melihat sudut pandang lain dari sebuah kalimat. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural. Kalau secara leksikal tidak begitu sulit, hanya seputar perubahan makna kata. Kalau perubahan struktural contoh yang paling sering kelihatan adalah perubahan kalimat aktif yang ada di bahasa sumber menjadi kalimat pasif di bahasa sasaran, dan atau sebaliknya. Coba perhatikan contoh tabel di bawah ini:

Tabel V

Bahasa Sumber

Bahasa Sasaran

Modulasi Leksikal

زوجتك

 

Saya kawinkan kamu

Saya jodohkan kamu

 

Secara terjemah harfiah adalah “saya kawinkan kamu”. Maka dengan strategi modulasi leksikal dapat diperbaiki menjadi “saya jodohkan kamu”.

Selanjutnya, modulasi struktural yang bersifat wajib karena tuntutan bahasa sasaran yang struktur bahasa dan budaya yang berbeda. Sehingga hal ini wajib dilakukan agar mendapatkan hasil terjemahan yang mudah di pahami oleh pembaca dengan tanpa merubah makna bahasa sumber.

Untuk lebih jelasnya, coba perhatikan contoh modulasi struktural pada tabel di bawah ini:

 

Tabel VI

Bahasa Sumber

Bahasa Sasaran

Modulasi Struktural

انكحتك فاطمة

 

Saya menikahkan Fatimah kepadamu

saya nikahkan Fatimah kepadamu

 

Dengan demikian strategi dan teknik penerjemahan di atas dapat diterapkan dalam menerjemhakan teks akad nikah. Dengan penerapan strategi dan teknik ini, diharapkan menghasilkan kualitas terjemahan yang luwes dan tidak kaku. Artinya hasil terjemhan harus disampaikan secara utuh kedalam bahasa sasaran dan mampu mendekati makna bahasa sumber dengan sempurna.

Ada parameter untuk menentukan kualitas terjemahan. Kualitas terjemahan dapat diukur dari keberakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan hasil  terjemahan tersebut. Jika ada informasi yang tidak tersampaikan, terjemahan menjadi kurang akurat atau tidak akurat. Yang harus dijaga dalam penerjemahan adalah tidak ada tempat untuk opini pribadi. Namun penerjemah hanya dapat memberi catatan kaki bilamana ada istilah yang cukup sulit untuk dimengerti.

 

B.    Hasil Terjemah Teks Akad Nikah

Adapun sumber rujukan pabriksasi teks akad nikah (sighat ijab kabul nikah) adalah bahasa Arab. Oleh karena itu dalam hasil terjemahan teks akad nikah di sini maksudnya adalah terjemahan teks akad nikah bahasa Arab ke bahasa Indonesia dengan pendekatan dan menggunakan strategi dan teknik yang disebut di atas. Ada dua poin yang hendak dipaparkan pada hasil terjemahan teks akad nikah yaitu ijab nikah dan kabul nikah.

                Pembacaan baru terjemahan teks akad nikah ini, merupakan hasil penerjemahan dengan melaui proses dan standarisasi penerjemhan bahasa Arab ke bahasa Indonesia dengan pemilihan bahasa sasaran yang nilai halus dan lembut, seperti kata jodoh untuk menghindari kata kawin yang punya makna adegan ranjang. Karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kawin mempunyai makna melakukan hubungan kelamin; yang lebih pantas digunakan untuk binatang (hewan selain manusia).

Dengan pembacaan baru terjemah teks akad nikah bahasa Arab ke bahasa Indonesi diharapkan mampu sebagai jembatan solutif bagi problematika penerjemahan sebagaimana paparan di awal. Selain sebagai solutif juga patut sebagai tawaran penerjemahan yang keberakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan. Karena dalam penerjemahan ini sesuai kehendak bahasa asal dengan tidak merubah makna bahasa sumber yang berbasis logika hukum tauliyah. Maka dengan demikian ada padu makna yang berkelindan antara bahasa sumber menuju bahasa sasaran. Maka jika diurai akan menghasil terjemahan yang luwes dan tidak kaku, berikut hasilnya:

 

1.     Ijab Nikah.

                                        

يا محمد ابن صالح  انكحتك وزوجتك ابنتي فاطمة   بمهر الف روبية حالا.

 

Terjemah format (1).

Ijab wali (Bapak kandung): “Ananda Muhammad putra bapak Saleh saya nikahkan dan jodohkan Fatimah putri kandungku kepadamu dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

Coba kita bandingkan dengan hasil terjemah teks akad nikah dengan tanpa menggunakan teknik tranposisi dan modulasi dengan diksi “menikahkan dan mengawinkan” serta pihak pria dinikahkan kepada pihak calon pengantin wanita. Misalnya contoh berikut:

 

Terjemah format (2).

Ijab wali (Bapak kandung): “Ananda Muhammad putra bapak Saleh saya menikahkan dan saya mengawinkan kamu dengan putriku yang bernama Fatimah dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

 

Terjemahan ijab nikah format (2) ada kerancuan yang dinikahkan dan yang menerima satu orang yakni “kamu” (Muhammad). Dalam teks terjemahan di atas wali menikahkan Muhammad (calon suami atau anak orang lain) kepada putrinya, sedangkan kewajiban seorang wali adalah menikahkan putrinya kepada calon suami yang harus mengucapkan kabul. Maka dengan demikian, terjemahan ijab nikah format (2) ada tiga kelemahan adalah:

 Pertama, tidak menggunakan teknik tranposisi (taqdim wa takhir) dan modulasi (tabdil). Ada kerancuan makna karena tidak berbanding lurus dengan logika hukum tauliyah yang dinikahkan calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan. Mestinya sebagai wali nikah adalah menikahkan anak perempuannya yang berada di bawah perwaliannya kepada calon mempelai pria.

 Kedua, tiada keberakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan makna disebabkan menggunakan preposisi “dengan”. Yang mana preposisi “dengan” bermakna bersama-sama, sehingga memberi pemahaman “kamu” dengan “putriku yang bernama Fatimah” sama-sama dinikahkan, entah dengan siapa kita tidak tahu. Mestinya yang tepat memakai preposisi “kepada” yang berfungsi untuk mengantar objek tak langsung dalam suatu kalimat. Alasannya, di dalam kalimat bahasa Indonesia, hanya objek penderita dan objek pelaku yang dapat berhubungan langsung dengan predikatnya, sedang objek yang lainnya, objek penyerta dan objek kata depan, tidak dapat berhubungan langsung dengan perdikatnya. Oleh karena itu, untuk menyatakan adanya hubungan arti dan fungsi, kedua objek yang terakhir itu harus dibantu dengan kata depan. Yakni menggunakan kata depan “kepada”. 

Ketiga, ada pemborosan kata “saya” pada diksi “saya menikahkan dan saya mengawinkan” hal ini kurang efektif dalam pembentukan kalimat dalam tuturan. Salah satu ciri kalimat efektif adalah tidak menggunakan subyek ganda, misalnya kata “saya” seperti struktur kalimat di atas. Artinya, subyek hanya perlu disebutkan sebanyak satu kali dalam satu kalimat. Jadi kalimat efektif harus hemat penggunaan kata. Jangan menggunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang tidak perlu. Oleh karena itu, seorang penerjemah perlu kecermatan penalaran yaitu harus memperhatikan pemilihan kata-kata supaya tidak menimbulkan makna ganda. Model seperti format (2) arti pesan makna dari bahasa asal terasa ambiguitas. Maka dari itu penerjemah dalam melakukan pemindahan bahasa sumber ke bahasa sasaran, adakalanya akan menjadi lebih tepat jika mengacu pada sudut pandang al-mutakallim asli. Dengan begitu rasa hasil terjemahannya tidak rancu, tetapi luwes dan mengalir juga enak dibaca.

Salah satu hal yang berkontribusi pada hasil terjemahan yang tidak kaku dan luwes yaitu dengan menggunakan pendekatan makna kata baik secara formal maupun kontekstual. Jadi untuk menghindari ambiguitas makna dan agar logis dengan logika hukum tauliyah, maka perlu menggunakan strategi dan teknik penerjemhan sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Selanjutnya pada terjemahan ijab nikah format (1) menggunakan strategi penerjemahan tersebut di atas yang berbasis logika hukum tauliyah dengan teknik taqdim wa takhir dan tabdil atau menggunakan tranposisi dan modulasi sekaligus.

Pertama, ada proses tranposisi fungsi kalimat yang terjadi pada objek pertama diakhirkan dan objek kedua diawalkan (maf’ul tsani muqaddam wa maf’ul awal mu’akhar), ini yang dimaksud dengan taqdim wa takhir (tranposisi) dalam kajian ini. Yang dalam bahasa asal  objek pertama frasa “Kamu” dan objek kedua frasa “Fatimah putri kandungku” maka dalam bahasa sasaran penempatan objek harus ditukar tempatnya. Sehingga hasil terjemahannya nampak sangat jelas dan terang benderang, antara orang yang dinikahkan dengan yang menerima nikah tidak overlapping, artinya sesuai dengan posisinya masing-masing. Yakni yang menikahkan adalah wali                   p( muzawwij ), yang dinikahkan adalah anaknya yaitu Fatimah ( muzawwajah ), dan yang menerima adalah calon suami yaitu Muhammad ( mutazawwaj ).

Maka dengan demikian terjemahan teks akad nikah pada format (1)  dapat menghasilkan makna yang sesuai dengan logika hukum tauliyah, sehingga pesan keberakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan dari bahasa sumber tersampaikan tanpa merubah makna asli dari bahasa sumber.

Kedua, ada proses modulasi leksikal pada frasa “ibnati fatimah” yang dalam bahasa sumber bermakna “putriku yang bernama fatimah” digeser menjadi “Fatimah putri kandungku”. Hal ini masuk pada strategi tabdil dilakukan untuk mendapatkan padanan yang alami. Hal ini bersifat manasuka.

Ketiga, modulasi struktural yang bersifat wajib yaitu pada kata kerja aktif transitif, misalnya "انكحت فاطمة" (saya menikahkan Fatimah) dalam bahasa sasaran diterjemahkan “saya nikahkan Fatimah” menjadi kalimat pasif zero. Begitu juga dengan “زوَج(mengawinkan) menjadi (jodohkan).

Adapun penerjemahan dengan diksi “jodohkan” hasil  penerjemahan dari kata زوَج (zawwaja) ini masuk pada modulasi leksikal sekaligus struktural. Karena kata “jodoh” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sepadan dengan makna “kawin”.  Maka dengan demikian, ini termasuk teknik modulasi dengan mengubah sudut pandang pembaca guna memperhalus makna menjadi natural. Perubahan sudut pandang ini yang dimaksud dengan pembacaan baru, karena pada biasanya arti kata zawwaja diterjemahkan dengan makna “mengawinkan”. Dan ini bisa dikatakan hanya mengadaptasi kata dan makna. Sedangkan “mengawinkan” digeser strukturalnya dari verba aktif ke pasif sehingga menjadi “jodohkan” dengan bentuk verba pasif zero jika struktur kalimatnya menjadi “saya jodohkan Fatimah putri kandungku”.

Perubahan ini tujuannya adalah nalar pesan bisa dengan mudah dipahami antara penutur dengan mitra tutur sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam komunikasi, diantaranya faktor komunikasi adalah siapa yang berbahasa dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa (tempat dan waktu).

 

 

2.    Kabul nikah.

قبلت نكاحها وتزويجها بالمهر المذكور حالا                                          

 

Terjemah format (1)

Kabul Pengantin Pria tanpa diwakilkan: “Saya terima nikah dan  jodoh Fatimah putri kandung bapak..............dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

 

Bandingkan juga dengan terjemahan kabul nikah format (2) yang tanpa perangkat strategi dan teknik di atas dan tidak berbasis logika hukum tauliyah  seperti contoh di bawah ini:

 

Terjemah format (2)

Kabul Pengantin Pria tanpa diwakilkan: “Saya terima nikahnya dan  kawinnya Fatimah putri bapak......dengan maskawin tersebut dibayar tunai”.

 

Terjemahan kabul nikah format (2) kurang signifikan karena terpengaruh struktur bahasa daerah dengan menggunakan morfem “nya”. Mestinya, terjemahan kabul nikah yang tepat adalah “saya terima nikah dan jodoh Fatimah putri kandung bapak....dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”. Coba kita analogikan dengan contoh kalimat seperti “Imron pergi ke rumahnya Rasid”. Kalimat tersebut terpengaruh stukrtur bahasa daerah. Oleh karena itu, kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi “Imron pergi ke rumah Rasid”. Demikian pula dengan redaksi “Saya terima nikahnya dan kawinnya Fatimah putri bapak...dst” dapat diperbaiki menjadi “Saya terima nikah dan jodoh Fatimah putri kandung bapak...dengan maskawin tersebut dibayar tunai”.

Dengan demikian format (1) lebih tepat dan logis secara makna gramatikal. Karena tidak terpengaruh bahasa daerah dan format (1) mengubah sudut pandang dengan pergeseran makna. Maka terjemahan yang berderajat ashah adalah “Saya terima nikah dan jodoh fatimah putri kandung bapak....dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai.  Bukan “Saya terima nikahnya dan kawinnya fatimah putri bapak....dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

Maka jika menggunakan teknik tabdil pada redaksi terjemah kabul akad nikah dhamir(ها)  dari lafaz (قبلت نكاحها) dapat diganti dengan diksi “Fatimah putri kandung bapak”. Sebab yang mengakad adalah wali bapak sendiri. Hal ini tujuannya adalah lebih mudah dipahami oleh orang yang membaca. Misalnya:

 

Ijab wali (Bapak kandung) : “Ananda Muhammad putra bapak Saleh saya nikahkan dan jodohkan Fatimah putri kandungku kepadamu dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

 

Kabul Pengantin Pria : “Saya terima nikah dan  jodoh Fatimah putri kandung Bapak.............dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

 

Coba perthatikan tabel di bawah ini:

 

Hasil terjemahan dengan strategi struktural dan semantis

Hasil terjemah tanpa strategi struktural dan semantis

Ijab wali (Bapak kandung): “Ananda Muhammad putra bapak Saleh saya nikahkan dan jodohkan Fatimah putri kandungku kepadamu dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

 

 

 

Kabul Pengantin Pria tanpa diwakilkan: “Saya terima nikah dan  jodoh Fatimah putri kandung bapak.......dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

 

Ijab wali (Bapak kandung): “Ananda Muhammad putra bapak Saleh saya menikahkan dan saya mengawinkan kamu dengan putriku yang bernama Fatimah dengan maskawin uang seribu rupiah dibayar tunai”.

 

 

Kabul Pengantin Pria tanpa diwakilkan: “Saya terima nikahnya dan  kawinnya Fatimah putri bapak......dengan maskawin tersebut dibayar tunai”.

 

 

 

Jadi hasil produksi teori penerjemahan dengan strategi struktural dan semantis yang diunifikasi dengan teknik taqdim wa takhir (tranposisi) dan tabdil (modulasi) yang berbasis logika hukum tauliyah di atas, ada tiga hal yang mendasar yaitu adanya keberakuratan pesan (accurary content), keterbacaan (readability) keberterimaan (acceptability). Hingga antara penutur dan mitra tutur saling memahami dan dalam konteks pembicaraan  lebih komunikatif.

Bagi penghulu Profesional yang sejatinya lahir dari pabrik intelektualis manusia diposisikan sebagai pengawal dan pelaku proses pelaksanaan pernikahan yang hirau terhadap kemampuan menerjemahkan teks akad nikah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maka harus memilih redaksi bahasa terjemahan teks akad nikah yang baik dan benar dengan derajat terbaik. Maksudnya memperioritaskan kualitas terjemahan yang terbaik. Bukankah apabila beberapa kebaikan bertemu, kita dianjurkan untuk memilih yang terbaik darinya.

 

اذا تزامحت المصالح قدم الاعلى منها                                                 

“Apabilah ada beberapa kebaikan, maka kebaikan yang lebih besar (kualitas terbaik) yang diperioritaskan”.

Oleh karena itu hendaknya mempertimbangkan kualitas terjemahan teks akad nikah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia dengan strategi dan teknik tersebut di atas sehingga menghasilkan pembacaan baru terjemahan teks akad nikah yang berderajat terbaik dalam perspektif linguistik. Karena sesuai dengan jabatan fungsional penghulu, sebagai pelaksana nikah dan rujuk, maka patut untuk menyelaraskan teks akad nikah berbahasa Indonesia yang baik dan benar dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan fikih yang berlaku. Artinya harus memperhatikan sesuai lalulintas kaidah bahasa Idonesia yang dipakai pada waktu akad nikah.

Berikutnya, tentang terjemah kabul nikah dengan terjemahan “saya terima menikahi” atau “saya terima nikah dan kawinnya...dst/saya terima nikah dan jodoh Fatimah...dst” ini hanya persoalan persepsi rasa bahasa. Di kalangan para linguistik Arab memang terjadi perdebatan tentang kalimat “qabiltu nikahaha”. Mereka menyatakan:

 

 قوله  (او قبلت نكاحها)  وهو مصدر بمعنى الانكاح اى قبلت انكاحها كما صرح به جمع من اللغويين وصح حنئد كونه قبولا لقول الولي انكحتك (او) قبلت (تزويجها) او هذا النكاح او التزويج.                                                     

 

“Persoalan redaksi kabul nikah memang terjadi perdebatan di kalangan para ahli bahasa Arab, tentang kalimat “qabiltu nikahaha” (saya terima nikahnya) menurut sebagian mereka semestinya yang benar “qabiltu inkahaha” (saya terima menikahi)”.[5]

 

Terjadinya perbedaan ini disebabkan cara sudut pandang mereka mengenai derivasi kata “nakaha” dengan pola yang tidak sama. Namun mayoritas ulama, menggunakan redaksi kabul “qabiltu nikahaha” daripada “qabiltu inkahaha” sebagaimana termaktub di dalam literatur fikih. Namun, ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia lafaz qabiltu nikahaha lebih tegas maknanya. Maka dengan demikian, pendapat mayoritas ulama idealnya patut untuk dijadikan pijakan dalam mengaplikasikan kabul akad nikah. Pada terjemahan ijab kabul nikah format (1) patut untuk dijadikan referensi dalam pelaksanaan akad nikah karena secara akademik hal itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

 

Baca Juga: Membaca Teks Akad NIkah



[1] Zucrudin Suryawinata dan Sugeng Heriyanto, Translation: Bahasa Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan.(Yogyakarta:Kanisius,2003), hal 67-76.
[2] Dr. Syamsi Setiadi, M.Pd, Penerjemahan Arab-Indonesia(Jakarta, Maninjau Press, 2017), hal, 50.
[3] Newmark, Peter. (A Textbook  Of Translation. Hemel Hempstead. Person Education. 1988). hal, 90.
[4] Abdul Munip, Tranmisi Pengetahuan Timur Tengah Ke Indonesia (Studi Tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004). (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010), hal.28.
[5] Khatib Al-Syarbini, (Mugni Al-Muhtaj, Maktabh Syamilah) Juz 4, hal 226.

1 Komentar

  1. https://www.suarakrajan.com/2022/05/teori-dan-hasil-penerjemahan-teks-akad.html

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak