Seberapa Besar Peluang Memiliki Cita-cita Seperti Maudy Ayunda | oleh Fataty Maulidiyah - Suara Krajan

https://www.instagram.com/p/CAEvvShA6EK/
Suber foto: https://www.instagram.com/p/CAEvvShA6EK/


Bapak Proklamator kita Ir. Soekarno  pernah menyampaikan sebuah kata-kata bijaknya terkait meraih cita-cita, "Raihlah Cita-citamu setinggi langit, jika engkau jatuh, engkau akan berada di antara bintang-bintang”.

Cita-cita memang kadang kala terdengar manis di mulut namun,  pahit pada realitas. Kenyataan-kenyataan hidup terkadang memegat kita dari mimpi dan harapan. Urusan memenuhi kebutuhan perut dan  hidup dalam kehidupan sehari-hari saja cukup menyiksa dan memusingkan kepala. Cita-cita, justru hanya khayalan dan harapan kosong yang menguap seiring dengan sulitnya kita berperang melawan kemiskinan dan  berbagai cobaan hidup.

Akan tetapi, tentunya kita tidak boleh menyerah. Adakalanya cita-cita justru menjadi pemicu kita untuk pantang menyerah dan tetap semangat dalam mengubah nasib. Setidaknya jika kita sering kalah dalam persoalan  cinta dan harta, paling tidak kita tidak kalah dalam urusan meraih cita-cita. Minimal kita pernah menyesap saripati hidup dengan merasa bahagia atas apa yang kita lakukan sehari-hari.
Berkaitan dengan “role models”  dalam hal meraih cita-cita, agaknya  negeri  kita sudah muncul berbagai figur-figur milenial yang bisa kita jadikan acuan. Sebut saja Agnes Monica, Cinta Laura Keihl, Jerome Polin, Tasya Kamila, Vidi Aldiano, dan satu nama lagi yang baru saja melepas masa lajangnya, Maudy Ayunda. 

Yang jadi persoalan, bagaimana seorang Maudy Ayunda meraih hal itu semua. Tentu hal tersebut menjadi faktor penting yang perlu kita ketahui, agar bisa memiliki peluang mewujudkan cita-cita seperti Maudy Ayunda.  Tentu   untuk mewujudkannya kita harus mempertimbangkan segala potensi, daya, peluang, dan segala bentuk kemungkinan-kemungkinan yang realitistis untuk merealisasikannya. 

Maudy Ayunda memiliki nama lengkap Yunda Faza Maudya, B.A, M.A,M.B.A. dilahirkan di Jakarta pada 19 Desember 1994, merupakan aktris, model, aktivis, penulis, penyanyi, dan penulis lagu-lagu kebangsaan. Memulai debut filmya yang pertama berjudul “Untuk Rena” produksi Miles Film pada 2005 (baca juga: Film Untuk Rena), dan membintangi beberapa film seperti Perahu Kertas "2012", Refrain "2013", dan Habibie & Ainun 3 "2019".

Riwayat pendidikannya ditempuh  SD A’ Azhar Jakarta, SMP Mentari 
Intercultural School Jakarta , dan menempuh pendidikan menengah atas di  British School Jakarta. Di sana ia menjabat sebagai ketua OSIS. S-1 ditempuh di Oxford Inggris dengan jurusan Philosophy, Politics, dan Economics.  Dan ketika akan menempuh S-2, ia sempat galau antara memilih Harvard dan Stanford.  Akhirnya ia memilih Stanford dengan gelar ganda M.B.A untuk jurusan Bisnis, dan M.A untuk jurusan Pendidikan.(Wikipedia Online) 

Berikut ini berbagai  faktor yang dimiliki seorang Maudy Ayunda dalam mewujudkan kesuksesannya di berbagai bidang.
(Baca juga: Biografi Sosok Muda Inspiratif, Maudy Ayunda)

1. Keluarga
Keluarga merupakan faktor utama dalam mewujudkan cita-cita. Tak hanya dukungan moril, motivasi, tetapi juga dana yang mencukupi untuk memberikan kualitas pendidikan terbaik bagi anak. Kedua orang tua Maudy memiliki  kemampuan finansial yang sangat memadai. Tidak hanya menyediakan atmosfer yang sangat edukatif di dalam rumahnya, tetapi ,juga berbagai upaya untuk menyediakan  fasilitas agar seorang Maudy menyalurkan bakatnya. Menjadi model , penyanyi, aktris, dan pencipta lagu di antaranya.

2. Support System
Selain dari keluarga, seorang Maudy juga mendapatkan sentuhan  dari Mira Lesmana selaku produser dan sutradara, yang melahirkan sebuah kualitas artis muda untuk bisa membintangi berbagai film-film bermutu. Dari kesuksesannya menjadi artis, ia mendapatkan  jaringan-jaringan strategis pada tawaran-tawaran berikutnya. 

3. Pendidikan yang Berkualitas
Jika ditarik ke masa kecilnya, pendidikan yang ditempuh Maudy Ayunda merupakan pendidikan yang sangat berkualitas, tentu hal tersebut selaras dengan seberapa mahal  biaya sekolahnya. Lagi-lagi “Jer Basuki Mowo Beyo”, sebuah idiom Jawa yang bermakna ,”Semua Keberhasilan Membutuhkan Biaya” menjadi sebuah keniscayaan. 

4. Good Looking
Tidak dapat dipungkiri, paduan antara “Brain, Behavior, and Beauty” sangat berlaku sebagai sebuah kualitas yang diinginkan dalam berbagai bidang pekerjaan yang strategis.  Termasuk ketika seorang Maudy didapuk menjadi Juru Bicara Predential KTT G-20  pada November 2022 nanti di Bali. Tidak hanya berfungsi sebagai “Gimmick”, tetapi ada “Packaging” yang menarik yang ada pada seorang Maudy. Selain cantik, terkenal, berpendidikan tinggi, juga memiliki kemampuan “Public Speaking” yang memadai. Memilihnya menjadi juru bicara agar informasi bisa dijangkau kalangan millenials, agaknya bisa mencapai target yang diinginkan. 

5. Finansial yang Kuat
Uang memang menjadi faktor dan kunci utama meraih kesuksesan selain motivasi internal dan eksternal.  Justru perjuangan utama seluruh umat manusia secara mayoritas adalah menaklukkan  “uang” agar bisa mewujudkan cita-cita, dan yang lebih utama adalah sekadar bertahan hidup. 

Seorang Maudy dengan kariernya  yang telah dirintis sejak muda, sedikit banyak memiliki  kemandirian secara finansial. Akan tetapi, tetap saja faktor status sosial keluarganya menjadi pendorong dan penggerak utama ia bisa mulus meraih cita-citanya.  Keuangan bukan menjadi persoalan utama. Dalam memilih sekolah saja, justru ia galau memilih 1 dari 2  Universitas paling berkelas di dunia. “Harvard atau Stanford?”, sebuah kegalauan yang jauh membubung dari persoalan berapa biaya yang harus dikeluarkan. 

Dari berbagai faktor yang dimiliki Maudy Ayunda,  mungkin anak-anak di Indonesia yang menyebar dari Sabang sampai Merauke tentu tidak bisa memiliki jalan yang sama untuk meraih cita-citanya. Namun, sebagaimana saya sampaikan di atas, “Paling tidak kita bisa jatuh di antara bintang-bintang”. Yang berarti, apa yang telah diraih Maudy, bisa saja akan diraih dan layak menjadi sebuah mimpi anak-anak muda. Sebuah cita-cita luhur yang akan melahirkan harapan-harapan. Sebagaimana sekelompok anak-anak dari Pulau Belitung dalam kisah Laskar Pelangi, anak-anak pesantren dalam “Negeri Lima Menara”, sebuah kisah nyata terwujudnya cita-cita yang diperjuangkan dengan berbagai upaya. Kerja keras, doa, dan kesungguhan dalam meraih ilmu dan amal.

Dan cita-cita yang tinggi ibarat motor penggerak kita untuk menaklukkan berbagai kesulitan dan tantangan kehidupan, yang dengan  cara  memperjuangkannya . Jadi, bercita-cita seperti Maudy Ayunda? Siapa pun boleh  dan berhak memiliki dan mewujudkannya!*

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak