Menjadi
Mahasiswa yang Visioner
Judul Buku : 0 %
Penulis : Fradiksi IAIN MaduraPenerbit : Embrio Publisher
Cetakan : 1, September 2021
Tebal : 238 halaman
ISBN : 978-623-5504-12-4
Peresensi : Anisa*
“Cita-cita
dapat diraih dengan kemauan besar. Jangan jadikan kondisi ekonomi keluarga
sebagai hambatan. Tetap fokus untuk menggapai cita-cita.” Begitu kira-kira yang
pernah menteri keuangan Indonesia, Ibu Sri Mulyani Indrawati ungkap untuk
memotivasi pemuda Indonesia pada umumnya dan para penerima beasiswa bidikmisi
pada khususnya. Barangkali motivasi orang hebat seperti inilah yang kemudian
menjadikan kali ini Indonesia lebih peduli terhadap harapan-harapan pemuda
Indonesia dengan nilai ekonomi keluarga menengah ke bawah untuk juga bisa turut
merasakan manisnya menimba ilmu di berbagai tingkat pendidikan. Salah satunya
perguruan tinggi.
Tak
bisa kita pungkiri lagi bahwa Indonesia masih menjadi salah satu negara yang
nilai ekonominya menengah ke bawah. Bahkan pada tanggal 1 Juli 2020 lalu, Indonesia oleh Bank dunia
dinyatakan kembali masuk dalam negara lower middle income atau sebagai
negara yang berpenghasilan menengah ke bawah. Maka tak heran jika banyaknya
pelajar usia muda tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi dengan alasan memiliki kendala finansial. Menanggapi persoalan krusial
ini pemerintah tidak lepas tangan untuk tetap memberdayakan SDM pemuda Indonesia yang tentunya memiliki
kemauan besar untuk melanjutkan pendidikan. Upaya tersebut berupa bantuan dana
pendidikan beasiswa KIP kuliah atau BIDIKMISI dengan beberapa syarat sehingga
penerimanya tergolong benar-benar layak dan tepat sasaran. Kira-kira buku ini
sudah sangat menggambarkan kondisi dari masalah di atas. Terutama para pemuda
desa yang memiliki semangat tinggi untuk menempuh pendidikan.
Buku yang perdana ditulis
oleh para penerima BIDIKMISI IAIN Madura ini mengisahkan tentang proses dan
pengalaman dari kurang lebih 26 orang
penulis tentang bagaimana kerasnya hidup di desa hingga cara mereka untuk
mendapatkan fasilitas gratis selama kuliah. Tulisan-tulisannya sangat
inspiratif dan seolah menjadi jawaban dari keluh kesah para pemuda yang bingung
bagaimana cara untuk kuliah gratis. Dari kurang lebih 26 penulis rata-rata
mereka menuliskan tentang latar belakang keluarga mereka yang sejak kecil sudah
broken home, keterbatasan ekonomi, hingga yang sedari kecil sudah keharusan membantu pekerjaan orang tuanya seperti berjualan. Sebagaimana
yang ditulis oleh Erni Lusiana dengan judul tulisannya “Pendidikan Bawa
Perubahan” disebutkan bahwa sedari kecil sudah terbiasa hidup seadanya. Bahkan
seragam sekolahnya pun merupakan pemberian dari tetangganya. Berjualan menjadi
salah satu pilihan ketika untuk membayar tunggakan SPP sekolah sudah semakin
membengkak, akan tetapi masalah masih saja bertubi-tubi mendatanginya. Sekolah
membuat aturan bahwa siswa dilarang membawa jualan ke sekolah (hal. 108). Akan
tetapi masalah-masalah tersebut sama sekali tidak menyurutkan semangat Erni untuk
melanjutkan pendidikan. Hingga akhirnya ia mampu secara mandiri kuliah gratis
di perguruan tinggi negeri IAIN Madura.
Berbeda dengan yang dikisahkan oleh Syamsul Arifin. Selama menjadi mahasiswa baru ia sudah terbiasa hidup pontang-panting untuk hidup mandiri di kota yang berbeda dari kota kelahirannya. Ia mengaku dalam tulisannya sering terpaksa tidur di stasiun lama bahkan mandi di masjid jamik untuk menunjang kehidupannya di kota tempatnya belajar. Motivasi yang ia bagikan adalah tetap semangat, usaha dan berdoa. Sebab siapa pun bisa menjadi siapa pun (hal. 87).
Akan tetapi memiliki latar belakang hidup melarat saja tidak bisa menjamin bisa diterima sebagai mahasiswa yang layak menerima bidikmisi. Mereka selain miskin harus memiliki prestasi yang mumpuni. Bahkan bagian mahasiswa yang IPK-nya di bawah 3,30 terpaksa harus menerima kenyataan bahwa beasiswanya dicabut. Sebelum dinyatakan sebagai penerima beasiswa pun mereka harus berjuang melawan ratusan bahkan ribuan pendaftar lainnya untuk memperebutkan bantuan bidikmisi. Dan yang dinyatakan lulus sudah pasti berdasarkan pertimbangan yang ketat dengan berbagai tes yang dilaluinya meliputi tes lancar ngaji dan salat. Secara tidak langsung buku ini merupakan kontribusi besar mahasiswa Fradiksi IAIN Madura untuk Indonesia pada umumnya dan ruang lingkup IAIN Madura pada khususnya sebab dengan membacanya akan memberikan motivasi-motivasi yang sangat inspiratif sehingga sangat disayangkan apabila masih leyeh-leyeh dalam melaksanakan Tri Darma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Sebagaimana yang disampaikan oleh ketua umum Fradiksi IAIN Madura 2020-2021 Farhan Azhan Ainul Yaqin sebagai pengantar buku dengan judul 0 % bahwa dengan hadirnya buku ini diharap menjadi nafas segar dan semangat baru untuk masyarakat agar semangat dan tidak putus asa mengejar suksesnya pendidikan (hal. VIII).
*Merupakan Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Madura sekaligus alumni Annuqayah Putri
Sayang banget buku motivasi seperti ini tidak dibaca oleh kalangan pemuda, apalagi mereka yang hendak menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Buku ini recommended banget sebagai penyemangat sekaligus bahan introspeksi bagi pemuda yang beruntung mendapatkan beasiswa, tetapi tidak digunakan sebaik-baiknya. Terima kasih, Penulis. Terima kasih, Fradiksi.
BalasHapus