Puisi-Puisi Sanggabuana Respati
JEMPIRING KERING
Cukup satu
jempiring kau udar di gimbal rambutku
Menyesap segala sesak dada sampai gelisah berpaling
Tanam ulang bakung di kolam kering bawah lumpur tak hanyut
Kehabisan air yang menyusup bebatu tujuh sungai-sungai
Jadilah perahu,
begitu kau ingin
Aku mendayung laksana nelayan, arungi samudera tanpa penunjuk arah
Biarkan sehelai sarung kulayarkan pada sebatang ranting
Lalu akan kutemui dirimu menua di pulau tunggu
Jempiring
mengering layu di bahuku
Pula layaknya bakung ranggas tak pernah tumbuh
Dayungku patah-patah tinggalkan jemari meraupi buih
Sesampai padamu bibirku terlampau kisut 'tuk beri satu senyum
Helaian kembang tertabur sendiri menghantar rapuh
Kudengar kau
berkisah tanpa jeda
Renangi sungai ke muara memburuku yang tanpa lelah menangguki air
Untuk berkabar pulau penantian telah lama hanyut
Dan dirimu seperti Shinta di raup lain nakhoda, tapi tanpa ronta
Selebihnya melambai padaku yang berada sebalik layar kain sarung yang retak dan rapuh
Memang kudapatkan kekosongan di pulau perjanjian ketika dengan punggung terbungkuk susuri pantai berawa
Lalu aku bertanya pada angin
Mana janji menanam mangrove pehanan abrasi
Sendirian tak
kupersalahkan niatanmu berlayar bersama perahu lain
Semalah kulemparkan jempiring sebagai pengganti kata, pergilah!
Mungkin akan sampai di geladak, ketika tanganmu lelah menggapai
Pakar Dago,
05/05/2022
RESEP RAHASIA
Engkau pernah menulis selarik puisi
Panjang tidak pendek pun tidak, tapi begitu pahit dijabarkan
Dari mana pun nukilan itu diambil
Setidaknya bisa menohok dadaku
Yang hari berikutnya kunjungi dokter bertanya ini itu - Dok!, Apa ini yang di sebut virus?
Dokter perempuan yang masih cantik ditengah usia bayanya itu dalam menatap
"Obatnya cinta."
Senyumnya begitu sedap dipandang mata
Dia, tuliskan resep obat - karena bokek tak kulihat, terlebih karena ... aku bingung membacanya
Biarlah apoteker nanti menerjemahkan dalam bentuk pil atau sirup
Setengah ragu serahkan resep pada penjaga
Entah dia cantik, entah entah tersebab pakai masker hitam bergambar iklan panu
Menanti lama ... Kesal dan sejuta tanya, berapa kira-kira harga tebusannya
Seolah aku sesaat jadi terpidana, gara-gara puisi panjang tidak pendek pun tidak tapi menyayat darimu
Ada yang memanggil nama
Siapa gerangan yang kenal aku?
Eh, ternyata sang penjaga
"Maaf obatnya tidak ada!"
Aduh Mak sesudah sekian lama
Kulihat senyum simpul tergurat sebalik masker
Sodorkan resep dari sang dokter
Ada tambahan kata-kata lebih jelas untuk di baca
'telpon aku di '08xx17082022'
Aku menganga
Seminggu sudah kuabaikan resep itu
Alasan klasik yang buat aku tak bisa mengetik angka-angka, sebut saja sebagai tanda tak punya pulsa
Pada akhir setelah merayu kang Dadang untuk ngutang lima ribu saja, kuhubungi juga
"Halo dengan dokter Bella ..."
Ternyata dia janda tanpa anak ditinggal mati suaminya
Katapang, 13/02/2022
Menyesap segala sesak dada sampai gelisah berpaling
Tanam ulang bakung di kolam kering bawah lumpur tak hanyut
Kehabisan air yang menyusup bebatu tujuh sungai-sungai
Aku mendayung laksana nelayan, arungi samudera tanpa penunjuk arah
Biarkan sehelai sarung kulayarkan pada sebatang ranting
Lalu akan kutemui dirimu menua di pulau tunggu
Pula layaknya bakung ranggas tak pernah tumbuh
Dayungku patah-patah tinggalkan jemari meraupi buih
Sesampai padamu bibirku terlampau kisut 'tuk beri satu senyum
Helaian kembang tertabur sendiri menghantar rapuh
Renangi sungai ke muara memburuku yang tanpa lelah menangguki air
Untuk berkabar pulau penantian telah lama hanyut
Dan dirimu seperti Shinta di raup lain nakhoda, tapi tanpa ronta
Selebihnya melambai padaku yang berada sebalik layar kain sarung yang retak dan rapuh
Memang kudapatkan kekosongan di pulau perjanjian ketika dengan punggung terbungkuk susuri pantai berawa
Lalu aku bertanya pada angin
Mana janji menanam mangrove pehanan abrasi
Semalah kulemparkan jempiring sebagai pengganti kata, pergilah!
Mungkin akan sampai di geladak, ketika tanganmu lelah menggapai
Panjang tidak pendek pun tidak, tapi begitu pahit dijabarkan
Dari mana pun nukilan itu diambil
Setidaknya bisa menohok dadaku
Yang hari berikutnya kunjungi dokter bertanya ini itu - Dok!, Apa ini yang di sebut virus?
Dokter perempuan yang masih cantik ditengah usia bayanya itu dalam menatap
"Obatnya cinta."
Senyumnya begitu sedap dipandang mata
Dia, tuliskan resep obat - karena bokek tak kulihat, terlebih karena ... aku bingung membacanya
Biarlah apoteker nanti menerjemahkan dalam bentuk pil atau sirup
Entah dia cantik, entah entah tersebab pakai masker hitam bergambar iklan panu
Menanti lama ... Kesal dan sejuta tanya, berapa kira-kira harga tebusannya
Seolah aku sesaat jadi terpidana, gara-gara puisi panjang tidak pendek pun tidak tapi menyayat darimu
Ada yang memanggil nama
Siapa gerangan yang kenal aku?
Eh, ternyata sang penjaga
"Maaf obatnya tidak ada!"
Aduh Mak sesudah sekian lama
Kulihat senyum simpul tergurat sebalik masker
Sodorkan resep dari sang dokter
Ada tambahan kata-kata lebih jelas untuk di baca
'telpon aku di '08xx17082022'
Aku menganga
Alasan klasik yang buat aku tak bisa mengetik angka-angka, sebut saja sebagai tanda tak punya pulsa
Pada akhir setelah merayu kang Dadang untuk ngutang lima ribu saja, kuhubungi juga
"Halo dengan dokter Bella ..."
Ternyata dia janda tanpa anak ditinggal mati suaminya
MAJNUNKU
Sambil riang menari sendiri malam ini bawah purnama sembunyi
Kamu tertawa lihat aku menandak-nandak tanpa musik
Mungkin saja kamu tak mendengar kidungan dalam pikiran ini
Tangkai-tangkai turut meliuk tiada tertangkap matamu, padahal telah kubukakan buta mataku melihat renyah tawamu jadi pandangan kita yang menyatu
Malah dirimu nyengir kuda tanpa terasa menambah kejelitaan wajahmu yang majnunkan aku
Biar sajalah walau kamu tak percaya betapa aku pernah menghuni ruang rumah sakit jiwa di hatimu
Betapa dalam tarian kewarasan semua lagu tiada berarti
Kecuali tawamu yang jadi gending lucu pembuat aku makin rindu
Terus menari sambil mendekat padamu yang juga kehilangan waras karena cinta
SYAIR DAUN
Kita selembar
daun di lembah Jayagiri
Melempar pandang ke puncak gunung yang membisu
Kapan paruh burung meletakan aku di rerimbun
Pada sebatang ranting lain yang congkak tengadah
Tulari aku
sebongkah kesombongan bukit
Atau gelora kawah ratu penyembunyi jasad sang Sumbi
Yang masih simpan wajah pucat sesalan
Kala turut terlempar perahu tatahan Sangkuriang
Dia merapalkan
satu pinta
Di jadikan lahar yang punya gejolak cinta
Menahan langkah putra pengirim kegelapan
Pada secupak asmara pembuta mata
Kita selembar
daun jelmaan kekecewaan cinta taksampai
Memohon burung cengkeram dan jatuhkan di atas tangkup perahu
Agar dapat berlayar di danau Bandung
Menembang kidung cinta tabu ibu dan putra
Cimahi,
25/10/2020
KOTA, KORAN DAN BERITA ITU JUGA
Teramat
sederhana kusampaikan padamu, siang di kota ini masih sama menunjukkan matanya
yang beringas. Padahal tahun itu baru saja berlalu sesaat, bulatan tiga
melingkari almanak bergambar gadis setengah telanjang, cuma pakai bra sempit
dan segi tiga pengaman berbahan jaring
Hingga rumput-rumput hitam melongok kiri dan kanan
Bahkan mengintip dari jendela yang retak
Perlu kamu tahu
... Tanggalan itu kudapat dari anggota partai yang berlambang leher dicekik
kain kafan. Selembar amplop yang ketika kubuka ternyata berisi selembar kertas
biru bernama goban. Juga satu kartu nama bergambar orang mengedip sebelah mata
dengan tulisan: jangan lupa 2024, coblos saya di bagian tengah!
Dan, dia menunjuk dengan jempol terjepit telunjuk dan jari tengah
Mudah bukan engkau mencernanya?
Sebab kepalaku
pening setelah baca berita koran, isinya: Pembunuh Subang itu masih '?'
Bah, bayangkan 120 koran telah kugarap tuntas hanya untuk baca berita sama 'sekedar mengingatkan'
Bagaimana kotaku tidak gosong memikirkan, siapa? Kok terus diingatkan
Kapan ditangkap!?
Maka ... Ketika pagi tadi anak kecil pengirim koran sampai di halaman, aku berteriak: "Lemparkan saja, aku sudah tahu isi beritanya."
Ya. Paling tentang si Bahar atau partai politik yang sibuk mencari calon anggota wakil rakyat, lumayan uang milyaran bakal masuk ke balik sorban bakal biaya reunian
Teramat
sederhana bukan?!
Kotaku makin panas
Berhias gambar telanjang dan spanduk peserta pesta yang habis pesta terus telanjang, mencari uang pengganti biaya pemilihan
Dan
Berita itu-itu juga
Yang terus menjadi rahasia kerja sama
Cimahi,
03/01/2022
KUNANG-KUNANG DI MATAMU HILANG
Aku menemukan
dua kunang-kunang di bola matamu
Lirih berkedip menawarkan cahaya
Mana mungkin dapat kutangkap, selagi tangan terentang kerlip cepat berlalu
Pada akhirnya aku terpana engkau sirap di sinar rembulan dan malam yang memenggal juluran lengan
Pada almanak
angka mendekati akhir lembaran
Malam-malam penuh rintik di atas genting
Sebenarnya aku rindu engkau kembali kedipkan kunang-kunang di matamu
Sebelum kalender berganti gambar kembang api di langit
Aku kehilangan
sepotong hati yang melongok di balik jendela kerinduan
Entah berapa lama lagi waktu yang kupunya menanti kau berikan tanda
Di sela daun pun seolah dirimu lenyap dalam hibernasi yang tak dapat kubangunkan dengan suara keras jam dinding
Aku merasakan
betapa diri begitu tersiksa ketika mendongak
Terpelanting ke dunia senyap saat menunduk
Matamu dan indahnya kunang-kunang itu telah padam sungguh-sungguh
Menjadi kedip mataku yang tiada mampu menahan guguran harapan beku
Katapang,
29/12/2021
Melempar pandang ke puncak gunung yang membisu
Kapan paruh burung meletakan aku di rerimbun
Pada sebatang ranting lain yang congkak tengadah
Atau gelora kawah ratu penyembunyi jasad sang Sumbi
Yang masih simpan wajah pucat sesalan
Kala turut terlempar perahu tatahan Sangkuriang
Di jadikan lahar yang punya gejolak cinta
Menahan langkah putra pengirim kegelapan
Pada secupak asmara pembuta mata
Memohon burung cengkeram dan jatuhkan di atas tangkup perahu
Agar dapat berlayar di danau Bandung
Menembang kidung cinta tabu ibu dan putra
KOTA, KORAN DAN BERITA ITU JUGA
Hingga rumput-rumput hitam melongok kiri dan kanan
Bahkan mengintip dari jendela yang retak
Dan, dia menunjuk dengan jempol terjepit telunjuk dan jari tengah
Mudah bukan engkau mencernanya?
Bah, bayangkan 120 koran telah kugarap tuntas hanya untuk baca berita sama 'sekedar mengingatkan'
Bagaimana kotaku tidak gosong memikirkan, siapa? Kok terus diingatkan
Kapan ditangkap!?
Maka ... Ketika pagi tadi anak kecil pengirim koran sampai di halaman, aku berteriak: "Lemparkan saja, aku sudah tahu isi beritanya."
Ya. Paling tentang si Bahar atau partai politik yang sibuk mencari calon anggota wakil rakyat, lumayan uang milyaran bakal masuk ke balik sorban bakal biaya reunian
Kotaku makin panas
Berhias gambar telanjang dan spanduk peserta pesta yang habis pesta terus telanjang, mencari uang pengganti biaya pemilihan
Dan
Berita itu-itu juga
Yang terus menjadi rahasia kerja sama
Lirih berkedip menawarkan cahaya
Mana mungkin dapat kutangkap, selagi tangan terentang kerlip cepat berlalu
Pada akhirnya aku terpana engkau sirap di sinar rembulan dan malam yang memenggal juluran lengan
Malam-malam penuh rintik di atas genting
Sebenarnya aku rindu engkau kembali kedipkan kunang-kunang di matamu
Sebelum kalender berganti gambar kembang api di langit
Entah berapa lama lagi waktu yang kupunya menanti kau berikan tanda
Di sela daun pun seolah dirimu lenyap dalam hibernasi yang tak dapat kubangunkan dengan suara keras jam dinding
Terpelanting ke dunia senyap saat menunduk
Matamu dan indahnya kunang-kunang itu telah padam sungguh-sungguh
Menjadi kedip mataku yang tiada mampu menahan guguran harapan beku
Mahesa Sanggabuana Nurulloh
Respati adalah nama lengkap lelaki kelahiran
Bandung 21 tahun lalu ini. Anak kedua Kangkam Galih Pamungkas yang tengah
menimba ilmu di STKIP Pasundan Cimahi. Menulis baginya ilmu yang didapat dari
sang Ayah. "Ilmu apapun itu selalu akan berguna." Kata adik
Ratimanjari Galih Puti.
Foto oleh mason cook dari Pexels