Puisi-Puisi Kurnia Hidayati
MERANTAU DI KAMARMU
:Kepada Alm Kakek
izinkan aku merantau di kamarmu malam
ini. kamar berlampu tipis cahaya yang memaksaku belajar sendiri. menjadi
penyendiri. kabur dari riuh sorai dunia
Kepada pemilik dahi berkerut di bawah
pangkal rambut. raut wajah terdiam tanpa menceritakan apa yang sejatinya perlu
ditebak di dalam benak.
kamu selalu percaya bahwa kata-kata tak pernah bisa menjelaskan segalanya. sebab ada yang lebih pandai menerima dibanding sepasang telinga.
di kamar ini, aku mencari. barangkali ada catatan
untuk hal-hal bernama ingatan. tapi, kosong mendominasi. hanya benda-benda memorial yang disimpan tanpa kumengerti. untuk apa mereka di sini.
kucari-cari lagi hingga sudut-sudut tersunyi. hanya residu masa lalu, terhidu. di atas ranjang
menabrak pikiranku yang sesak dengan kenang.
kendati tak banyak suara yang tersimpan dalam kepala dan lanskap peristiwa yang kita jalin bersama.
kendati ada satu hal yang tak aku setujui, yakni, cinta hanya perlu diungkapkan dalam hati
tapi aku mengerti , terkadang ada seseorang. yang setia lantas sakit, menjalani hidupnya sendiri. dan tak mungkin tanpa meninggalkan kisah-kisahnya
kamu yang diam dan sendiri.
pelan-pelan mengajariku bahwa satu dua kata lebih mujarab membangkitkan tindakan. dibanding beribu-ribu, tanpa gerak gerik laku.
TAMAN MASA KECIL
Salahkah aku jika tak mampu mengenali, pertinggal kenangan di taman?
Semenjak usiaku memanjang menjauhi dakon, gundu, dan layang-layang
Melupakan
arus sungai, rumah pohon, dan boneka menyimpan
seragam sekolah dan buku-buku pelajaran
Aku menyadari, bahwa aku terlampau tua untuk bahagia
Jika hanya dengan menyaksikan komidi putar dan bianglala.
Barangkali, masa kecilku tertinggal
di
tiang lampu dan bangku taman, kolam renang dan seluncuran, serta perahu angsa bersama
ban-ban sewaan.
Kucari-cari di taman ini. Kutelusuri setiap permainan. Namun tak kutemui lagi perasaan
Yang nyaris serupa; pijar bahagia tatkala kali pertama
Menyusun jejak masa belia
Batang, 15 September 2020
MERANTAU DI KAMARMU
:Kepada Alm Kakek
kamu selalu percaya bahwa kata-kata tak pernah bisa menjelaskan segalanya. sebab ada yang lebih pandai menerima dibanding sepasang telinga.
di kamar ini, aku mencari. barangkali ada catatan
untuk hal-hal bernama ingatan. tapi, kosong mendominasi. hanya benda-benda memorial yang disimpan tanpa kumengerti. untuk apa mereka di sini.
kucari-cari lagi hingga sudut-sudut tersunyi. hanya residu masa lalu, terhidu. di atas ranjang
menabrak pikiranku yang sesak dengan kenang.
kendati tak banyak suara yang tersimpan dalam kepala dan lanskap peristiwa yang kita jalin bersama.
kendati ada satu hal yang tak aku setujui, yakni, cinta hanya perlu diungkapkan dalam hati
tapi aku mengerti , terkadang ada seseorang. yang setia lantas sakit, menjalani hidupnya sendiri. dan tak mungkin tanpa meninggalkan kisah-kisahnya
kamu yang diam dan sendiri.
pelan-pelan mengajariku bahwa satu dua kata lebih mujarab membangkitkan tindakan. dibanding beribu-ribu, tanpa gerak gerik laku.
BATANG, 9 Maret 2020
TEROMPAH AYAH
Lelah, terompah ayah melangkah.
Tahun-tahun menyamar jalanan sunyi terjal. Menyimpan jebakan kehidupan; air mata menjelma banjir bandang. menyeringai, menakut-nakuti, dan menghadang. Terompah ayah tertatih menelusuri arah kompas di tangan.
Ayah tak pernah bercerita ihwal apa
yang ditemuinya
kendati aku bertanya. Mengapa terompahnya begitu usang dan berdebu?
Ayah hanya menjawab bahwa tak perlu merangkai keluh, hanya perlu terus melangkah tanpa ditanyakan. Terompah adalah kawan perjalanan bagi sepasang kokoh kaki ayah. Yang pecah-pecah menahan ruam-ruam takdir
Masa muda yang berakhir jelang lansia,
ayah masih setia merawat terompahnya dan memakainya kemana pun ia mengembara. Namun, selalu ada pelukan yang membawa ia
pulang.
; sebuah rumah sederhana bernama
keluarga
Batang, 23 Desember 2020
BORDIR SERAGAM SEKOLAH
Ia diciptakan untuk membedakan
Seberapa dalamkah jiwa kekanakan tersimpan dalam badan
Jika hanya nama dan institusi
Luput mengira apa yang musti dipanggulnya
; membaca, berhitung, berpikir dan bermoral
Lantas menua sembari menyisakan tanda yang dirangkum mata
tatkala orang-orang mulai menatapnya
Batang, 30 April 2021
Tahun-tahun menyamar jalanan sunyi terjal. Menyimpan jebakan kehidupan; air mata menjelma banjir bandang. menyeringai, menakut-nakuti, dan menghadang. Terompah ayah tertatih menelusuri arah kompas di tangan.
kendati aku bertanya. Mengapa terompahnya begitu usang dan berdebu?
Ayah hanya menjawab bahwa tak perlu merangkai keluh, hanya perlu terus melangkah tanpa ditanyakan. Terompah adalah kawan perjalanan bagi sepasang kokoh kaki ayah. Yang pecah-pecah menahan ruam-ruam takdir
Batang, 23 Desember 2020
Ia diciptakan untuk membedakan
Seberapa dalamkah jiwa kekanakan tersimpan dalam badan
Jika hanya nama dan institusi
Luput mengira apa yang musti dipanggulnya
; membaca, berhitung, berpikir dan bermoral
Lantas menua sembari menyisakan tanda yang dirangkum mata
tatkala orang-orang mulai menatapnya
Batang, 30 April 2021
TAMAN MASA KECIL
Salahkah aku jika tak mampu mengenali, pertinggal kenangan di taman?
Semenjak usiaku memanjang menjauhi dakon, gundu, dan layang-layang
Aku menyadari, bahwa aku terlampau tua untuk bahagia
Barangkali, masa kecilku tertinggal
Kucari-cari di taman ini. Kutelusuri setiap permainan. Namun tak kutemui lagi perasaan
Yang nyaris serupa; pijar bahagia tatkala kali pertama
Batang, 15 September 2020
Keren
BalasHapusSaya menyukai puisi sangat lugas tapi lebay, diksinya jelas
Hapus