UNTUK PACARKU
Pernah
kau bertanya mengapa tak kuperjelas ciumku di bibirmu
Kecup yang diam-diam kusisipkan, degup yang membuat malammu memar kesakitan
Bagaimanakah
harus kumulai jawab dari pertanyaan itu
Sementara waktu bahkan mungkin memalsukan bibirmu dari ciumku
Suaramu
berlalu-lalang, berulang-ulang
Dalam kepala yang dikepung kerinduan
:di bawah sinar rembulan
Maukah sekali lagi kita berciuman?
Sumenep,
2022
MASIH MUSIM HUJAN
Melihat
gerimis yang tiada kunjung reda
Tetes-tetesnya menitik dalam irama
Seperti lagu yang tanpa jeda
Kita nyanyikan di sepanjang jalan menuju rumah
Dari
matamu yang berbinar itu
Tumbuh dan merimbun kembang bugenvil merah jambu
Putik putihnya yang jernih
Timbun-menimbun dalam mataku yang menahan perih
Sayangku
Biarkan hujan terus menderas malam ini
Membanjiri kangen yang meranggas di sekujur diri
Dengan khusyuk kurasai setiap rintiknya
Seperti mendapat senyummu di bawah guyuran purnama
Sumenep,
2022
UNTUK ELSA
Apakah
dari Jogja yang kau cintai
Warung kopi yang membuat malammu berduri
Ataukah mata lelaki yang kau selamatkan dari ancaman sepi?
Sumenep,
2022
BAHKAN AKU SINAR BULAN YANG REDUP
Bahkan
aku sinar bulan yang telah redup
Memadamkan diri dari malam-malam yang remuk
Namun di matamu akulah nyala
Cahaya merkuri di tengah-tengah belantara
Sekali
saja senyummu berbekas dalam dadaku
Denyut bagi jantung yang diterkam masa lalu
Sungguh bagimu
Kuserahkan seperangkat rindu yang masih utuh
Sumenep,
2022
Kecup yang diam-diam kusisipkan, degup yang membuat malammu memar kesakitan
Sementara waktu bahkan mungkin memalsukan bibirmu dari ciumku
Dalam kepala yang dikepung kerinduan
:di bawah sinar rembulan
Maukah sekali lagi kita berciuman?
Tetes-tetesnya menitik dalam irama
Seperti lagu yang tanpa jeda
Kita nyanyikan di sepanjang jalan menuju rumah
Tumbuh dan merimbun kembang bugenvil merah jambu
Putik putihnya yang jernih
Timbun-menimbun dalam mataku yang menahan perih
Biarkan hujan terus menderas malam ini
Membanjiri kangen yang meranggas di sekujur diri
Dengan khusyuk kurasai setiap rintiknya
Seperti mendapat senyummu di bawah guyuran purnama
Warung kopi yang membuat malammu berduri
Ataukah mata lelaki yang kau selamatkan dari ancaman sepi?
Memadamkan diri dari malam-malam yang remuk
Namun di matamu akulah nyala
Cahaya merkuri di tengah-tengah belantara
Denyut bagi jantung yang diterkam masa lalu
Sungguh bagimu
Kuserahkan seperangkat rindu yang masih utuh
Khossinah, penulis kelahiran
Sumenep, Madura, Jawa Timur. Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Aktif di
komunitas LENSA. Menulis Esai dan puisi di beberapa media cetak, media online
dan antologi bersama. Seperti Radar Madura, Radar Cirebon, Minggu Post,
Travesia, Mbludus, Lampung News, Puisi Pedia, Redaksi PC NU Sumenep, Takanta ID
dan Dunia Santri. Surat Berdarah di
Antara Gelas Retak (2019), Kenangan (2018), Cinta Karena Cinta (2019), Creative
Student Day (2020), Rantau ‘dari Negeri Poci 10’ (2020), Alumni Munsi Menulis
(2020), Perjamuan Perempuan Tanah Garam
(2019-2020), Sirih Keramat (2022)
Seri Sastra Tembi (2021) Hujan Pertama Bulan Purnama (2021) dan Pena Artas
(2021). Nomor telepon : 082339196113
Foto oleh Murtaza Saifee dari Pexels