Puisi-Puisi 100 Penyair dalam Buku Parsel 21 Maret Bagian 91-100



Supianoor
TANGIS-TANGIS DI AWAL TAHUN
 
Awal tahun yang sangat tragis
Banyak terdengar jerit dan tangis
Rusaknya alam semakin miris
Membuat alam semakin bengis
Bumi yang diam kini bergerak
Banyak tanah menjadi retak
Bangunan runtuh amblas berderak
Gempa bergoncang korban terisak
 
Air liar meliuk mengganas
Meniti waktu menyusur deras
Menerjang   mengikis menghempas
Nyawa pun banyak yang terlepas
 
Tangis-tangis di awal tahun
Ratapan perih yang terlantun
Derai air mata yang beruntun
Segala derita jadi terhimpun
 
Tanah Bumbu, 7 Februari 2021
 
  
Supianoor
RINDU MALAM HUJAN DAN REMBULAN
 
Malam pekat yang kelabu
Ku coba meraih bayangmu
Yang tertatih meniti waktu
Bergerak kian menjauh dariku
 
Di dinginnya malam yang bugil
Hujan pun memanggil menggigil
Namamu hilang terus ku panggil
Tak ada jawab
 
Rembulan sembunyi di balik awan
Seperti malunya gadis perawan
Meniti langit kian perlahan
Namamu hilang dalam pangkuan
 
Aku terlelap dalam keheningan
Larut di derasnya laut impian
Diayun debur ombak kerinduan
Ingin hanyut di arus percintaan
 
Tanah Bumbu, 8 Februari 2021
 
 
Toto Sudarto
PUSPA HATI DI TAMAN SURGA
 
Dea Anakku, sewindu sudah engkau meninggal dunia
untuk mengenangmu bapak pajang foto Dea di bilik kamar,
Biar tiap rindu dapat menatap wajahmu
Lalu berbaring di kasur niatnya tak mau tidur
Hanya bayangkan Dea seolah olah ada.
Tapi tak terasa masuk ke alam serba bisa:
bisa terbang, bisa menghilang,
bisa bicara sama yang sudah wafat
bisa apa saja dan dahsyat.
 
Dalam mimpi Dea bilang "kematian bukanlah soal
dari ada lalu tiada, tapi tentang selesainya
belenggu keadaan"
Maka bebaslah Dea bahagia selamanya
"Bapak jangan berduka, karna apapun yang hilang
akan kembali meski wujudnya beda"
Demikianlah,
kematian menyerupai titian penyambung
orang yang mencintai dengan yang dicintai.
 
Bekasi, 7 Oktober 2020
  
 
Umar Zein
ANGAN DAN ANGIN

berangan bahagia
memeluk ingin dingin hasrat gumpal dalam niat
hangat semangat doa dalam karya

angan acap berkelindan cuap ucap
ingin bagai debu terhembus angin
gejolak harap kadang hilang kadang tiarap
tak lelah doa yakin usaha sampai

titik titik deras aksara tak cemas
menyelam samudera makna mencari gumpalan kata
walau acap makna lenyap tak suai
hilang hari dicari kian kemari

angan acap berkelindan cuap ucap
ingin bagai debu terhembus angin
gejolak harap kadang hilang kadang tiarap
tak lelah doa yakin usaha sampai
titik titik deras aksara tak cemas
menyelam samudera makna mencari gumpalan kata
walau acap makna lenyap tak suai
hilang hari dicari kian kemari
ternyata
gumpalan kata kutemukan dalam doa
dalam lariklarik firmanMU
 
Medan, 15 Februari 2021
 
 
Umi Khoirunisyaatin
ELEGI SEBUAH HATI
 
Sepi yang mencekam, teriring dentang jarum jam dalam kamar
Melukis kerinduan yang teramat dalam, diam-diam masuk ke relung hati
Langit bertaburkan bintang menjadi saksi kisah sedih hati ini
Tetes embun jatuh, luruh dalam pangkuan bumi
Mata semakin nanar memandang serpihan hati
Desah nafas yang tertahan oleh desiran angin
Berhembus malu, merayap membawa semua luka
Kutelan segala kepedihan, kubungkus rapi dengan sajak pilu
Tentang harapan yang terabaikan
Tentang angan tak tergapai
Tentang cinta yang merana
Tentang rindu tak berempu
Tentang resah yang membuncah
Hati semakin resah dalam kesenyapan meratap pilu
Mencari bayangmu di balik kesunyian malam
 
Blora, 02 Februari 2021
  
 
Wawan Hamzah Arfan
DUNIAKU MENYALA
 
ketika bungamu tumbuh
beraneka warna
menaburkan aroma rasa
di hatiku
duniaku menyala
dalam khayal yang menggoda
di antara pelangi dan matahari terbentang mimpi dan harapan
 
kehampaan
kini menjelma kesempatan
yang kudengar di setiap langkah
dan gairah
menuju satu arah
tempat kita bersama
dalam tenda kasih.
 
Cirebon, 2010
 
  
Wawan Hamzah Arfan
AKULAH SANG WAKTU
 
akulah sang waktu
yang tak pernah lelah berbagi arah
mengitari hari-hari
yang berbatu, berdebu,
dan berbau rindu
hingga membiarkan jiwaku mabuk dalam lelap
 
akulah sang waktu
yang tak pernah lelah memanjakanmu
agar tidak lagi menawarkan  kegelisahan
di setiap malammu
hingga menjaga mimpiku.
 
Cirebon, 2021
 
  
Widya Eka Septiani
PERASA
 
Mengenalmu bukan inginku
Berteman denganmu pun bukan harapanku
Bahkan memiliki rasa padamu bukan pula doaku
 
Apa kuasaku jika pada akhirnya,
Mengenalmu adalah bahagiaku
Berteman denganmu adalah warna di hariku
Dan memiliki rasa padamu,
Adalah nikmat yang tak terpikirkan olehku
 
Rasa yang ada padaku saja
Rasa yang kuharap ada padamu jua
Setelah kita lewati pagi hingga senja
Mengkhayalkan kisah dan mimpi hingga menua
 
Khayalan hanyalah sebuah khayalan
Mana mungkin bisa disamakan dengan kenyataan
Ketika rasa hanya bisa dirasakan
Dengan harapan semoga Tuhan meng-amin-kan
 
 
Wirja Taufan
SETIAP WAKTU
 
Setiap waktu. Gelombang putih muncul
membawa kenangan. Dari kejauhan pelabuhanku
Badai memeluk kerinduanku
Mencium dedaunan, bunga dan rumput lautku
Hari-hari menetes tanpa sajak
 
Setiap waktu. Aroma laut asinku
Memberiku tetes asin garam, membangkitkan
harapanku. Berlayar melalui gelombang rapuh
Menembus celah-celah jiwaku
 
Setiap waktu. Aku masih menunggumu di sini
sebagai pantai. Menyalakan lampu-lampu
yang terbuat dari mimpi. Karang laut memantulkan
bayanganmu. Tanpa sayap, aroma dan kata-kata
Memeluk kerinduanku
 
Setiap waktu. Tanganku tenggelam dalam lukaku
Bersama nyanyian batu, ganggang, ular air
dan burung-burung mencium gelombang
Menghangatkan waktu dan hidupku
 
Medan, 2020
 
 
Wirja Taufan
TAK ADA YANG BISA MENGGANTIKANMU
 
Aku tetap berdiri di sini. Di tanah airku
Tanpa keraguan, atau was-was
Kebenaran mengalir dari darah dan tulang-tulang
Tahun ke tahun sampai abad ke abad
 
Tak ada yang bisa menggantikanmu
5 sila yang diwariskan para leluhur. Menyalakan atomku
Dengan ribuan bunga hijau memeluk sajak-sajakku
Mencapai neptunus, mencapai planet lainnya
 
Aku terus tulis di udara terbuka, ribuan sajak
untukmu. Di bawahnya, gelombang bernyanyi
Untuk kebersamaan dan kedamaian
Pelukan tangan-tangan yang memeluk jiwa
 
Tak ada yang bisa menggantikanmu
Cakrawala laut membentengi jiwaku
Di bawah matahari di bawah sayap kupu-kupu
Alam semestaku mencium sidik jari leluhurku
Memancangkan 5 sila warisannya
Di sini, di dadaku yang terbuka
 
Medan, 2020
 
  
Yulma Refianti
AKU MASIH DI SINI
 
Aku masih di sini
Memahat angin mengukir kisah
Melayangkan kuas di atas kanvas cahaya
Menata letak rindu di sudut hati
Menghiasi dengan taburan melati kasih
Menguak tabir penghalang rindu
 
Aku masih di sini
Menatap wajahmu di balik awan membubung
Menikmati hembusan rindumu dalam pusaran angin
Mendekap bisik mesramu di antara kicauan burung
Menikmati hangat tawamu digemericik aliran sungai
Hati merindumu
 
Aku masih di sini
Terbang mengitari danau cinta
Mengepakkan sayapku yang terluka
Luka irisan rindu yang terkurung
Hatiku berkata rindumu masih milikku
Aku masih di sini
 
  
Yurmanovita
RANTAU DENAI PAJAUH
 
Karakatau madang dihulu
Babungo babuah balun
Marantau bujang dahulu
Dikampuang paguno balun
 
Petitih orang tua berlaku sudah
Ku tinggalkan kampung melangkah gagah
Semangat menggebu pantang menyerah
Adat lelaki Minang belum berubah
 
Ku tinggal mande dalam ratapan
Ku tinggal kasih berbuai sedih
Janji cinta jadi impian
Menagih rindu berbuah harap
Tatapan sayu menghujam jantung
Berurai kasih mata berlinang
Melepas bujang ke negeri orang
Mengubah nasib untuk hidup mendatang
 
Peluh menganak sungai mengejar asa
Namun impian makin jauh meninggalkan cinta
Perjalanan bujang tak semulus angannya
Adat dunia penuh perjuangan dan lara
Rindu terbengkalai dalam penantian
Cinta meratap menagih janji setia
 
Berbilang bulan dan tahun
Takdir belum memeluk angan
Tuah rindu berkabut awan
Indahnya pelangi jadi ratapan
Janji cinta terpaksa diurai
Nasib lara tak akan minta belas kasihan
Relakan kasih berlabuh sauh
Kapal bujang makin menjauh
 
Tak ingin rindu makin menyiksa
Relakan diri lupakan cinta
Tak rela hidup menderita
Biar rantau denai pajauh.
  
 
Zea Mays
HUJAN
 
Hujan
Jatuh membentur atap
Meluncur ke kolong
Terus mengalir kembali pada tanah
 
Hujan
Memantul di atas daun dan ranting
Bergulir di sepanjang batang
Terus mengalir kembali pada tanah
 
Hujan
Menghujam jalan, menabrak kendaraan
Luruh di keramaian
Terus mengalir kembali pada tanah
 
Hujan
Selalu tahu ke mana tempatnya kembali
 

Puisi-puisi di atas diambil dari Antologi Puisi 100 Penyair Indonesia memperingati Hari Puisi Dunia 2021 “Parsel 21 Maret” yang diadakan oleh Komunitas Sastra Krajan dan diterbitkan oleh CV. Catur Media Gemilang

Baca juga: Bagian 1-10
                   Bagian 11-20
                   Bagian 21-30
                   Bagian 31-40
                   Bagian 41-50
                   Bagian 51-60
                   Bagian 61-70
                   Bagian 71-80
                   Bagian 81-90

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak