Puisi-Puisi 100 Penyair dalam Buku Parsel 21 Maret Bagian 21-30



Dody Yan Masfa
KISAH PICISAN
 
Siapa menjanjikan kepedihan itu.
Setumpuk di pertanahan tandus.
Beberapa belahan merekah kering.
Lalu banjir datang tak terbendung.
Semua dihempasnya.
Orang lantang meneriakkan bencana.
Orang nyinyir mencibir sindir.
Orang berkuasa bilang bersabarlah.
Orang rakus menjarah makanan.
Orang miskin tak punya tanah,
tergolek lemah di tenda tenda.
Siapa mengingkari janji kepedihan itu.
Tak ada yang mengaku, semua khidmat.
Berdoa, mencatat berapa banyak sudah,
telah disumbangkan.
 
2021
 
 
Dody Yan Masfa
MENANTI HUJAN SORE
 
Selalu begitu ia, berharap ada puisi
bisa ditangkap, dari hujan sore.
 
Anjingku, senantiasa berkaca kaca matanya
jika hujan reda, dan tak ada benih syair buat
dirangkainya nanti jelang tidur malam.
Serta merta diacak acaknya tempat tidur
menjadi luapan, entah kesal atau barangkali
amarah sebab gonggongnya bakal
tak indah bermakna.
 
Aku terkadang heran menyimak
tingkah laku sang penyair itu.
 
2021
 
  
Eko Nani Fitriono
TAHUN BARU HIJRAH
 
Umar bin Khattab namanya,
Orang Islam tentu banyak mengenalnya,
Bukan karena pemimpin sejarahnya,
Tapi mutu dan rasa merakyat jadi acuan hidupnya,
Berawal dari seorang jahat hidupnya,
Lalu menjadi Muslim akhirnya,
Umar musuh Islam sebelumnya,
Disadarkan oleh Taha nama suratnya;
Surat yang ada dalam al-Qur’an
Sebuah kitab suci yang mengilhami hidup barunya,
 
Dalam keadaan marah bercampur dendam
Muhammad sang Nabi dicarinya,
Ingin ia mengoyak baju dan badan Muhammad
Namun ia justru ketemu cinta sejatinya,
Ia, dia ketemu Muhammad sebagai sahabat sejati,
Sahabat yang dijanjikan masuk ke dalam kebaikan kekal bersama,
Yakni surga nantinya di hari kiamat.
 
Ketika Rasulullah telah tiada,
Terkenang baginya pelajaran berharga,
Umat Islam patut bangga
Melalui hijrah ke Madinah kebangkitan ada,
Maka dibuatlah kalender hijriyah sebagai tanda,
Akan kebangkitan Islam sebagaimana adanya,
 
Namun kini umat Islam sudah lupa,
Lebih gembira menyambut tahun baru lainnya,
Iya, tahun baru masehi, yang tidak ada kaitannya,
Sehingga mengenang perjuangan nabipun tidak bergairah
Bagaimana menuju kehidupan yang lebih baik dalam berhijrah
Bila perjalanan kehidupan Nabi saja tidak menggugah,
 
Ya Nabi maafkan kami,
Kami hanya tau masehi,
Tapi lupa akan hijri,
Bagaimana mau membangun negeri, bila kami enggan meneladani
Seorang Rasul yang telah sukses membangun masyarakat madani,
Dengan Islam sebagai agama yang dipedomani.
 
Selamat tahun hijriyah,
Tahun memperbaiki diri, demi kehidupan yang berdikari.
Menuju kehidupan yang diridhoi ilahi rabbi.
  
 
Elvina Purwitasari
SEKALA BUMI
 
Langkah yang selama ini kurangkai
ternyata hanyalah bentuk dari sebuah kehampaan
Puisi yang selama ini aku tulis
ternyata bermakna sepenggal pengharapan
Aku bermain mata, memandang rindu
memajang rasa kecewa
 
Tidak cukup kuat rasanya ketika aku mulai mengingatnya
Rasa-rasanya, aku seperti menelan racun yang
perlahan membuatku mati tanpa ada rasa
tubuhku seakan-akan menjadi perwakilan
dari rasa sakit dan kecewa
 
Ingin rasanya aku menjadi bumi
agar setiap hari merasakan pijakannya
tanpa harus takut kehilangan jejaknya
tanpa harus khawatir dengan kepergiannya
 
Dalam hal ini, rasa cinta yang dipunya bukanlah
alasan dari kegilaan yang menyakitkan
Namun, kesalahan itu datang dari pengharapan cinta
yang teramat besar kepada Si puan
cinta yang di rajut begitu besar sampai lupa
bahwa maut akan memisahkan
pada akhirnya ketika tidak sesuai harapan
hidup ini dipenuhi oleh ratapan
walau pada akhir tidak bisa dipersatukan
tetap kuterima walau hati menjadi taruhan
 
  
Etik Wahyuningsih
CORONA DAN INTROPEKSI DIRI
 
Corona,
Engkau datang tiada diundang
Menyusup senyap seperti bala tentara menyerang
Membidik ribuan orang dipenjuru semesta dengan ketakutan
Menyapu bersih riuh canda tawa ditengah keramaian
 
Ialah Corona,
Mahluk mikroskopik yang tak kasat mata
Menyerang semesta raya tanpa pilih kasih
Kaya miskin, tua muda, pejabat dan juga rakyat jelata
Seolah tenggelam hilang tak berbekas makna
 
Ada anggapan kau datang sebagai teguran
Ada pula celetukan karena banyaknya kelalaian
Lupa akan dosa dan kesombongan
Terlena akan diri dengan segala kezaliman
 
Semua terjadi tanpa kebetulan
Introspeksi diri sebagai bahan renungan
Disiplin menjaga diri, keluarga dan lingkungan
Tuhan pasti punya rencana yang telah digariskan
Doa terbaiklah yang wajib kita panjatkan
Agar Tuhan selalu memberikan jalan
 
  
Fadzil Shufina
SAMPANG 1997
 
“Sa’altuka bil ismil mu’adzhom qodruhu. Bi’ajin ahujin jalla jaluutu jal-jalat"
 
Kami membaca helai nafas, malam begitu mencekam
Kami terus membaca
Membaca;
Mata yang waspada, batin yang remuk.
 
Sambil terbaring, kami berusaha melafalkan lorong dalam gelap,
Dalam gulita
 
Kami tak bisa apaapa, kecuali menyelimuti kecemasan,
Terbaring diamuk angin
Melata, terus menjaga daerah ekstrim ini.
 
Kami tersimpuh,
Dalam Kota yang gemuruh
Api menjilati langit, dan panas menerpa
Kami sembunyi di bawah kolong, dan
sirine tang membising di kepala
bom seketika pecah.
 
Kami bagai segerombolan laron menuju cahaya
"ah ini kiamat sudah tiba"
mata seorang ibu bagai lentera, memendar, dan
di langgar-langgar terang,
lanskap langit malam memburam.
 
Alam menyusut jadi kepingan reruntuhan
Udara sesak oleh asap
Celaka!
Segala kecemasan terbang bersama burung malam.
 
Kiyai merapalkan sebuah dunia
Tak ada jalan selain kepasrahan pada takdir tuhan
Negara guncang, Kota rapuh
Dan pohon-pohon terbakar.
 
Kami masih hafal
Detak jantung orang-orang berpacu,
Tangisan anak kecil dijeda malam.
 
Kami masih hafal rimbun jalan dan hantu petang
Yang menjajaki nurani,
Mengerdilkan.
 
"Dalam suasana kekacauan lebih baik diam
Karena suara adalah doa yang sembunyi berkata pada tuhannya"
 
suara itu masih terngiang di kepala
Saat kami membatu di meja makan,
Hanya doa, gemuruhnya
Doa!
 
Kami masih hafal tahun dan sejarah 1997
Celana kami sobek dan pasar tutup
Kami meringkih banting muka ke luar jendela
Melihat kota yang terkapar
Serta pecahan lampu sepanjang jalan.
 
2017
 
 
Faiqotul Himmah
RASA YANG RESAH
 
Mendung Januari datang tak diundang
Setelah hujan Desember menyapu kenangan
Akankah februari membawa kebahagiaan?
Ataukah bahkan Maret meraih impian?
 
Bulan juli terlampau jauh untuk dinanti
Akankah Juni masih setia untuk dilewati
Mungkin agustus menawarkan sebagai pengganti
Tapi september masihkah untuk diri?
 
Bulan oktober melayang jauh ke depan
Nopember bersedia untuk menenangkan
Desember menyapa untuk menawarkan
Akankah siap untuk Januari yang membosankan
 
Tubuh berdiri menahan perih
Duduk bersila lantunkan kalam ilahi
Terlentang pun alirkan alam mimpi
 
Angin berhembus segarkan dunia
Air mengalir hanyutkan rasa
Api berkobar membakar cinta
 
Krempyang, 30 Januari 2021
 
  
Fathul Muzzat
MATAMU
 
Aku benci matamu
sebab teduhnya kalahkan senja,
kilaunya tepis mentari,
kerlipnya kalahkan bulan
 
Kasih,
sungguh,
Aku benci matamu;
pangkal segala rindu
 
Palu, 31 Juli 2020
 
  
Fathul Muzzat
IBU
 
Rindu
Menjelma abu
Kala sang waktu
Membaringkanmu
 
Palu, 18 November 2020
 
  
Firman Wally
KAU KUNANTI
 
Genggamanmu kunanti
Di bibir pantai
Di lampu-lampu kota
Di setiap tempat yang kita datangi
sebelum menemukan kehilangan
 
Dan pada bintang
Pada rembulan
Kutitipkan pesan lewat angin malam
yang mencubit kulit cemasku
Berharap kau datang
meramaikan sepi yang mampir silih-berganti
 
Tahoku, 12 Februari 2021
 
  
Foeza Hutabarat
GONDANG (8)
 
Dari balik jajaran pohon kopi di tepi Simarjarunjung
Kehijauan tak berujung walau gerimis terus mengepung
 
Matamu jatuh ke kaki bukit menghampar keramba-keramba
Ribuan ikan berkecipak di bawah batang-batang bambu riuh suara
 
Mungkin ikan-ikan itu mencari palung-palung 'tuk sembunyi
Panen akan membawa mereka pada dapur-dapur api
 
Aku menapak trap tangga dengan langkah separuh tua
Memasuki cafe yang disinggahi para pelacak semesta
 
Kita duduk di meja yang menyandar pada dinding kaca
Menghirup kehangatan gorengan dan bandrek gula kelapa
 
Jauh di hamparan danau gondang itu masih sisakan suara
Aku dan kau mencabuti sunyi di tatakan hidangan cinta
 
-          2009
(dimuat di Majalah STORY)
 
  
Foeza Hutabarat
PETANG DI HEBRON
 
melangkah di jalan basah
gerimis melayang dalam kabut
 
di trotoar toko tertutup
berserak butiran kembang es
seperti salju akan turun
 
negeri timur tengah tak hanya
pasir, panas dan gunung batu
 
nafasmu menyembur uap dingin
kita rapatkan jaket yang rasanya
tak cukup tebal mendekap tubuh
yang jauh dihanyutkan waktu
dari balai lahir
 
di makam para nabi
di antara para peziarah
gigil bibir melepas doa
terhijab sunyi
 
Hebron, 2020
(dimuat Jawa Pos Radar Banyuwangi, Februari 2021)
 
 
Foeza Hutabarat
MILAD
: putriku Jilan
 
biola yang kau tinggal di sudut kamar
kehilangan senandung
Ay tak bisa memainkannya
 
ini hari penting bagi kelahiranmu
rengek tangismu terdengar kembali
memecah udara
delapan belas tahun sudah
kau sibak cahaya demi cahaya
 
jarak mengecat kerinduan berwarna pucat
tak ada lilin dan tart bergula
hanya doa berbisik di mihrab sunyi
menyisiri langit
 
rasa sayang luruh di hangat air mata
jalan masih jauh kau tempuh
titiknya tak terbaca
 
Selamat Milad, Jil
biolamu menunggu kau hiasi suara
 
-          2018
 
  
Hamdan Rajnur
TADARUS ANAK-ANAK
 
sebelum sampai di ladang yang lapang
engkau meminta segelintir air mata
diminumnya pada dahaga
pa’ kopa’ èling, elingnga sakoranji
diracik sampai tangan kami luka
permainan itu tak kunjung usai kita gelar
menerima tangis, menerima tawa
sampai pada sekumpulan cerita
 
Kita selalu asyik mengejar harapan
pada layang-layangan yang terbang
seperti berburu nasib baik
di antara pagar duri kenangan
 
kali ini bau keringat masa kanak-kanak
masih melekat pada baju sinema bermain kita
pèsapèan pappa adalah kendaraan kami
dipacu dengan secepat angin
menuju musuh untuk dibuat lusuh
dengan berkawan dan beriring
 
2021



Puisi-puisi di atas diambil dari Antologi Puisi 100 Penyair Indonesia memperingati Hari Puisi Dunia 2021 “Parsel 21 Maret” yang diadakan oleh Komunitas Sastra Krajan dan diterbitkan oleh CV. Catur Media Gemilang

Baca juga: Bagian 1-10
                   Bagian 11-20
                   Bagian 31-40
                   Bagian 41-50
                   Bagian 51-60
                   Bagian 61-70
                   Bagian 71-80
                   Bagian 81-90
                   Bagian 91-100

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak