Sherly
Mayda
JABATAN PEDULI
Seorang
pemangku jabatan adalah orang yang dipercaya
Memangku jabatan adalah memegang dan
menjalankan amanah
Zaman makin edan ketika kita hanya bisa
menonton pejabat edan
Lupa akan jabatan yang sementara, jabatan penuh hina
jika dijabat oleh mereka yang tak peduli
Rakyat
berharap kepedulian para pejabat,
peduli dengan kepentingan rakyat,
Peduli dengan kemakmuran rakyat
Peduli akan lingkungan sekitar
yang makin hari tak saling mengenal ajaran agama
dan adat budaya nenek moyang
Rakyat
berharap ada jabatan peduli
Tapi zaman makin edan yang menyajikan kepedulian
hanya pada media sosial untuk pencitraan
Nyatanya mereka hanya peduli pada kemewahan,
rumah besar dan mobil dinas bergengsi
Sungguh
edan pemangku jabatan saat ini semoga kelak mereka paham dan bertemu dengan
jabatan peduli kematian yang akan menemaninya seorang diri tanpa sempat
berkata:
Salam anti korupsi!
Siamir Marulafau
AIR KUTAMPUNG SETIAP TAHUN
Memangku jabatan adalah memegang dan
menjalankan amanah
Zaman makin edan ketika kita hanya bisa
menonton pejabat edan
Lupa akan jabatan yang sementara, jabatan penuh hina
jika dijabat oleh mereka yang tak peduli
peduli dengan kepentingan rakyat,
Peduli dengan kemakmuran rakyat
Peduli akan lingkungan sekitar
yang makin hari tak saling mengenal ajaran agama
dan adat budaya nenek moyang
Tapi zaman makin edan yang menyajikan kepedulian
hanya pada media sosial untuk pencitraan
Nyatanya mereka hanya peduli pada kemewahan,
rumah besar dan mobil dinas bergengsi
Salam anti korupsi!
Di pagi hari yang kabut
mengkristalkan suasana yang memukau
dengan hati yang galau
Tak lagi berkemas karena diselimuti banjir setiap tahun
Sungguh hidup rasanya tergulung dalam
deburan air tak surut
Akan ke mana kubuang rasa suntuk ini
Dikerumuni air mengalir dari hulu
Satu pun biduk tak ada yang menjemput
Sementara hujan turun terus menerus
Apakah kotaku, kota metropolitan yang kubangun
dengan gedung pencakar langit
Bertanya selalu pada pak lurah
Awan-awan pun tak mau turun memberi kabar
Kapan hujan itu berhenti
Aku pun tak tahu karena tak begitu perduli
Medan,23-02-2021
Siti Kholifah
MERINDU SENDIRI
Aku tidak pernah punya cara untuk
melupakanmu
Melepaskanmu dari ingatanku
Atau sengaja membinasakan seluruh kenangan yang hidup tertinggal di sini
Kau boleh saja pergi
Menjauh sesuka hatimu melangkah
Mengosongkan pembicaraan
Sampai menunda segala bentuk temu yang pernah kita idam-idamkan
Telah tak ada lagi lagu-lagu rindu
yang menyelinap sebelum terlelap
Atau puisi-puisi cinta yang biasanya selalu kautawarkan sebelum purnama genap usia
Entah sampai kapan rindu bertamu
mengulurkan pilu
Mengajukan pelukan dan genggam jemari yang dulu pernah kaukaitkan
Mungkin aku tak lebih dari suhu
dingin yang bisa membuatmu menggigil
Hingga kaupergi mencari hangat dari tubuh yang lain.
Tintajemari|Juli, 2019
Siti
Nurhalimah
RINDU DALAM MAGMA
Kau adalah komponen
biotik yang pertama menyentuh Fuad
sinarmu terangi hepar, menjamah hukum Boyle
kala pisah krenasi menjadi substansi
menjalar pada zona subduksi
lantas masih kau tanyakan nukleus cintaku
Tanpa sadar cintaku
tereksitasi
hingga entalpi kerinduan menggembun
dari rindu bekerja secara amitosis
hingga kendala pun tak mampu mengukurnya
Citeureup, 13 Januari
2020
Sitti Dahlia Azis
SELIMUT MALAM
Kain
Malam yang dingin
Aku sendiri
Diam tanpa kasih
Tarik kain menutupi tubuh letih
Hujan deras dingin menerkam tulang
Terdengar suara air menerpa jendela kamar
Hayal menerawang langit kamar diam membisu
Malam tanpa ada sinar rembulan
Langit ikut bermuram tanpa bintang
Sendiri menatap sudut di depan sana
Akankah bahagia saat pagi menjelang
Sri Nuryani
BERLALUNYA KABUT
Saat
aku sambut kabut dengan senyuman
Perlahan kabut pun menghilang dengan riang
Menyuguhkan alam yang terang benderang
Menghadirkan semangat yang sempat hilang
Sungguh,
langit tak akan selamanya berselimut kabut
Akan ada masa tepat saat kabut kembali ke peraduan
Membawa serta mendung yang tak lagi menantang
Meninggalkan kenangan kelam yang tak layak disimpan
Saat
alam kehilangan keceriaan
Mengajak manusia untuk sejenak menundukkan pandangan
Ingatkan jiwa pada Sang Maharahman
Atas segala yang telah dikaruniakan
Pun,
saat alam kembali bersinar
tanda agar kita tersadar
Bahwa semua yang dunia gelar
tidak akan selamanya berbinar
Kelak satu persatu akan memudar
hingga kembali kepada Sang Pemberi Kabar
Yang setia menunggumu dengan sabar
tak pernah lengah ataupun gusar
Meskipun terkadang kenakalan dirimu terdengar
Tak mengapa jika setelahnya kau bersimpuh
dengan bibir bergetar
Kuningan,
10 Februari 2021
Sri Wahyuni Utami
AIR MATA RINDU
Laut luas yang
terbentang
Dengan deru ombak yang menghantam
Gelegar rinduku tak bertemu
Walau ombak ketepian kalbu
Kian kuat dan jauh semakin sendu
Rindu yang kurasa semakin menggebu
Aku terbelenggu tiada bertemu
Haruskah aku berenang
mengarungi lautan
Haruskah kulepaskan ikatan batinku padamu
Haruskah kuterjang ombak yang semakin tinggi
Walau dentungan jantungku selalu untukmu
Inikah rindu yang tak bisa bertemu
Rindu yang menyayat di hati dan mengganggu jiwa
Hanya air mata yang selalu menemani
Entah apa lagi yang akan
kutulis
Kini air mata mulai menetes
Menetes dan menetes terus
Membasahi kertas ini
Mojokerto, 18 Febroari
2021
Srikandi Indung Sarerea
UNTUK MARGARETHA
Laut ini dekat
Sedekap mata dengan pelupuk
Selekat jantung dengan detak
Biru ini kamu, bisikku
Membentang
Laksana pelukan
Tak bersekat
: kita
Ombak tak pernah bisu
Bercerita tentang jutaan rindu
Nan esok 'kan jadi legenda
Debur melebur
Dedo'a tumbuh subur
Melantai di antara ingatan
Yang kini mewujud
Kamu
Pangandaran, 11
September 2019
Srikandi Indung Sarerea
SANDEKALA
: kamu
Segaris jingga ditelan
gelap
Hadirkan bayang
Yang kemarin sempat kubuat mati
--- lambat angin melagu tentang
bisikmu. Satu tak harus ahad, angguk tak mesti lillah ---
Kelak harus menunggu
atau ditunggu
Ingatan tetap tak pernah purna
Meski tlah berkali-kali digiring kecupan nan bising
Kita semogakan saja
Mungkin esok hilang
Atau masih ada di segaris
Tersembunyi dalam cekikik tawa
Seraya rintih tangis
Ingat sayang,
Bukankah sakit tak harus penyakit?
Kali ini aku yang akan berlalu
Menanggalkanmu dalam sepi
Pada jirat di atas namamu
Pajajaran, 25 September
2019
Sry
Indrayani
HENING DALAM SEPI
Malam adalah tempat
tersunyi yang paling indah
Antara hamba dengan Tuhannya
Di malam yang sepi bercerita dan mengadu
Tentang kesakitan dan kejamnya dunia
//
Malam adalah tempat untuk berlari
Berlari dari kepenatan beratnya cobaan hidup
Di hening malam yang sepi terjaga dari mimpi
Kubasuh wajah dengan air di penghujung sepertiga malam
//
Saat mata banyak terlelap dan terpejam
Bersimpuh dan menadahkan tangan di atas sajadah
Berharap agar segala kepenatan hilang dan pergi
Terbawa angin malam yang dingin
//
Dalam sunyi heningnya malam
Hati tertambat dan terpaku pada kuasa-Nya
Mengharap ampunan atas segala dosa
Sujud dan tahajud khusuk berdoa
//
Sebelum matahari datang dengan sinarnya
Ijinkan aku membelaimu mendekap mesra
Sultan Musa
MELUKIS DEBAR BULAN
Angin berdesir,
mulai bergemuruh puja-pujian
Awan berombak,
memanggil bersila sepi
Aku pun menari malam
meski sudah menua
Tetap coba petik langit
mengusik lewat perbincangan doa
Doaku
: bertemaram debar bulan
#2021
Sultan Musa
BERBISIK PADA MATAHARI
Andai saja matahari
selalu gelap
dan mengusik semua keteguhan diri
tentang ketekunan
tentang keinginan
dalam mencapai pendirian
Andai saja matahari
selalu terang
dan memahami semua jawaban hati
tentang ketakutan
tentang keberanian
dalam mendobrak jawaban tersembunyi
Tak ada yang salah
dengan terang dan gelapnya, matahari
karena terdesak, ibarat masuk dalam cangkang menutupi
#2021
mengkristalkan suasana yang memukau
dengan hati yang galau
Tak lagi berkemas karena diselimuti banjir setiap tahun
Sungguh hidup rasanya tergulung dalam
deburan air tak surut
Dikerumuni air mengalir dari hulu
Satu pun biduk tak ada yang menjemput
Sementara hujan turun terus menerus
Apakah kotaku, kota metropolitan yang kubangun
dengan gedung pencakar langit
Bertanya selalu pada pak lurah
Awan-awan pun tak mau turun memberi kabar
Kapan hujan itu berhenti
Aku pun tak tahu karena tak begitu perduli
Medan,23-02-2021
MERINDU SENDIRI
Melepaskanmu dari ingatanku
Atau sengaja membinasakan seluruh kenangan yang hidup tertinggal di sini
Menjauh sesuka hatimu melangkah
Mengosongkan pembicaraan
Sampai menunda segala bentuk temu yang pernah kita idam-idamkan
Atau puisi-puisi cinta yang biasanya selalu kautawarkan sebelum purnama genap usia
Mengajukan pelukan dan genggam jemari yang dulu pernah kaukaitkan
Hingga kaupergi mencari hangat dari tubuh yang lain.
RINDU DALAM MAGMA
sinarmu terangi hepar, menjamah hukum Boyle
kala pisah krenasi menjadi substansi
menjalar pada zona subduksi
lantas masih kau tanyakan nukleus cintaku
hingga entalpi kerinduan menggembun
dari rindu bekerja secara amitosis
hingga kendala pun tak mampu mengukurnya
SELIMUT MALAM
Malam yang dingin
Aku sendiri
Diam tanpa kasih
Hujan deras dingin menerkam tulang
Terdengar suara air menerpa jendela kamar
Hayal menerawang langit kamar diam membisu
Langit ikut bermuram tanpa bintang
Sendiri menatap sudut di depan sana
Akankah bahagia saat pagi menjelang
BERLALUNYA KABUT
Perlahan kabut pun menghilang dengan riang
Menyuguhkan alam yang terang benderang
Menghadirkan semangat yang sempat hilang
Akan ada masa tepat saat kabut kembali ke peraduan
Membawa serta mendung yang tak lagi menantang
Meninggalkan kenangan kelam yang tak layak disimpan
Mengajak manusia untuk sejenak menundukkan pandangan
Ingatkan jiwa pada Sang Maharahman
Atas segala yang telah dikaruniakan
tanda agar kita tersadar
Bahwa semua yang dunia gelar
tidak akan selamanya berbinar
Kelak satu persatu akan memudar
hingga kembali kepada Sang Pemberi Kabar
Yang setia menunggumu dengan sabar
tak pernah lengah ataupun gusar
Meskipun terkadang kenakalan dirimu terdengar
Tak mengapa jika setelahnya kau bersimpuh
dengan bibir bergetar
AIR MATA RINDU
Dengan deru ombak yang menghantam
Gelegar rinduku tak bertemu
Walau ombak ketepian kalbu
Kian kuat dan jauh semakin sendu
Rindu yang kurasa semakin menggebu
Aku terbelenggu tiada bertemu
Haruskah kulepaskan ikatan batinku padamu
Haruskah kuterjang ombak yang semakin tinggi
Walau dentungan jantungku selalu untukmu
Inikah rindu yang tak bisa bertemu
Rindu yang menyayat di hati dan mengganggu jiwa
Hanya air mata yang selalu menemani
Kini air mata mulai menetes
Menetes dan menetes terus
Membasahi kertas ini
UNTUK MARGARETHA
Sedekap mata dengan pelupuk
Selekat jantung dengan detak
Membentang
Laksana pelukan
Tak bersekat
: kita
Bercerita tentang jutaan rindu
Nan esok 'kan jadi legenda
Dedo'a tumbuh subur
Melantai di antara ingatan
Yang kini mewujud
Kamu
SANDEKALA
: kamu
Hadirkan bayang
Yang kemarin sempat kubuat mati
Ingatan tetap tak pernah purna
Meski tlah berkali-kali digiring kecupan nan bising
Mungkin esok hilang
Atau masih ada di segaris
Tersembunyi dalam cekikik tawa
Seraya rintih tangis
Bukankah sakit tak harus penyakit?
Kali ini aku yang akan berlalu
Menanggalkanmu dalam sepi
Pada jirat di atas namamu
HENING DALAM SEPI
Antara hamba dengan Tuhannya
Di malam yang sepi bercerita dan mengadu
Tentang kesakitan dan kejamnya dunia
//
Malam adalah tempat untuk berlari
Berlari dari kepenatan beratnya cobaan hidup
Di hening malam yang sepi terjaga dari mimpi
Kubasuh wajah dengan air di penghujung sepertiga malam
//
Saat mata banyak terlelap dan terpejam
Bersimpuh dan menadahkan tangan di atas sajadah
Berharap agar segala kepenatan hilang dan pergi
Terbawa angin malam yang dingin
//
Dalam sunyi heningnya malam
Hati tertambat dan terpaku pada kuasa-Nya
Mengharap ampunan atas segala dosa
Sujud dan tahajud khusuk berdoa
//
Sebelum matahari datang dengan sinarnya
Ijinkan aku membelaimu mendekap mesra
MELUKIS DEBAR BULAN
mulai bergemuruh puja-pujian
memanggil bersila sepi
meski sudah menua
Tetap coba petik langit
mengusik lewat perbincangan doa
: bertemaram debar bulan
#2021
BERBISIK PADA MATAHARI
dan mengusik semua keteguhan diri
tentang ketekunan
tentang keinginan
dalam mencapai pendirian
dan memahami semua jawaban hati
tentang ketakutan
tentang keberanian
dalam mendobrak jawaban tersembunyi
karena terdesak, ibarat masuk dalam cangkang menutupi
Baca juga: Bagian 1-10