Cerpen Pensil Kajoe - Hilangnya Seorang Cerpenis | Suara Krajan

Cerpen Pensil Kajoe
HILANGNYA SEORANG CERPENIS
Foto oleh Wayne Jackson dari Pexels








Berita hilangnya seorang cerpenis secara misterius tersebar ke seluruh penjuru, hampir semua media baik cetak maupun televisi terus menyiarkan selama beberapa hari, tak terkecuali koran yang pernah memuat karya laki-laki dengan nama pena Tinta Andi.

Tak ada yang tahu ke mana perginya laki-laki ceking berambut keriting itu. Semuanya masih misteri. Istri dan anak perempuannya pun tak tahu kemana perginya orang yang mereka cintai. 
 
Perempuan berdarah Jawa-Belanda mulai panik, begitu pula anaknya yang masih berusia lima tahun merengek menanyakan keberadaan ayahnya; sebab sang ayah pernah berjanji akan membelikan sepeda kalau  dua cerpennya berhasil dimuat di koran. Namun, apa yang terjadi? Sebelum janji sang ayah pada putri semata wayangnya ditepati, laki-laki itu justru menghilang
 
Istri cerpenis Andi meminta tolong pada tetangga terdekat rumahnya untuk mendobrak pintu kamar, dia takut terjadi sesuatu pada suaminya. Tiga orang laki-laki berusaha mendobrak pintu yang dikunci dari dalam, setelah pintu berhasil dibuka paksa tak ada siapapun di dalam ruangan itu. Hanya layar komputer masih menyala dengan kursor berkedip di depan kalimat terakhir di monitor. Jendela terkunci rapat, tirai penutup tak tersibak sedikitpun. Lalu, kemana perginya laki-laki itu?
 
“Apa yang kau temukan? Di mana suamiku?” ujar perempuan itu bertanya dengan nada cemas.
 
“Di sini tak ada suamimu, Nyonya. Saya hanya menemukan ini,” ujar seorang pria berkaos putih dengan rambut cepak sambil menunjukan sebuah jam tangan yang pecah kacanya.
 
“Ini kan jam tangan Kak Andi. Tapi kenapa kacanya bisa pecah, dan ke dua jarumnya pun hilang?” ucapan perempuan yang mengenakan blouse biru seakan minta pendapat.
 
Ketiga pria di hadapannya saling berpandangan, salah satu dari mereka seperti sedang mencoba menganalisa kronologi kejadian namun, mereka tetap saja tak menemukan jalan keluar.
 
Di depan rumah sang cerpenis, sudah berkerumun awak media dari berbagai stasiun tv dan para wartawan. Mereka ingin mendapatkan berita secara langsung dari istri sang cerpenis, tapi hasilnya tetap nihil. Perempuan yang biasa dipanggil Kak Elly hanya memberikan keterangan sebelum suaminya menghilang, mereka sempat sarapan pagi bersama. Setelah itu, menurut pemaparan sang istri selesai sarapan sang suami langsung masuk kamar dan berpesan agar jangan diganggu sebab dia akan menyelesaikan menulis novelnya.
 
“Sejak saat itulah hingga malam menjelang, Kak Andi tak keluar kamar,” ucap istri Cerpenis Andi.
 
Untuk menemukan titik terang, akhirnya polisi harus turun tangan. Merunut muasal kejadian, hingga mencari bukti-bukti pendukung. Polisi dibuatnya bingung saat mendengar keterangan dari istri cerpenis itu; pintu di kunci dari dalam. Kalau memang dia keluar dari kamar tanpa sepengetahuan istri dan anaknya, otomatis anak kunci tidak tergantung di sisi dalam pintu kamar kerja Andi.
 
“Kejadian ini benar-benar janggal. Bahkan tak ada tanda-tanda seseorang telah menculiknya. Ini sungguh misterius,” ujar salah seorang polisi sambil menyapukan alat mirip kuas di tiap benda yang pernah dipegang dan terdapat sidik jari Sang Cerpenis atau bisa jadi ada sidik jari orang lain.
 
Elly berjalan mendekat ke arah tiga polisi seraya berkata, “Mungkin jam tangan ini bisa jadi petunjuk di mana suami saya.” Perempuan dua puluh sembilan tahun itu menyerahkan jam tangan cerpenis Andi pada salah seorang polisi. Dengan seksama polisi tersebut mengamati jam tangan yang baru saja diterimanya dari istri Andi.
 
“Hmmm… jam adalah alat penunjuk waktu,” ujar polisi berpangkat AKP sembari menggumam.
 
“Lalu, kenapa kedua jarum jam hilang dan kacanya pecah. Apakah suami saya sengaja merusaknya?” suara Elly bergetar dan parau. Pertanyaannya ditujukan pada seorang polisi yang tengah memegang jam tangan suaminya.
 
“Bisa jadi suami anda memang sengaja merusaknya. Namun, motifnya belum jelas. Mungkin jamnya rusak dan tak lagi bisa berfungsi sebagai penunjuk waktu atau ada sebab lain, ada orang lain yang melakukannya. Kami harap, anda tetap tenang biar kami akan selidiki lebih lanjut.”
 
Hari beranjak sore, teka-teki hilangnya cerpenis Andi belum juga menemukan titik terang. Sebab di dalam kamar kerja sang cerpenis tak ada tanda-tanda pengrusakan oleh orang lain, bahkan sidik jari penculik tak ditemukan, selain sidik jari tuan rumah.
 
Polisi berpangkat AKP, meminta rekannya untuk memeriksa komputer cerpenis Andi.
 
“Di sini ada ketikan naskah sepertinya sebuah novel,” ujarnya sambil menggulirkan tombol pada tetikus. Dibacanya kalimat perkalimat tulisan yang ada di layar komputer.
 
“Bagaimana, Pak?” mendengar pertanyaan dari istri sang cerpenis, polisi tersebut mengernyitkan dahi, kedua matanya menatap kalimat terakhir di layar laptop; di kejar waktu.
 
Tetiba ada seorang laki-laki hendak menerobos garis polisi, “Biarkan saya masuk. Saya mau bicara penting."
 
“Maaf, anda tidak boleh melintasi garis kuning itu,” salah seorang polisi berusaha mencegahnya.
 
“Tapi ini penting. Ini tentang Cerpenis Andi,” lanjut laki-laki berkaos biru.
 
“Apa yang kau ketahui tentang Kak Andi suami saya?” tanya istri sang cerpenis.
 
“Saya  tadi berpapasan dengan seorang laki-laki berambut keriting dan berbadan ceking, persis seperti Cerpenis Andi, dia tampak berlari sangat cepat ke arah sana,” ujar laki-laki itu sambil menggerakkan jari telunjuknya ke arah laki-laki yang diduga wajahnya mirip cerpenis Andi.
 
Orang-orang mematung, pandangan mata mereka mengikuti
 
Tumiyang, 31 December 2018
           
  
 
 

Pensil Kajoe, lahir di Banyumas , 27 Januari beberapa tahun lalu. Beberapa cerpen dan puisinya sudah bertebaran di berbagai koran lokal maupun regional, dia juga telah membukukan puisi-puisinya dari tahun 2003-2018 menjadi beberapa antologi tunggal dan bersama. Saat ini menjadi kolumnis Basa Banyumasan di majalah digital Belik, Yogyakarta.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak