Cerpen Pensil Kajoe
HILANGNYA
SEORANG CERPENIS
Berita hilangnya seorang cerpenis secara misterius tersebar ke
seluruh penjuru, hampir semua media baik cetak maupun televisi terus menyiarkan
selama beberapa hari, tak terkecuali koran yang pernah memuat karya laki-laki
dengan nama pena Tinta Andi.
Tak ada yang tahu ke mana perginya laki-laki ceking berambut
keriting itu. Semuanya masih misteri. Istri dan anak perempuannya pun tak tahu
kemana perginya orang yang mereka cintai.
Perempuan berdarah Jawa-Belanda mulai panik, begitu pula anaknya
yang masih berusia lima tahun merengek menanyakan keberadaan ayahnya; sebab
sang ayah pernah berjanji akan membelikan sepeda kalau dua cerpennya berhasil dimuat di koran.
Namun, apa yang terjadi? Sebelum janji sang ayah pada putri semata wayangnya
ditepati, laki-laki itu justru menghilang
Istri cerpenis Andi meminta tolong pada tetangga terdekat rumahnya
untuk mendobrak pintu kamar, dia takut terjadi sesuatu pada suaminya. Tiga
orang laki-laki berusaha mendobrak pintu yang dikunci dari dalam, setelah pintu
berhasil dibuka paksa tak ada siapapun di dalam ruangan itu. Hanya layar
komputer masih menyala dengan kursor berkedip di depan kalimat terakhir di
monitor. Jendela terkunci rapat, tirai penutup tak tersibak sedikitpun. Lalu,
kemana perginya laki-laki itu?
“Apa yang kau temukan? Di mana suamiku?” ujar perempuan itu
bertanya dengan nada cemas.
“Di sini tak ada suamimu, Nyonya. Saya hanya menemukan ini,” ujar
seorang pria berkaos putih dengan rambut cepak sambil menunjukan sebuah jam
tangan yang pecah kacanya.
“Ini kan jam tangan Kak Andi. Tapi kenapa kacanya bisa pecah, dan
ke dua jarumnya pun hilang?” ucapan perempuan yang mengenakan blouse biru
seakan minta pendapat.
Ketiga pria di hadapannya saling berpandangan, salah satu dari
mereka seperti sedang mencoba menganalisa kronologi kejadian namun, mereka
tetap saja tak menemukan jalan keluar.
Di depan rumah sang cerpenis, sudah berkerumun awak media dari
berbagai stasiun tv dan para wartawan. Mereka ingin mendapatkan berita secara
langsung dari istri sang cerpenis, tapi hasilnya tetap nihil. Perempuan yang
biasa dipanggil Kak Elly hanya memberikan keterangan sebelum suaminya
menghilang, mereka sempat sarapan pagi bersama. Setelah itu, menurut pemaparan
sang istri selesai sarapan sang suami langsung masuk kamar dan berpesan agar
jangan diganggu sebab dia akan menyelesaikan menulis novelnya.
“Sejak saat itulah hingga malam menjelang, Kak Andi tak keluar
kamar,” ucap istri Cerpenis Andi.
Untuk menemukan titik terang, akhirnya polisi harus turun tangan.
Merunut muasal kejadian, hingga mencari bukti-bukti pendukung. Polisi dibuatnya
bingung saat mendengar keterangan dari istri cerpenis itu; pintu di kunci dari
dalam. Kalau memang dia keluar dari kamar tanpa sepengetahuan istri dan
anaknya, otomatis anak kunci tidak tergantung di sisi dalam pintu kamar kerja
Andi.
“Kejadian ini benar-benar janggal. Bahkan tak ada tanda-tanda
seseorang telah menculiknya. Ini sungguh misterius,” ujar salah seorang polisi
sambil menyapukan alat mirip kuas di tiap benda yang pernah dipegang dan
terdapat sidik jari Sang Cerpenis atau bisa jadi ada sidik jari orang lain.
Elly berjalan mendekat ke arah tiga polisi seraya berkata,
“Mungkin jam tangan ini bisa jadi petunjuk di mana suami saya.” Perempuan dua
puluh sembilan tahun itu menyerahkan jam tangan cerpenis Andi pada salah
seorang polisi. Dengan seksama polisi tersebut mengamati jam tangan yang baru
saja diterimanya dari istri Andi.
“Hmmm… jam adalah alat penunjuk waktu,” ujar polisi berpangkat AKP
sembari menggumam.
“Lalu, kenapa kedua jarum jam hilang dan kacanya pecah. Apakah
suami saya sengaja merusaknya?” suara Elly bergetar dan parau. Pertanyaannya
ditujukan pada seorang polisi yang tengah memegang jam tangan suaminya.
“Bisa jadi suami anda memang sengaja merusaknya. Namun, motifnya belum
jelas. Mungkin jamnya rusak dan tak lagi bisa berfungsi sebagai penunjuk waktu
atau ada sebab lain, ada orang lain yang melakukannya. Kami harap, anda tetap
tenang biar kami akan selidiki lebih lanjut.”
Hari beranjak sore, teka-teki hilangnya cerpenis Andi belum juga
menemukan titik terang. Sebab di dalam kamar kerja sang cerpenis tak ada
tanda-tanda pengrusakan oleh orang lain, bahkan sidik jari penculik tak
ditemukan, selain sidik jari tuan rumah.
Polisi berpangkat AKP, meminta rekannya untuk memeriksa komputer
cerpenis Andi.
“Di sini ada ketikan naskah sepertinya sebuah novel,” ujarnya
sambil menggulirkan tombol pada tetikus. Dibacanya kalimat perkalimat tulisan
yang ada di layar komputer.
“Bagaimana, Pak?” mendengar pertanyaan dari istri sang cerpenis,
polisi tersebut mengernyitkan dahi, kedua matanya menatap kalimat terakhir di
layar laptop; di kejar waktu.
Tetiba ada seorang laki-laki hendak menerobos garis polisi,
“Biarkan saya masuk. Saya mau bicara penting."
“Maaf, anda tidak boleh melintasi garis kuning itu,” salah seorang
polisi berusaha mencegahnya.
“Tapi ini penting. Ini tentang Cerpenis Andi,” lanjut laki-laki
berkaos biru.
“Apa yang kau ketahui tentang Kak Andi suami saya?” tanya istri
sang cerpenis.
“Saya tadi berpapasan
dengan seorang laki-laki berambut keriting dan berbadan ceking, persis seperti
Cerpenis Andi, dia tampak berlari sangat cepat ke arah sana,” ujar laki-laki
itu sambil menggerakkan jari telunjuknya ke arah laki-laki yang diduga wajahnya
mirip cerpenis Andi.
Orang-orang mematung, pandangan mata mereka mengikuti
Tumiyang, 31 December 2018
