Cerita Mini Karya Fataty Maulidiyah - Suara Krajan

Cerita Mini Fataty Maulidiyah
Hati dan Kolase Rasa yang Tertinggal
di Aix en Provence
“Rindu itu koma, belum titik”, Katamu saat dua  kaki kita melangkah serempak menyusuri  selasar sepanjang lorong penuh tenda-tenda penjual souvenir di sudut  Kota Aix en  Provence. Saat itu langit sangat biru. Alunan akordian pemusik jalanan  menambah  indahnya  pagi itu. Seikat lavender berwarna ungu kau masukkan ke genggaman tanganku.  Kupeluk erat lengan kokohmu dan  senyumku tak henti-henti mengembang.

Indahnya hari itu sangat berbeda  dengan saat ini. Hujan yang merintik kuharap membawa  pesan-pesan dari getar hatimu. Aku memegang kalimatmu. Bahwa pada saatnya rindu yang dihadang tanda baca koma itu menuju titik. Sebuah takdir yang membahagiakan. Sepertinya musim yang datang kian tak bersahabat dengan nasib. Suram, dingin, dan bisu.  Hatiku membadai  laksana mengeja puisi  “Requim”.

Ada banyak pertanyaan dalam benakku. Dan itu menambah berat langkah kakiku menuju beberapa tempat yang pernah kita kunjungi. Di penghujung tahun yang dingin, aku benar-benar merasa sendiri, meskipun aku ditemani banyak kenangan tentangmu. Padahal ini sudut paling romantis dari  Perancis. Paling ramah. Tapi mengapa aku  merasa tidak ada seorang pun yang mempedulikan aku? Apakah karena aku selalu membandingkannya dengan dirimu? Entah.

Lalu bagaimana jika pertanyaanku  tak kunjung mendapat jawaban? Bagaimana jika kini memang perasaanku benar-benar mati? Pertanyaanku ini tidaklah mengada-ada. Musim-musim telah berlalu dan gegap gempita jelang pergantian tahun tak mampu menggugah sedikit pun gairahku. Meskipun sekedar menggenggam hangatnya mentari pagi di tengah musim dingin. 

Menara Eiffel tak lagi memesonaku, padahal ada banyak tawa kita di dekatnya. Atau geliat para pelukis Cezanne yang mengabadikan ruang-ruang kota itu. Aku sudah tidak bisa merasakan cintamu lagi, meski di tahap koma yang kau sebut rindu itu  akan selalu menjadi api yang menghangatkan hatiku. Itu katamu, dan aku meyakininya.

Seluruh kabar darimu tertutup. Penantian tak terbaca ini membuatku tak leluasa bergerak. Gelisahnya menyesap darahku. Dan aku lunglai. Aku tidak lagi memiliki selera untuk mengunjungi Eiffel, Museum Granet, atau teguhnya pilar-pilar Saint-Sauveur. Aku lebih sering singgah  di Pemakaman Pere Lachaise. Pertanda apakah ini semua?

“Hidup ini adalah misteri.  Dan aku tak tahu ia berpihak pada siapa. Aku hanya bisa berharap, aku diberi Tuhan sedikit waktu untuk melewatkan waktu bersamamu”. Suaramu parau dihalau  udara yang membawa kristal salju.

Aku memeluk hawa kota indah ini. Aix en Provence, aku ingin mati di sini.


                                    

Fataty Maulidiyah, merupakan guru di MAN 2 Mojokerto, menulis kumpulan cerpen, puisi, esai, dan artikel di berbagai Media Online, Redaktur dan Tim Kreatif di Majalah Elipsis, saat ini tinggal di Kota Mojokerto

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak