Puisi-Puisi Ilham Nuryadi Akbar
setelah kekasih memilih pergi untuk berlari-lari di surga
neraka jadi tempat paling enggan kusinggahi
kini, musik partitur selalu hadir menyinggahi malam
dinding-dinding tempat sumpah serapah menyala
beberapa riwayat dari kisah tua terkulai lemas
mata yang sembab nyaris meminta buta
betapa aku sedang mencari kata-kata puas pada ayat-ayat nestapa
sepercik sadar di riak-riak air mata
juga setumpuk lupa di dalam waktu
atau sembuh di antara ribuan sakit
nanti setelah dunia siap kutinggali
bolehkah kita berjumpa lagi?
Bekasi, 22 May 2022
doa dilimbungkan nun menuju pintu-pintu langit
sembari menunggu ia membakar ribuan gemuruh debar
dengan harapan kabul akan cepat terhidang
malang tak dapat disumpahi
kepura-puraan muskil disembunyikan
pagi ia jelma serupa bejana tempat menujumkan segala ingin
sedang malam ia pelintir menjadi cambuk yang menyibak kisah-kisah silam
ritual-ritual itu telah ia lakukan
tatkala kekasihnya hilang ditelan selembar kafan
demi sampai ke haribaan perempuan yang termaktub di tubuh nisan
ia pun meminta kematian untuk segera datang
sebanyak ombak-ombak konkaf yang menerjang batu karang
sampai nyawa yang ia punya
menjadi karam
Bekasi, 22 May 2022
sedang tangis, lahir dari riak-riak sungai yang mengalir di dalamnya
sebab tak ada yang dapat menjabarkan
atau sekadar nyaris benar
menjawab pertanyaan tentang itu
tentang hati yang Tuhan ciptakan untuk hancur
dibangun dan rubuh
dipaksa dan menyiksa
dipelihara demi mati
dijaga namun hanya berbuah nestapa
seandainya saja
ada seseorang yang benar-benar mengerti
“Mengapa kesedihan dapat hidup di dunia ini?”
kepada siapakah aku dapat membayarnya?
Bekasi, 22 May 2022
bumi berkabung sejadi-jadinya
memarahi segerombolan burung-burung yang terus terbang
untuk turun dan mengudara dalam tubuhnya bernama lautan
di antara embun yang memilih jatuh di ujung dedaunan
ada ranting-ranting yang cemburu
menginginkan bening dan kesejukan
laiknya insan saling mesra lalu berpelukan
saat malam dipuja-puja karena satu bulan
bintang-bintang tampak memberi perlawanan
memecah tubuh demi jadi berhamburan
menghiasi malam panjang dengan benderang
ketika kau duduk di singgasana pernikahan
aku gegas menekuri kaki-kaki langit
mencari sebidang liang paling dalam
untuk nanti kau kunjungi, sembari mengucap penyesalan
Bekasi, 22 May 2022
neraka jadi tempat paling enggan kusinggahi
dinding-dinding tempat sumpah serapah menyala
beberapa riwayat dari kisah tua terkulai lemas
mata yang sembab nyaris meminta buta
sepercik sadar di riak-riak air mata
juga setumpuk lupa di dalam waktu
atau sembuh di antara ribuan sakit
bolehkah kita berjumpa lagi?
Perempuan yang Termaktub di Tubuh Nisan
seorang lelaki sedang berjibaku dengan rindudoa dilimbungkan nun menuju pintu-pintu langit
sembari menunggu ia membakar ribuan gemuruh debar
dengan harapan kabul akan cepat terhidang
kepura-puraan muskil disembunyikan
sedang malam ia pelintir menjadi cambuk yang menyibak kisah-kisah silam
ritual-ritual itu telah ia lakukan
tatkala kekasihnya hilang ditelan selembar kafan
ia pun meminta kematian untuk segera datang
sebanyak ombak-ombak konkaf yang menerjang batu karang
sampai nyawa yang ia punya
menjadi karam
Tentang Kesedihan
benarkah kesedihan bermula dari nirwanasedang tangis, lahir dari riak-riak sungai yang mengalir di dalamnya
sebab tak ada yang dapat menjabarkan
atau sekadar nyaris benar
menjawab pertanyaan tentang itu
tentang hati yang Tuhan ciptakan untuk hancur
dibangun dan rubuh
dipaksa dan menyiksa
dipelihara demi mati
dijaga namun hanya berbuah nestapa
ada seseorang yang benar-benar mengerti
“Mengapa kesedihan dapat hidup di dunia ini?”
kepada siapakah aku dapat membayarnya?
Di Antara
tatkata biru memilih hidup bersama awanbumi berkabung sejadi-jadinya
memarahi segerombolan burung-burung yang terus terbang
untuk turun dan mengudara dalam tubuhnya bernama lautan
ada ranting-ranting yang cemburu
menginginkan bening dan kesejukan
laiknya insan saling mesra lalu berpelukan
bintang-bintang tampak memberi perlawanan
memecah tubuh demi jadi berhamburan
menghiasi malam panjang dengan benderang
aku gegas menekuri kaki-kaki langit
mencari sebidang liang paling dalam
untuk nanti kau kunjungi, sembari mengucap penyesalan
Ornamental Kesedihan
di antara gaung kesedihan yang bertalu-talutubuhku menjelma huruf-huruf mati untuk hidup di rahim bumi
sepasang tanganku bergantian menampung hujan
sedang sepasang kakimu berjalan mengembala kemarau
sekiranya seribu gunung dapat aku tumpuk
demi menggumbuk Tuhan untuk mau membakar kesedihan
seribu pekik pun siap aku ulangi
dengan kata kesanggupan
sebab rentetan kisah yang begitu aku kenali
telah berkelibang ke tebing-tebing sepi
maka izinkan kujabarkan
tentang ornamen kesedihan
tertiup dari perempuan berambut legam
yang pergi ke alam seberang
tanpa sempat berpamitan

Keren sekaliii
BalasHapus