Puisi-Puisi Imam Khoironi
Buanglah Sumpah pada Tempatnya
Membaca pesan singkatmu
Surup itu, ketika ganjil mulai genap
Kau tulis kalimat pendek, yang begitu telanjang
Ah! Rasanya aku ingin merengkuhnya
Membawanya ke kamar
Kucabik-cabik dengan mesra
Kugauli dengan gairah peperangan
Membaca pesan singkatmu
Memerlukan waktu separuh usia
Tenaga sekuat kuda
Dan air mata sederas hujan
Dan semua itu, sama sekali tak sia-sia
Karena begitu pula aku
Tak pernah menelannya selezat rendang Puti Minang
Membaca pesan singkatmu
Ketika hari yang genap mulai ganjil kembali
Ketika buruh berseru minta naik gaji
Ketika petani berdoa lekas usai pandemi
Ketika semua orang berteriak padamu
“Sudara-sudara, seluruh rakyat Endonesa,
mereka sudah membuang sumpah pada tumpatnya,
mari kita bikin binasa.”
Dan kau hanya duduk geleng-geleng kepala
Mengirimiku emoji tanya dan kalimat
“buanglah sumpah pada rakyatnya, wkwkwkwk.”
Lampung, Oktober 2020
Puti Minang = Rumah Makan Padang Terkenal di Lampung
Di Puncak Rantau
Aku tak mendengar siang
Seperti para wanita yang menyanyi
Menidurkan anak mereka
Hingga tinggal di alam mimpi
Tanpa menyusui
Kudengar siang sebagaimana tukang kayu
Yang memukul paku bengkok
Pada waktu makan
Dengan seluruh lapar yang ada
Mungkin akan sampai malam
Rinduku mengembara ke mana saja
Atau tak pulang hingga besok
Lusa akan sempit layaknya langit
Penuh awan tapi gerimis itu ditunda
Sampai ia berpulang ke tanah
Way Halim, Juli 2019
Angin Barat
Angin dari barat santer bertiup
Terdengar senandung sendaren
Dari layang-layang yang putus benang,
milik bocah kecil yang putus sekolah
anak-anak berlarian
di hamparan sawah kering
Sedangkan ayah dan ibuku masih di gubuk
Menghitung-hitung cuaca
Lampung, November 2019
Kisah Pelaut
Moyangku adalah pelaut
Meski jasadnya tak berpulang ke samudera
Suatu ketika bapak bercerita
Kakek pergi menebar jala
Kapalnya meliuk-liuk
Lewati gelung ombak
Dayungnya mencabik-cabik tubuh laut: kasar sungguh
Laut murka: menelan tubuh kakek
Dikandungnya bersama harapan-harapan
Dan kesedihan
Dimuntahkannya tubuh kakek
Di damai pasir pantai
Dengan sisa-sisa kehidupan laut
Pada jala-jalanya
Lampung Selatan, Januari 2020
Buanglah Sumpah pada Tempatnya
Membaca pesan singkatmu
Surup itu, ketika ganjil mulai genap
Kau tulis kalimat pendek, yang begitu telanjang
Ah! Rasanya aku ingin merengkuhnya
Membawanya ke kamar
Kucabik-cabik dengan mesra
Kugauli dengan gairah peperangan
Membaca pesan singkatmu
Memerlukan waktu separuh usia
Tenaga sekuat kuda
Dan air mata sederas hujan
Dan semua itu, sama sekali tak sia-sia
Karena begitu pula aku
Tak pernah menelannya selezat rendang Puti Minang
Membaca pesan singkatmu
Ketika hari yang genap mulai ganjil kembali
Ketika buruh berseru minta naik gaji
Ketika petani berdoa lekas usai pandemi
Ketika semua orang berteriak padamu
“Sudara-sudara, seluruh rakyat Endonesa,
mereka sudah membuang sumpah pada tumpatnya,
mari kita bikin binasa.”
Dan kau hanya duduk geleng-geleng kepala
Mengirimiku emoji tanya dan kalimat
“buanglah sumpah pada rakyatnya, wkwkwkwk.”
Lampung, Oktober 2020
Puti Minang = Rumah Makan Padang Terkenal di Lampung
Di Puncak Rantau
Aku tak mendengar siang
Seperti para wanita yang menyanyi
Menidurkan anak mereka
Hingga tinggal di alam mimpi
Tanpa menyusui
Kudengar siang sebagaimana tukang kayu
Yang memukul paku bengkok
Pada waktu makan
Dengan seluruh lapar yang ada
Mungkin akan sampai malam
Rinduku mengembara ke mana saja
Atau tak pulang hingga besok
Lusa akan sempit layaknya langit
Penuh awan tapi gerimis itu ditunda
Sampai ia berpulang ke tanah
Way Halim, Juli 2019
Angin Barat
Angin dari barat santer bertiup
Terdengar senandung sendaren
Dari layang-layang yang putus benang,
milik bocah kecil yang putus sekolah
anak-anak berlarian
di hamparan sawah kering
Sedangkan ayah dan ibuku masih di gubuk
Menghitung-hitung cuaca
Lampung, November 2019
Kisah Pelaut
Moyangku adalah pelaut
Meski jasadnya tak berpulang ke samudera
Suatu ketika bapak bercerita
Kakek pergi menebar jala
Kapalnya meliuk-liuk
Lewati gelung ombak
Dayungnya mencabik-cabik tubuh laut: kasar sungguh
Laut murka: menelan tubuh kakek
Dikandungnya bersama harapan-harapan
Dan kesedihan
Dimuntahkannya tubuh kakek
Di damai pasir pantai
Dengan sisa-sisa kehidupan laut
Pada jala-jalanya
Lampung Selatan, Januari 2020
