4 Puisi Busur Ayu Pamungkas - Sebuah Prosa dalam Lembaran Biru Rindu | Suara Krajan


DI BANTO RAYO
 
Di Banto Rayo
Angin bebukit itu mengelus
Siapa yang bernyanyi di pucuk teh
Hutan diam menyimak ketuk kaki-ku tanpa alas
Ah, debam di lembar jembatan kayu
Bangunkan riak-riak air
Gadis manis sibuk berpose, meliuk di angin tenggara
 
Di Banto Rayo
Mata bermanja pada belaian hijau hutan
Titian membelah, bagai perahu lintasi sungai
Yang didayung dua kaki, tanpa mata penyimpan gemetar ujung jari
 
Di Banto Rayo
Kusimpan puisi-puisi, segera tenggelam di hamparan dedaunan
Ingin kutuangkan sajak secangkir teh saja
Yang lupa kurebus kata-katanya
Didih dalam kekaguman alam jelita
 
Taman Wisata Banto Rayo- (Agam) Padang, 22 April 2022
 
 
TENTANG ORANG YANG KEHILANGAN HARI
 
Selamat siang kota sunyi, dengan ketuk sepatunya dia menyapa
Jambi tetap diam di antara gumpalan awan
Pedulikan suara telapak terseok-seok
Lampu kota baru saja padam
Hanya terdengar lenguh panjang derum, hentakan pedal yang gila
Sepertinya hari masih tak bersahabat
Meski doa panjang menggaung di tiang-tiang mesjid
 
Dia berjalan menuju baring matahari
Ke arah sungai Batanghari airnya pergi menyelinap
Mencari layar terkembang di muara
Berharap bertemu lain orang yang akan bercerita
Tentang ke mana hilang hari-hari dalam usia
Sambil tetap mengidungkan doa
Berharap Tuhan hadir pada tiap langkahnya
 
Selamat siang kota sunyi, kepala makin terpanggang
Jambi akan selalu bungkam dalam keangkuhan
Biarkan segala sapa menyentuh gendang telinga
Sambil menanti pijar cahaya senja yang kaku
Dia masih memburu tepian akhir
Tepiskan semua bingar suara
Berdoa bagi dia maupun tidak, baginya sudah tak bersahabat
 
Jambi, 15-03-2022
 
 
SEBUAH PROSA DALAM LEMBARAN BIRU RINDU
 
Kubuka lembar biru dari sampul surat yang kau kirimkan, membaca dengan hati berdebar:
 
Duhai camar putihku.
Pada gelombang membukit yang kau tatap tiap pagi pertama. Akan kau dapatkan satu noktah bagai sampan di bagian sisi ombaknya. Barangkali akan terlempar tanya darimu tentang ke mana perginya layar yang mengarahkan angin. Atau mungkin, akan kau daki karang. Di puncaknya kau akan membulatkan jari-jari tangan jadi teropong. Sesungguhnya sampan itu bermuatan rindu yang sarat, pahatan cinta dari kerajaan hati, penuh tatahan relief sajak-sajak bagi pujaan. Sebenar-benarnya pulau yang kuingin tiada lain kecuali dirimu yang dituju.
 
Lihatlah, rindu ini jadi nakhoda yang berjalan lenggang. Menarik sampan dengan temali asa yang berpintal-pintal untuk kuikatkan di tali pancang dermagamu.
 
"Bukankah selalu kukatakan padamu, engkaulah pelabuhan rindu. Tempat aku menyandarkan masa depan gemilang."
Dan aku akan menjadi lembaran peta, dengan dirimu sebagai kompas penunjuk arah angin.
"Mari berlayar denganku."
Kita akan menuju pulau senyap, membangun tamansari dari kerajaan kecil rumah dangau beratap rumbia, di mana ketika hujan gerimis akan jatuh sesekali ke ruangan, kita akan menari di bawahnya.
Payung kita adalah rindu dalam lembaran cinta penuh warna paling indah.
 
Ya, kita akan menghela segala nafas gelombang, tanami pohon bakau menjadi tatanan mangrove, diselingi teratai yang kala berkembang tengadah pandangi bulan tersipu melihat kita bersenda gurau sampai lahir kerut kering dan putih rambut pertanda kita sama menua, kita akan begitu. Lukisi hari dengan wajah sumringah melihat cucu berlari di pantai sepi. Dan, "Aku akan tetap pandangi wajah cantikmu tiada bosan."
 
Tiada bosan, kubaca suratmu dalam prosa berulang-ulang
Hingga akhirnya terlipat dan kubenamkan di kehangatan dada. "Kutunggu sampanmu merapat."
 
Bangko, 28-01-2022
 
 
LEMBAYUNG DI ATAS BATANGHARI
 
Bersampan ketepian wahai tuan
Galah di tangan
Senja mengaduk aroma
Ada lembayung di sepasang mata
Mengawang lintasi Batanghari
Menumbuk sukmaku
Sampai berdebur tiada henti
 
Menggusur kaki menunggang gentala
Berdayung ketepian tuan
Gaung tala di sepertiga hari menyibak arasy
Langit merona jingga
Serona wajahmu melepas tatap padaku
Yang debarnya melompat-lompat di riak
 
Mari berkunjung ke lonceng panggilan
Genta bilal di ujung menara
Memuja-muja sang Maha Esa
Sedang pandangmu hanyutkan aku
Pada gelombang cinta
Meliuk-liuk cumbui wajah kali
Bagai lembayung warna-warni
 
Berbiduk kehulu tuan, jingga menoreh
Sepasang angsa berlayar
Di bawah langit penuh cahaya
Batanghari mengibaskan air pada ekor naga
Dan aku
Kibaskan bayangmu pergi pada kenangan
Bersama kalam penutup panggilan gentala arasy
Dan aku
Pulang menutup pintu ingatan
 
Bangko, 08-02-2020
 


                                     

Busur Ayu Pamungkas adalah nama pena dari Fairuza Firly Rizkiya lahir di Jambi September 2002. Mahasiswi Teknik Sipil Universitas Jambi. Adik dari Kasandra Pamela Anjarani dan Sanggabuana Respati ini adalah pemegang Sabuk Hitam DAN II Karatedo yang hobi menulis puisi. Kebisaannya meracik kata-kata dan membaca puisi didapat dari sang ayah Kangkam Galih Pamungkas dan sang Ibu Audya Pamungkas. Gadis lulusan SMA Negeri II Kota Jambi tahun 2000 ini juga memiliki hobi menari di sela kesibukannya sebagai pelatih Karate.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak