3 Puisi Admono - Sajak: Kamar Tidur | Suara Krajan

Puisi-Puisi Admono
POHON TANPA AKAR

ibuku masa lalu, aku masa kini, anakku masa depan. 
lalu, kau siapa
yang bisa menjadi masa lalu dalam hidupku, menghiasi masa kiniku, memberi rasa cemas dalam pandang masa depanku? 

wahai,  pada semesta lain yang mungkin saja tak pernah tereja, terjelajahi oleh sejuta batas jarak ruang-waktu tapi tetap saja menjadi hakikat keabadian
ruang dan waktu yang berbeda dimensi? 

kau, tetap saja tak akan pernah bisa membedakan, mendefinisikan masa lalu, masa kini ataupun masa depan
karena hitungan kita telah menjadi fana; tiada berawal tiada berakhir, seperti tak akan pernah bisa kita untuk mencipta pohon tanpa akar! 

begitukah semesta kita nanti? 


SAJAK:  KAMAR TIDUR

kamar tidur, biasanya menyimpan kenangan tersendiri; keindahan atau kepahitannya tak habis-habisnya menjelma abadi pada dinding-dinding kebekuan, pada pintu-pintu diam, pada daun jendela, pada langit-langit kelam, pada ranjang tidur itu sendiri, pada lantainya, pada,,, 
ah, kamar tidur biasanya menciptakan ingatan tersendiri; kegundahan atau bahkan kemanisannya tak pernah terlupa merangkum jejak hari-hari, sejarah, juga masa depan yang terisaukan oleh nafsu
siapa, untuk apa dan akan ke mana kita? 

kamar tidur menjelma kesunyian hati, mimpian dan berjuta-juta elegi memendam dendam, menangis luka, menyungging senyum mengeja hari-hari tiada pernah ada habisnya. 

kamar tidur pucat  memutih dalam dalam bayangan kelam, ia pun kadang mendiam sendiri menyimpan kecemasan mati. 
sampai kapan kita masih selalu sempat berkencan dengan kamar tidur, dengan segala catatan suka dukanya? 

kamar tidur dimainkan oleh tuhan pun dengan beribu rahasia, dengan beribu misteri! 


LANDSCAPE

kabut turun sepanjang jalan. sesudah pagi, matahari yang lembut mencium kelopak bunga. 
turunlah tubuh-tubuh embun yang bening mengalir dari kelopak bunga, dari kelopak warna membasuh bianglala. 

sudah berulangkali juga aku memandangi laut dan nyanyiannya serta ombak-ombaknya. aku memandangi ciuman gunung ataupun ciuman lembah-lembah. memandangi sungai dan batu-batu serta tepiannya. memandangi taman maupun kota-kota, memandangi nuansa pantai, memandangi musim-musim pergantian, memandangi irama tiktak jam, memandangi permainan demi permainan manusia. 
hanya sampai di situkah makna hidup? 

sesudah sajak-sajak dinyanyikan oleh alam, sesudah alam dipermainkan oleh tangan tuhan, dan sesudah tuhan pun menyanyikan bait-bait baru bagi lagu pergantian waktu; kabut turun sepanjang jalan. angin dan gerimis atau apa saja yang bernama dari landscape akan menyelesaikan kenangannya dan menemukan kefanaannya. 

tak ada arti lagi! 





Admono, Penyuka puisi. Lahir di Purbalingga 23 Mei. Mulai jatuh cinta meminati puisi sejak SMP. Tercatat di buku APA DAN SIAPA PENYAIR INDONESIA versi YHPI 2021. Mempublikasikan puisinya di Facebook dan buku Antologi Puisi bersama, beberapa biji antara lain; LAMPION MERAH DADU, PARA PENYINTAS MAKNA, DARI NEGERI POCI 2, Dan yang lain. Kini menetap di Kalibagor Banyumas - Jawa Tengah  INDONESIA WA 0858 7618 8066

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak