10 Puisi-Puisi Cinta Tjahjono Widarmanto

Puisi-Puisi Tjahjono Widarmanto

SEPASANG MATAHARI DAN SEBUAH TELAGA DI KENING PEREMPUAN ITU
                  *)catatan harian buat fira
 
barangkali setiap pejalan mengalami rasa perih yang sama
saat diberangus sunyi yang gelap
menyadari bahwa malam adalah kerajaan kelelawar
: jagat asing yang begitu seram!
 
hingga pada sebuah langkah yang jauh
saat kata-kata tak lagi mampu jadi peta,
seorang perempuan dengan kerudung rambutnya yang wangi
berdiri di seberang jalan sibuk membelai sayap kupu-kupu
dan matanya tak pernah ragu mengubah curah-curah gerimis
menjadi permainan cahaya warna-warni.
 
aduhai, pesona itu!
sihir yang memukau seorang penyair menemukan kembali roh kata-kata,
senyumnya mengubah penyair itu menjadi seorang pecinta
lantas membuatnya menggores langit dengan beribu-ribu frase dan larik-larik
puisi yang tak lagi murung kelabu
 
sekejap itu juga, seorang penyair itu tak lagi karib dengan kata-kata
tak lagi jadi petualang dari dunia yang murung
namun telah menemukan satu keajaiban lagi, bernama: harapan dan riang
berkawan dengan satu keajaiban lain yang lama digenggamnya, disebutnya: kepedihan.
 
kini; harapan, riang, dan kepedihan jadi keajaiban sempurna!
 
perempuan itu dengan kerudungnya yang wangi
yang tangannya membelai sayap kupu-kupu
yang mampu mengubah curah-curah gerimis jadi cahaya warna-warni
 : segenap pesona yang memaksa seorang penyair membentangkan kedua tangannya
   memulai percakapan-percakapan baru tentang pagi, sakramen setia, dan mahabah cinta!
 
jiwa petualang memang barangkali tak kenal lelah
namun ia perlu sepetak tanah untuk menanam biografinya
dan penyair itu telah menemukannya di kening perempuan berkerudung wangi itu!
 
tak puas-puasnya penyair itu menatapnya
bersabar menunggui cinta tumbuh dewasa
kekuatan pesona yang membuatnya hanyut
ke kedalaman telaga di kening perempuan itu
kemudian, saat semua harapan berbiak dengan sempurna
maka senja tak lagi berarti juga malam tak lagi jadi mimpi menakutkan
sebab penyair itu telah menemukan sepasang matahari dan sebuah telaga
di kening perempuan dengan kerudung rambutnya yang wangi
matahari yang bilah sinar-sinarnya menjadi ribuan kunang-kunang di negeri tanpa cahaya
telaga di keningnya adalah mata air abadi tempat anak-anak dan segenap bunga-bunga
melepas dahaga dan membasuh lelahnya.
 
(matahari dan telaga di keningmu, perempuanku, menjadikan penyair ini menata kembali biografinya, meninggalkan dunianya yang murung untuk mendekap dan mengecup rambut dan keningmu berulang-ulang. Berulang-ulang!)
 
 
CINTA ITU, FIRA
 
cinta itu barangkali semisal samudera
saat berenang di arusnya kita akan terpikat pada ombaknya
setiap kali berdebur menuju pesisir
bisik-bisik hatimu menemukan suaranya
dan segala kata telah temukan kitabnya
 
cinta itu serupa topan yang datang berpusar-pusar
dari segala arah mata angin tak terduga
menyeret kita dalam pusar gelombangnya
meluncur dalam segala warna: terang, gelap, dan abu-abu!
 
cinta adalah kangen yang begitu menggoda
memburu dan melacak cahaya-cahaya, menyusuri galaksi-galaksi
maka sunyi pun pecah meledak
segala yang tersembunyi dalam tirai menyingkap menjelma peta
: “kau di sampingku, aku di sebelahmu
            waktu adalah titian,
            kata-kata adalah jembatan
            tapi yang menautkan kita
            adalah senyum yang saling mengerling!”
 

 SURAT KESEKIAN
           *) untuk fira semata
 
Apakah yang bisa ditandai saat dunia berlari begini cepat
sebelum semuanya sempat mencatatnya, segalanya bergegas melompat
semua jadi nisbi. Masa lalu, hiruk-pikuk global, ketabuan dan keterbukaan
diaduk dalam piring seng. Omong kosong jadi kitab primbon dipercaya sakti dan keramat.
 
Latas, bagaimana wajah anak-anak kita?
 
Fira, sebagai penyair yang hidup menjagai waktu
aku wajib bertanya, bagaimana wajah anak-anak kita
di tengah hiruk-pikuk kebohongan, di tengah simpang-siur orang berganti-ganti topeng
dan sihir ekonomi menenung siapa saja dengan begitu miris dan mengerikan
sedang aku tak tahu pasti, masihkah kelak puisi-puisi sanggup tetap menjaga nurani
 
fira, istriku, apakah kau pernah bertanya
apa arti kita-kitab itu, pengetahuan-pengetahuan itu bagi anak-anak kita?
aku takut, mereka akan seperti socrates yang termangu sendiri di teras rumahnya
sedang orang-orang berduyun silau terpesona uang dan jabatan
apakah kitab-kitab itu bisa menjadikannya lebih agung dan terhormat?
sedang di sisi lain, dasi, kursi dan mobil lebih pantas dihitung dibanding otak dan nurani!
 
fira, kegamanganku ini bukan berarti ketakutan.
ini hanyalah kesadaran untuk membuat jiwa waspada,
teguh dalam sikap. Indonesia ini barangkali memang bukan tama
yang permai bagi tumbuhnya anak-anak kita, socrates-socrates muda kita.
tapi, janganlah takut dalam kemiskinan dan kesendirian
karena dalam bilik itu kelak akan kita lahirkan pemimpi-pemimpi baru.
 
dan besok yang jauh, fira, kita akan melihat
anak-anak kita, socrates-socrates itu
akan turut memberi tanda pada Indonesia yang berlari!
    

PERAHU INI KEKASIHKU
 
kusediakan perahu ini buatmu, kekasihku
sebagai tanda pinangan, pertukaran kemerdekaan
 
naiklah perahu ini, kekasihku
ada sebuah lampu, serta seorang penyair di dalamnya
akan menemanimu jelajahi sudut semesta, inci demi inci
 
kekasihku, ayo kita bentangkan layar!
kita petik matahari lewat tangga pelangi
menembus ombak-demi ombak menuju rahasia pusat semesta cinta
 
pelayaran ini, kekasihku
akan mengulang rute-rute bapa Adam
saat dulu mencari wajah Hawa yang hilang
bersama daun-daun surga di genggamannya
 
ayo, kekasihku, ayolah bentangkan layar
walau kelak samudera akan menelan kita
seperti seorang bunda yang merengkuh anaknya
ke dalam pelukannya, ke dalam pusat jantungnya.
  
 
SEPOTONG NARASI TENTANG CINTA
 
Inilah musim untuk istirah dan bercinta
mendengar merpati mengibas-kibaskan sayapnya
berkisah tentang malam yang tiba-tiba punya seribu mata
serta purnamanya yang sempurna, amat sempurna, menghangati darah
maka, biarkan mawar berbiak di segenap nadi mengubah langit sekejap jadi biru
serta awan-awan di langit mengeja abjad-abjad namamu.
 
biarkan kita nikmati panorama ini sebelum waktu mengkhianatinya
lantas menjadikannya: tiada!
 
biarkan kita diam terpesona pada riwayat-riwayat cinta yang mengekal
di antara sajak-sajak shakespeare dan kakawin rama sinta.
kita menyimaknya kembali sembari menyirami mawar
yang terus bertunas merah sampai saatnya nanti ulat-ulat berbulu mencabik-cabiknya
membuat daunnya meranggas dan tinggal duri-durinya menjadi dendam yang pasti
  
 
RAMBUTMU SARANG MEDITASI
 
telah kutemukan kembali sarang meditasi,
jadi tempatku bertapa di antara helai-helai rambutku
menjulur hingga sampai laut selatan
di situlah anak-anak kita
asyik meluncur bermain ayunan
sembari menyimak siul daun-daun
nikmati gairah embun pada matahari
hingga menyeberangi sungai-sungai yang lain
 
kupintal helai-helai rambutmu
kelak menjadi sutera sayap anak-anak kita
jadi dawai harpa mengiringi tarian mereka
mengisahkan riwayat bergantinya musim demi musim
 
di sinilah aku akan bertapa
meniru riwayat kepompong
berguru pada yang bernama: kesabaran!
di situ pulalah akan kutanam sebuah pohon
kelak rantingnya menjulur ke gerbang surga
dan akarnya menjalar ke pusat semesta. 
 
 
LANSKAP CINTA
 
sore di beranda kita tak kunjung jemu mengenang kembali cahaya pelangi
semuanya adalah potret putih, seputih melati dengan jejak bau yang selalu memburu
semuanya telah menjelma untaian bulu-bulu merpati selalu menyanyi sepanjang dini hari
 
sore di beranda, kita akan kembali menyanyi atau menulis puisi-puisi
tentang ombak, camar, matahari juga tentang: matamu
sekejap kita akan bertukar teka-teki tentang nafsu dan cinta
lantas, kita pun tersenyum dan bergegas berburu kesetiaan
 
sore di beranda, kudengar kembali desahmu
tentang kebun dan kembang, tentang cinta dan kehidupan
kita bibitkan kembali tunas-tunas pengabdian lewat dongeng kenangan
 
dan esok hari kita selalu tersenyum
berciuman sepanjang hari
 
  
SERENADA KANGEN
 
/1/
lelahkah kau setelah mencatatkan jejakmu pada paruh matahari?
 
maka rebahlah di pangkuanku seperti awan rebah di bulan yang basah
atau seperti embun malam yang rebah di daun dan reranting pohon
 
rebah.rebahlah. akan kudongengkan kembali hikayat-hikayat purba
tentang seonggok cinta yang selalu biru menyanyikan kangen yang gelisah dan cemas
 
rebah. rebahlah. dalam pangkuanku
engkau akan menangkap isyarat-isyarat itu
: kangen yang bertapa seperti karang
tempat laut menitipkan  gelombangnya.
 
/2/
burung-burung bentangkan sayapnya mengabarkan
sepotong rindu yang seliat warna malam
 
maka,  matamu akan berkabar tentang api
yang mengabu karena dicekam sepi
gelisah yang menggumpal jadi pecahan-pecahan karang
dan kangen itu berlumut di sana jadi prasasti: tentang gairah gelombangmu.
 
sekejap aku tulis puisi-puisi
mengusung segenap kosa kata tentang rindu itu
lantas mengabadikannya jadi mantra-mantra gaib.  
 
  
DEDES
 
perempuan itu
sungguh tak pernah serahkan hidup
pada: cinta
sebab ia tak pernah memiliki
atau diberi pilihan.
sejak betisnya menyala warna kencana
dan para pujangga dan segenap penujum
dengan takjub dan mulut menganga,
sambil meremas-remas pelirnya sendiri
serta merta menunjuk-nunjuk keningmu
yang katanya; ada taksu bertengger di sana.
 
sungguh, perempuan itu hanya menjalani riwayat
takdirnya  aneh dan asing
saat dibawa ke sebuah kota yang pekat
bersama budak dan sapi-sapi.
kota dengan pagar berbatu
di tengah-tengahnya berserak kuil
berpancang lingga berbola-bola besi
mendongak tegak menantang langit
mengancam lobang  selangkang
kuil-kuil kaca menjadi tempat berdiammu
: menyisir rambut dan memulas bibir sewarna betismu!
 
maka, jadilah kau penunggu kota
seperti duyung penjaga pantai
 
takdir akan menjadikanmu dicintai berkali-kali,
tak boleh engkau berpikir tentang
tresna dan cemburu
sebab engkau tak diperbolehkan memilih
hanya untuk dipilih,
serupa keberuntungan atau kutukan
yang harus dilakoni.
 
segalanya akan engkau tulis
di atas ranjang-ranjang bermahkota
tak pernah berupa syair cinta,
namun sekedar desah mengerang
pada lapis kenangan ranjang kayu
dan serpihan kelambu masa lalu
 
lihatlah telapak tanganmu, perempuan
garis tanganmu tak dibolehkan
menuliskan segala kesedihan dan sakit hati
engkau hanya akan dipinang oleh waktu
 
tubuhmu yang bergelombang adalah sejarah perang
kebanggaan yang disandang bahu anak-anak kandungmu
 
begitulah, takdirmu
diam-diam engkau harapkan cinta
yang sanggup membawamu
melompat dari ceruk paling curam
namun sejauh engkau melompat
anak-anakmu telah dikutuk
: berhati batu!
 
(engkau menangisinya saban malam; padahal kutuk itu telah meriwayatkan
 daratan-daratan yang kelak akan ditaklukkan)
 
                                                                                    -Ketanggi-ketintang, di satu  hari lelah-


PARA PERAWAT MAHABAH
 
/1/
mengabdikan diri dalam kekekalan warna ini
dengan bertumpuk-tumpuk mahabah, membaca urat cinta
kami menyusuri lobang-lobang dan suram yang liat
bernafas dalam percakapan yang dingin dan bisu
mendengar kembali riwayat-riwayat mahabah yang pernah disabda
dan memahatkan segala wasiat yang dibisikkan sebelum mereka mati
seperti para penyair dengan kaca pembesar menelisik frase kata-kata
 
/2/
serupa juru tenung yang menghafal mantra-mantra
kami juga merawat segala pesona irama dan garis
yang tak pernah berhenti mengejapkan mata
agar selalu terjaga supaya tidak kehilangan masa lalu
yang berarti akan menjadikan kita tak bisa melacak masa depan
 
/3/
tugas kami seperti juga para penyair
menjaga memori kisah-kisah cinta di atas sampan di sungai tradisi
agar selalu meluncur tak hanyut pada lautan asing
menjadi juri mudinya yang menemukan sekaligus membentuk
 
 
/4/
kami, para perawat mahabah ini sadar
cinta  adalah kemampuan menemu-membentuk, bukan mencipta
kemauan untuk bertahan membentuk yang usang
menemu yang baru yang sebenarnya telah berabad-abad lalu
bersedekap di balik bait kidung mantra-mantra purba
 
ngawi-tambang grojokan



*Puisi-puisi di atas diambil dari buku Biografi Cinta



                                                                

Tjahjono Widarmanto Lahir di Ngawi, 18 April. Meraih gelar sarjananya di IKIP Surabaya (sekarang UNESA) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, sedangkan studi Pascasarjananya di bidang Linguistik dan Kesusastraan diselesaikan pada tahun 2006. Buku puisi yang telah terbit: KITAB IBU DAN KISAH HUJAN (Tankali, Surabaya:2019), PERBINCANGAN TERAKHIR DENGAN TUAN GURU (2018, Basabasi yogya), PERCAKAPAN TAN dan RIWAYAT KULDI PARA PEMUJA SAJAK (Satukata, Surabaya:2016), SEJARAH YANG MERAMBAT DI TEMBOK-TEMBOK SEKOLAH (Satukata;Surabaya,2014), DI PUSAT PUSARAN ANGIN (KSRB Surabaya,1997), KUBUR PENYAIR (Diva Press, Yogya:2002),  KITAB KELAHIRAN (Dewan Kesenian Jawa Timur, Surabaya, 2003), UMAYI (buku puisi, 2012). Bukunya yang lain : YUK, NULIS PUISI (Laksana, Yogya:2018), PENGANTAR JURNALISTIK; Panduan Penulis dan Jurnalis (Araska, Yogya:2016), MARXISME DAN SUMBANGANNYA TERHADAP TEORI SASTRA (Satukata, Surabaya:2014),  MASA DEPAN SASTRA: Mozaik Telaah dan Pengajaran Sastra (Satukata,Surabaya:2013), NASIONALISME SASTRA (bunga rampai esai) (Satukata,Surabaya: 2011),dan  DRAMA: Pengantar & Penyutradaraannya (Lingkar Sastra ,2012). Tulisan-tulisannya dimuat di berbagai media di antaranya: Bahana (Brunai Darussalam), Jurnal PERISA (Kuala Lumpur, Malaysia), Media Indonesia, Koran Tempo, Jawa Pos, Kedaulatan Rajyat, Harian Fajar, Lampung Post, Suara Merdeka, Republika, Panjebar Semangat, Jayabaya, Jurnal Faktual.id, Teplok.id, Ide-ide.com,Lampung Post, Pikiran Rakyat, Radar Madiun, Kompas,dan lain-lain. Pernah mewakili Indonesia dalam pertemuan sastra di Kedah Kuala Lumpur, Brunai Darussalam, Jakarta International Literary Fesitval (JILFEST), Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF), Cakrawala Sastra Indonesia, Festival Seni Surabaya, dll. Beberapa kali menerima penghargaan, baik sebagai guru maupun sastrawan. Di antaranya: Anugerah Lima Buku Puisi Terbaik Tk. Nasional (2016), Anugerah Sastrawan Pendidik dari Pusat Pembinaan Bahasa (2013), Penghargaan Guru Sastra Berdedikasi SeJatim dari Balai Bahasa Jatim,(2014), Pemenang Sayembara Penulisan Buku Pengayaan dari Puskurbuk kategori sastra (2007, 2010, 2012, 2013) Penghargaan Seniman Budayawan Jatim (2003), pemenang harapan LKTI Perkoperasiaan 2008, Pemenang LMKS (Lomba Mengulas Karya Sastra) 2002, 2003, 2005. Juara II Guru Berprestasi se-Jatim (2016), dll. Selain menulis juga bekerja sebagai guru SMA 2 Ngawi. Sekarang beralamat di Perumahan Chrisan Hikari B.6 Jl. Teuku Umar Ngawi. Telp. 085643653271. E-Mail:  cahyont@yahoo.co.id,   No.rekening BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n. Tjahjono Widarmanto

 
 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak